Oleh: Syamsul Yakin & Berliana Rizqia Putri
Dosen Retorika UIN Syarif  Hidayatullah Jakarta & Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sasaran retorika dakwah secara umum adalah manusia, baik muslim, kafir, dan munafik. Pada masa awal Islam, Nabi berdakwah berdasarkan perintah Allah yang terdapat dalam Al-Quran. Untuk membuat peta sasaran penginjilan retoris, Anda dapat melihat tanggapan manusia terhadap Al-Qur'an.
"Kemudian Kami wariskan Kitab itu kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah," adalah ayat yang menunjukkan tanggapan manusia terhadap al-Qur'an.
Ayat ini menunjukkan bahwa zalim linafsih adalah cara kelompok pertama menanggapi turunnya al Quran.
Menurut penafsiran Ibnu Katsir, frasa ini mengacu pada individu yang mengabaikan perintah wajib tertentu dan malah melakukan tindakan yang secara eksplisit dilarang.
Misalnya, ketika al Quran meminta untuk menyembah Allah, dia malah menyembah berhala. Selain itu, ketika al Quran meminta untuk membayar zakat, dia malah menolak dan mengemplangnya. Sebaliknya, ketika al Quran meminta untuk melakukan hal-hal yang baik, dia malah melakukan hal-hal yang buruk.
Mereka adalah sasaran  retorika dakwah yang pertama karna di lihat dari respon mereka terhadap turunnya alquran sehingga dapat di simpulkan jika mereka adalah kalangan kafir.
Kelompok kedua merespons secara setengah-setengah atau pertengahan, yang bimbang tentang kebenaran al Quran; pengarang kitab Tafsir Jalalain termasuk dalam kelompok ini, yang separuh-separuh mengamalkannya.
Namun, dalam Surat al-Baqarah ayat 23, Allah berkata, "Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Quran itu."