Kalau capres 01 sendiri sudah saya singkirkan sejak awal bahkan sebelum beliau resmi mencalonkan diri. Sebagai saksi yang merasakan langsung hasil kerja mantan gubernur ibukota periode lima tahun terakhir, saya tidak bisa percaya lagi sama bapack satu ini.Â
Andaikata beliau memgikrarkan janji manis sekalipun, saya tidak percaya lagi.Â
Hasil karya beliau di ibukota masih berbekas, guys.Â
Gajrukan akibat sumur resapan di banyak jalan raya di Jakarta masih saya rasakan hingga kini.
Kenyamanan saya sebagai pengguna jalan umum sangat terganggu ketika berkendara motor melewati jalan-jalan yang penuh dengan jajaran sumur resapan. Motor terguncang-guncang akibat jalanan tidak rata. Pengendara motor pun harus memelankan laju kendaraan dan lebih berhati-hati kalau tidak ingin terjatuh atau tersenggol kendaraan lain akibat jalan yang tidak mulus. Itu satu hal.Â
Hal lain yang menurunkan nilai mantan rektor ini berkaitan dengan pilkada 2017 silam. Di mana ketika itu beliau memanfaatkan isu SARA guna memuluskan langkahnya menduduki kursi gubernur. Sangat tidak beretika.
Itu pendapat saya tentang calon 01.
Kalau calon nomor urut 03 beda lagi. Semula saya mengidolakan beliau. Saya pun sempat mendukungnya menjadi calon presiden dari partai merah.Â
Akan tetapi, hati seketika patah ketika beliau merusak impian saya, suami dan anak lelaki saya. Apa itu? Impian untuk melihat Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Aaahh... Kesal sekali rasanya waktu itu.
Sejak itu pula, dukungan saya pada beliau 80 persen goyah. Dan semakin luluh lantak sepanjang masa kampanye pilpres. Kala debat capres, contohnya. Alih-alih terus menerus mengedepankan visi-misi, beliau malah terkesan berusaha mencari-cari kesalahan dan kekurangan paslon dukungan Jokowi untuk menjatuhkan mereka.Â
Seakan belum cukup, sikap pimpinan partai pengusung beliau pun ikut memperburuk situasi. Sikap pimpinan partai tersebut akhir-akhir ini sangat tidak simpatik.