Mohon tunggu...
Berliana Rizqy Aprilia
Berliana Rizqy Aprilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Aktif Universitas Airlangga

Saya merupakan mahasiswi aktif di Universitas Airlangga dengan minat terhadap ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kebiasaan Konsumtif Mahasiswa Rantau: Dilema Antara Kebutuhan dan Keinginan

14 Desember 2024   19:13 Diperbarui: 14 Desember 2024   19:21 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Potongan Harga di Supermarket (Sumber: Radar Kediri)

           Mahasiswa rantau yang tinggal di kos, asrama, atau apartemen menghadapi banyak tantangan dalam menjalani hidup mandiri yang jauh dari keluarga. Di tengah keinginan gaya hidup modern dan kemudahan dalam belanja online, mengelola keuangan dengan bijak merupakan salah satu tantangan utama. Dengan status sebagai 'pengatur keuangan' pribadi, mahasiswa rantau harus mampu mengatur pemasukan dan pengeluaran dengan cermat dan teliti. Namun, di tengah godaan gaya hidup modern, fenomena konsumtif menjadi masalah yang sering kali sulit dihindari. Pola konsumtif ini terjadi pada seluruh lapisan masyarakat tak terkecuali mahasiswa, perbedaan pola konsumsi antara mahasiswa perkotaan dan mahasiswa perantauan dapat terlihat dengan jelas, mahasiswa perantauan terpantau akan lebih konsumtif dibandingkan mahasiswa perkotaan (mahasiswa yang tidak sedang merantau). Hal ini dikarenakan banyak faktor antara lain faktor persediaan pangan, gaya hidup, psikologis hingga faktor sosial. Saat merantau, mahasiswa perantauan cenderung lebih sering menghabiskan waktunya diluar kos dan beraktivitas diluar kos, baik sekadar nongkrong bersama teman yang juga sedang merantau maupun sekedar keluar sendiri untuk mengusir kebosanan. Hal tersebut secara langsung membuat mereka berperilaku lebih konsumtif. Karena dampaknya yang signifikan terhadap keuangan dan kesejahteraan psikologis, fenomena perilaku konsumtif di kalangan mahasiswa harus diperhatikan.

1. Adanya Godaan Promo dan Potongan Harga dari Platform Belanja Online

Platform belanja online seperti e-commerce dan aplikasi pengiriman makanan sering kali membombardir pengguna dengan promo menarik, diskon besar-besaran, dan potongan harga yang menggoda. Sebagai mahasiswa rantau yang sebagian besar mengandalkan internet dalam aktivitas sehari-hari, notifikasi promo ini menjadi daya tarik yang sulit dihindari. Tanpa disadari, barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pun dibeli hanya karena ada label "Diskon 50% s.d 99%" atau "Gratis Ongkir" . Melalui godaan ini, mahasiswa rantau sulit untuk memprioritaskan mana yang merupakan kebutuhan atau hanya sekadar keinginan. Kebiasaan ini membuat pengeluaran yang semula dapat terkontrol hingga akhirnya menjadi boros dan tidak terkontrol.

2. Tekanan Sosial dan Fenomena FOMO

Tekanan sosial yang dipicu oleh rasa takut ketinggalan tren atau Fear of Missing Out (FOMO) turut menjadi pemicu perilaku konsumtif. Mahasiswa rantau cenderung terpengaruh oleh gaya hidup teman sekos atau teman kampus yang memiliki barang-barang terbaru, seperti gadget, pakaian kekinian, kebiasaan mengunjungi kafe populer, atau bahkan sekadar makanan yang sedang viral di kantin  hingga muncul perasaan ingin ikut-ikutan. Mahasiswa rantau yang tidak ingin terlihat 'ketinggalan zaman' cenderung mengikuti gaya hidup tersebut, meskipun harus mengorbankan keuangan bulanan yang semulanya sudah diatur dengan baik. Tekanan sosial ini kerap diperkuat oleh dorongan media sosial yang memperlihatkan kehidupan serba 'wah' dari orang-orang seusia mereka.

3. Kemudahan Metode Pembayaran dan Sistem 'Paylater'

Metode pembayaran digital dan fitur "paylater" atau beli sekarang bayar nanti menjadi salah satu penyebab meningkatnya perilaku konsumtif. Fitur pembayaran digital atau e-money memudahkan mereka untuk tetap cashless, dengan fitur tersebut mereka merasa bahwa pengeluaran tunainya menjadi lebih hemat. Namun, dengan fitur tersebut, mahasiswa malah menjadi semakin boros karena tiba-tiba telah muncul notifikasi 'pembayaran anda telah berhasil' dengan tidak merasa bahwa hal tersebut termasuk pengeluaran yang mungkin bisa saja tidak terlalu dibutuhkan. Fitur paylater memberikan fleksibilitas dalam pembelian, tetapi juga dapat menjadi pedang bermata dua. Mahasiswa rantau yang merasa uang bulanannya sudah menipis bisa dengan mudah memanfaatkan fitur ini untuk membeli barang tanpa membayar secara langsung. Namun fitur ini memungkinkan mahasiswa untuk menunda pembayaran yang membuat mereka kerap lupa bahwa tagihan tersebut akan menumpuk di bulan berikutnya. Akibatnya, mereka terjebak dalam siklus utang yang sulit diputus.

4. Keinginan untuk Memanjakan Diri Setelah Lelah Berkuliah

Perasaan lelah setelah menjalani aktivitas perkuliahan seharian sering kali membuat mahasiswa rantau merasa "butuh penghargaan". Bentuk penghargaan ini biasa disebut sebagai “self reward” oleh kalangan muda yang biasanya berupa memesan makanan enak lewat aplikasi pengiriman, membeli minuman atau makanan yang sedang viral, atau sekadar membeli barang-barang yang diinginkan. Meskipun hal ini wajar, kebiasaan memanjakan diri ini bisa berakibat fatal jika dilakukan terlalu sering. Pengelolaan uang bulanan yang buruk dapat menyebabkan kehabisan dana sebelum akhir bulan. Uang bulanan yang seharusnya cukup hingga akhir bulan bisa-bisa habis begitu saja di minggu kedua atau kurang dari satu bulan.

  • Dampak Perilaku Konsumtif 

1. Keuangan yang Tidak Stabil

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun