Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pergeseran Budaya, Suguhan Teh dan Kopi Jadi Air Mineral

6 Juni 2023   15:24 Diperbarui: 11 Juni 2023   11:09 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (KOMPAS.com)

Pengalaman ini dialami ibu saya. Terjadi beberapa waktu lalu dalam sebuah kunjungan ke rumah calon kerabat. 

Saya menyebutnya calon kerabat karena memang belum resmi menjadi kerabat. Kunjungan tersebut adalah serupa perkenalan antara keluarga besar calon mempelai laki-laki dan keluarga besar calon nempelai perempuan. 

Ibu saya adalah mamak tua (atau bude dalam budaya Jawa) dari calon mempelai pria. Ibu bersama beberapa kerabat lainnya menghadiri pertemuan dengan keluarga besar pihak calon mempelai perempuan. 

Karena tinggal di kota yang berbeda, ibu beserta kerabat lainnya harus menempuh perjalanan yang cukup jauh. Melewati beberapa kota kecamatan, membutuhkan waktu lebih dari dua jam berkendara untuk tiba di rumah calon mempelai perempuan. 

Ibu saya tentu bukan wanita muda lagi. Usianya sudah memasuki 76 tahun pada tahun ini. Meski begitu, ibu masih cukup kuat dan sehat. Ibu bahkan masih menyetir motor sendiri. Ibu juga hampir tidak pernah sakit parah. Kalau cuma sekadar masuk angin, pegal-pegal, nyeri lutut, ibu juga merasakan layaknya lanjut usia lainnya. Tapi ya cuma sebatas itu. Selebihnya ibu cukup sehat. 

Namun, ibu punya satu kebiasaan yang menurut saya cukup wajar. Ibu menyukai minuman hangat, bahkan cenderung panas. Entah itu air putih atau teh, apalagi kopi, harus hangat atau panas. Kalau minum air dingin, ibu akan merasa mual dan kembung. Sesekali ibu juga suka minum es, tetapi minuman panas tetap yang terbaik buat ibu. 

Nah, masalahnya pada kunjungan kemarin ke rumah calon kerabat, ibu tidak mendapatkan suguhan minuman panas. Jangankan kopi atau teh panas, air putih hangat pun tidak disediakan. Hanya air mineral kemasan gelas yang disuguhkan di atas meja tamu tuan rumah. 

Bukan hanya soal minuman, makanan juga demikian. Tuan rumah memang menyajikan makanan besar berupa nasi, sup ayam, dan beberapa menu lainnya. Namun sayangnya, hampir semua makanan yang tersaji pun dalam keadaan dingin. 

Sepertinya menang sukar dipahami. Mengapa begitu sulit bagi tuan rumah untuk menyajikan minuman dan makanan dalam keadaan hangat. Terlebih ini menjamu keluarga calon besan. Datangnya pun dari jauh, dari lain kota. 

Lagi pula, keluarga calon besan yang berkesempatan hadir juga tidak banyak, tidak lebih dari sepuluh orang. Menurut hemat saya, tentu tidaklah repot bila harus menyajikan hanya beberapa gelas teh atau kopi panas, dan menanaskan makanan kembali sebelum dihidangkan. 

Sebagai tamu, tentu Ibu sungkan untuk meminta minuman khusus baginya, meski hanya sekadar air hangat. Ibu merasa tidak enak hati karena ini masih calon kerabat, pun baru dikenal. Tidak ada pilihan, akhirnya ibu tetap minum air mineral yang disajikan. Meskipun merasa tidak nyaman pada perutnya, ibu mencoba bersabar.

Dalam perjalanan pulang kembali ke kota asal, ibu mulai merasa kondisi perutnya semakin tidak nyaman. Antara mual dan kembung, jadi satu rasanya. 

Puncaknya terjadi pada malam hari setelah tiba di rumah. Ibu merasa gelisah, tidak bisa tidur, dan sakit di perutnya semakin bertambah. Sakitnya bukan lagi mual dan kembung, tetapi nyeri sampai ke dada. Akhirnya, lewat tengah malam, ibu menghubungi seorang tante, dan minta dibawa ke rumah sakit. 

Di ruang IGD, dokter yang nenangani ibu tidak menyatakan ibu sakit apa. Ibu juga tidak banyak bertanya pada dokter yang merawatnya. Khas generasi ibu, ibu merasa tidak penting sakitnya apa, yang penting ibu ditangani dokter, disuntik dan diberi obat, lalu sembuh. 

Kemudian, menjelang subuh ibu sudah merasa lebih baik dan diperbolehkan pulang.

Oleh kejadian sebelumnya, saya tidak bisa serta merta menyatakan bahwa sakit ibu yang mendadak adalah akibat mengonsumsi minuman dan makanan serba dingin. Apalagi tidak ada informasi diagnosa apapun dari dokter yang merawat. 

Hanya saja, saya menduga ini ada kaitannya dengan konsumsi makanan dan minuman dingin sebelumnya. 

Kebiasaan ibu memang sudah mendarah daging. Sejak muda sudah seperti itu. Jadi, mungkin saja tubuh ibu bereaksi berbeda ketika ada makanan asing yang masuk dan tidak sesuai seperti biasanya.

Ditambab lagi usia ibu yang sudah lanjut, mungkin memang lebih nyaman bagi mereka seusia ibu mengonsumsi minuman hangat daripada minuman dingin. 

Bila menilik dari sisi kesehatan pun, dalam porsi wajar teh dan kopi  memberikan banyak manfaat bagi tubuh. 

Seperti dirangkum dari berbagai sumber artikel kesehatan, teh panas dapat meredakan stres. Stres bisa dialami siapa saja yang kelelahan. Termasuk kelelahan akibat perjalanan berkendara yang lama dan pada siang yang panas. Seperti yang dialami ibu. Kombinasi stres dan kelelahan bahkan bisa memicu pusing atau sakit kepala. 

Oleh karena itu, orang yang mengalami stres, kelelahan, bahkan sakit kepala disarankan untuk mengonsumsi teh. Dari berbagai penelitian diketahui bahwa zat-zat yang terkandung dalam teh bermanfaat untuk mengurangi stres dan sakit kepala.

Ilustrasi air mineral (Kompasiana.com/HENDRA WARDHANA) 
Ilustrasi air mineral (Kompasiana.com/HENDRA WARDHANA) 

Terjadi pergeseran budaya 

Semasa saya kecil, puluhan tahun silam belum ada air mineral kemasan. Air putih kala itu umumnya masih berasal dari sumur dan dijerang hingga mendidih untuk layak dikonsumsi. 

Akan tetapi, sepertinya tidak pernah kala itu ada kisahnya, tamu yang bertandang ke rumah hanya disuguhkan air putih. Kecuali memang tanu bersangkutan yang meminta langsung. 

Ketika ada sanak saudara, teman atau kolega bertandang ke rumah, minuman yang disajikan pasti berwarna. Itu yang saya ingat dari puluhan tahun lalu. 

Kopi atau teh panas menjadi suguhan wajib untuk tamu pada hari-hari biasa. Sedangkan pada hari-hari tertentu seperti hari raya keagamaan berbeda lagi. Dalam momen-momen tersebut, sirup dingin atau minuman soda botol menjadi suguhan khusus bagi tamu. 

Saya ingat, saat masih tinggal bersama orang tua, rumah kami hampir setiap hari kedatangan tamu. Tinggal di sebuah kota kecil, hubungan kekerabatan dan pertemanan begitu erat. Berkunjung ke rumah saudara/teman menjadi hiburan tersendiri kala itu. 

Itu sebabnya, ibu saya selalu memiliki stok bubuk teh dan kopi yang cukup. Sekalipun beberapa kerabat bahkan hampir setiap hari berkunjung, suguhannya tetap teh atau kopi panas, bukan air putih. Saya yang paling sering ditugaskan untuk membawa baki minuman tersebut. 

Dengan adanya kejadian yang ibu saya alami, saya khawatir sudah terjadi pergeseran budaya pada masyarakat kita. Budaya dua puluh, tiga puluh tahun ke belakang sepertinya sudah digeser oleh budaya kekinian. 

Teh dan kopi tidak lagi menjadi sebuah budaya khas dalam menjamu tamu. Keberadaan kopi dan teh sudah diganti dengan air mineral kemasan. 

Saya juga khawatir argumen utama penyajian air mineral bukan karena alasan kesehatan atau kepraktisan. Saya khawatir ini lebih karena alasan kenyamanan (baca: tidak mau repot).

Bila ada pendapat, penyajian air mineral lebih karena masyarakat kita sudah lebih melek perihal kesehatan dan manfaat air putih, ah, masa iya? Buktinya kafe-kafe yang menjual teh dan kopi kekinian semakin menjamur. Konsumen atau peminatnya pun kian hari kian meningkat. Ini artinya, tidak ada korelasi, atau mungkin hanya sedikit saja korelasi antara melek kesehatan dengan maraknya penyajian air mineral kepada tamu. 

Menyajikan air mineral memang sangat mudah. Tinggal pergi ke warung, beli, bawa pulang, sajikan. Tidak ada effort berlebih. Tidak perlu pula memakai gelas atau cangkir, hingga tidak ada kegiatan cuci-mencuci gelas setelah tamu pulang. Begitu tamu pulang, tuan rumah hanya perlu membuang kemasan bekas pakai, selesai. 

Berbeda halnya dengan teh atau kopi. Ada usaha lebih yang mesti dilakukan. Bubuk teh atau kopi serta gulanya harus disiapkan terlebih dahulu. Air pun harus dimasak atau harus dalam kondisi panas untuk menyeduh teh/kopi. Begitu pula dengan gelas-gelasnya, harus sudah disiapkan sebelumnya. Persiapannya memang lebih banyak. 

Air putih atau air mineral memang baik buat kesehatan. Bila tamu yang hadir dalam jumlah besar, air mineral kemasan memang akan lebih praktis dan memudahkan tuan rumah. Menyiapkan air mineral juga sangat membantu bagi tuan rumah yang memiliki keterbatasan, baik fisik atau keterbatasan lainnya. 

Akan tetapi, bila memungkinkan tidak juga melulu air mineral dalam segala kesempatan. Penyajian air putih atau air mineral sebaiknya disesuaikan dengan situasi, kondisi dan siapa tamu yang berkunjung. 

Tidak ada salahnya juga tuan rumah bertanya kepada tamu yang bertandang, sekiranya mereka memerlukan teh, kopi atau air hangat. 

Hal seperti ini yang saya terapkan kini kala ada teman atau saudara yang berkunjung ke rumah. Selalu saya tanyakan mau minum apa. Umumnya mereka akan bilang air putih saja. Hanya saja, saya tahu jawaban itu umumnya hanya bahasa sungkan, tidak enak pada tuan rumah. Untuk itu, kemudian saya akan menekankan lagi, mau teh atau kopi, barulah mereka biasanya akan memilh diantara keduanya. 

Mengulik nilai filosofinya

Budaya penyajian teh atau kopi kepada tamu yang berkunjung sebenarnya juga memiliki nilai filosofi yang cukup menarik. 

Bagaimana tuan rumah menghargai tamu yang berkunjung ke rumahnya dapat dinilai melalui makanan atau minuman yang disajikan, bukankah begitu? Rasa kedekatan atau keakraban juga bisa dinilai melalui hal tersebut. 

Ketika tuan rumah sibuk sekali menyiapkan makanan dan minuman ntuk tamu yang hadir, tentu keberadaan tamu tersebut begitu penting dan berarti bagi tuan rumah. 

Bukankah sering ada dalam anggapan kita, kalau si A datang, cukup air mineral saja. Tetapi kalau si B atau C yang datang, harus lebih istimewa sajiannya. Dalam kondisi tertentu, hal ini mungkin berlaku. Tetapi alangkah baiknya sebisa mungkin kita memperlakukan semua tamu yang hadir sama pentingnya. Bahkan tamu yang tidak kita kenal sekalipun sebelumnya. 

Menyiapkan teh atau kopi memang lebih merepotkan daripada sekadar menyiapkan air mineral. Akan tetapi paling tidak, itulah bukti tuan rumah menghargai dan menganggap penting tamu yang telah singgah ke rumahnya (MW). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun