Bumi tak sama layaknya kala belia.
Sekarang tandus dan muram.
Ada apa dengan bumi.
Apa karena intimu menemui puncak.
Bumi yang teratur,bumi yang indah.
Buni yang memiliki banyak naungan kehidupan.
Apa benar selama ini kau ingin hidup?
Bagaimana jika selama ini kau sebenarnya ingin mati?
Bumi yang biasanya berotasi dengan teratur.
Kini tersendat oleh gravitasi.
Ia tidak mau lagi menemui siang.
Ia takut untuk bertemu matahari.
Bumi kau yang injak .
Apa ini bisa disebut pemberontakanmu.
Matahari memperhatikannya,matahari diam saja.
Melihat salah satu jajaran,setia mulai tak menghargainya.
Tapi matahari apa kau menyayangi bumi?.
Apakah kau bisa merasakan.
Atas apa perubahan yang dilalui olehnya? Memahaminya?.
Matahari kau terpuruk karena kehadiran bumi?.
Hancurkan saja bumi sedari awal.
Tak usah kau gubris aturan semesta.
Bumimu kini banyak pikiran,ia berpikir apa salahnya?.
Semua sudah ia penuhi.
Bukan salah bumi,boleh jadi adanya bumi karena adanya bulan.
Bukankah atas kalian terciptanya waktu dunia?.
Lalu bagaimana mungkin kau tegar mengusir bumi.
Dalam jajaran planet,sedari awal semuanya hanya untukmu.
Bukankah egois Ketika mengusir sesuatu dikala kau terus gerus manfaatnya?.
Jangan kau hindari dengan berkata itu tidak seberapa harga lenteramu.
Memang tidak seberharga lentera indah terangmu.
Tapi tidak tahukah bahwa itu membuat banyak badai atas sebabmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H