Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Rambut, Kaus Kaki, sampai Kaus Dalam Jadi Masalah di Sekolah

13 September 2023   14:51 Diperbarui: 14 September 2023   01:57 2812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukuman yang diberikan harus pula bersifat edukatif, humanis, serta mengedepankan nilai-nilai cinta kasih layaknya orang tua kepada anak-anaknya..

Di samping itu, penerapannya tidak boleh kaku seperti di sekolah militer. Pelanggaran pula harus terlebih dulu dicari tahu penyebabnya, tidak bisa "pukul rata" pada semua siswa. 

Contoh saja: saya mengenal seorang ibu single parent dengan satu anak laki-laki usia remaja. 

Sejak kecil, anaknya ini hampir tidak pernah dibawa ke tukang cukur profesional. Si ibu yang tidak memiliki keahlian potong rambut, sebisa mungkin nencukur dan memotong sendiri rambut anaknya. Hasilnya memang tidak maksimal, bahkan sering kali tetap terlihat gondrong. 

Mengapa bisa begini? Alasannya cuma satu, masalah ekonomi. Tanpa pekerjaan tetap, penghasilan si ibu sangat terbatas dan tidak menentu, jauh dibawah UMR Jakarta. Sementara, biaya potong ranbut laki-laki di Jakarta sekarang minimal Rp23.000,00. Setara dengan harga 2 liter beras.

Oleh karenanya, si ibu tentu saja lebih memilih menggunakan uang tersebut untuk membeli beras yang bisa dimakan bersama anaknya, ketimbang membayar jasa potong rambut profesional. 

Pernahkah para guru berpikir sampai ke sana? Jangankan berpikir, bahkan mungkin banyak diantaranya yang tidak (mau) tahu kondisi kehidupan/ekonomi para muridnya. 

Sama halnya dengan masalah kaus kaki maupun kaus dalam. Semua perlengkapan tersebut harus dibeli dengan uang.

Ketika ada anak yang tidak bisa menenuhi tata tertib sekolah perihal perintilan seperti itu, mungkin saja orangtuanya sedang tidak memiliki cukup uang untuk membelinya. Mungkin saja, kan? 

Untuk sekolah-sekolah swasta, urusan seragam juga seringkali dijadikan lahan bisnis. Berbagi keuntungan antara sekolah bersama pemasok seragam, orangtua siswa dibuat kejang-kejang melihat daftar harganya. 

Jangan sampai pengetatan tata tertib pada siswa memiliki maksud terselubung. Demi memperlancar bisnis seragam di sekolah dan mendulang lebih banyak cuan, misalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun