Bermodalkan tata tertib sekolah dan berdalih mendisiplinkan siswa yang berambut gondrong, guru di beberapa sekolah menghukum dengan mencukur rambut dan membotak kepala siswa secara serampangan.Â
Demi mendulang pembenaran sekaligus upaya pembelaan diri, aksi tidak terpuji para guru ini pun seringkali dikaitkan dengan " niat baik". Padahal, niat baik tanpa tujuan baik disertai cara yang baik, hasil akhirnya pasti zonk.Â
Bukan hanya itu, gaya pemberian hukuman seperti ini sering pula dikait-kaitkan dengan masa lalu. Banyak narasi berkata bahwa guru jaman dulu pun melakukan hal yang sama untuk mendisplinkan murid-muridnya.Â
Miris sekali memang dunia pendidikan kita. Pada saat banyak orang tua mulai meninggalkan pola pikir dan cara-cara lama dalam mendidik dan membesarkan anak di rumah, banyak guru dan para pendidik kita malah tetap mempertahankan pola pikir dan cara-cara jaman baheula dalam mendidik siswa di sekolah.Â
Tindakan sewenang-wenang guru membotak rambut siswa seakan memberi sinyal bahwa sekolah telah gagal dalam menumbuhkan budaya kesadaran siswa untuk taat pada peraturan. Seolah sekolah dan guru sudah kehabisan cara dalam mendidik dan mendisplinkan siswa-siswinya.Â
Hal ini menunjukkan pula bahwa banyak guru yang tidak bisa membedakan mana ranah pribadi, mana ranah umum. Rambut adalah bagian tubuh dan menjadi milik pribadi setiap oramg. Rambut bahkan disebut mahkota.
Bukankah umumnya kita tidak suka orang lain memegang atau memainkan ranbut kita seenaknya tanpa seizin kita?Â
Maka dari itu, sudah seharusnya tidak boleh sembarang orang menyentuh mahkota tersebut tanpa seizin pemilik rambut, guru sekalipun!Â
Sekolah harus punya tata tertib, itu benar. Namun, buatlah tata tertib yang benar-benar ada urgensinya bagi perkembangan kecerdasan dan budi pekerti anak.Â
Bukan hanya itu, tindakan penegakkan disiplin pun tidak bisa semena-mena. Mentang-mentang guru, merasa berkuasa lalu menghukum murid semaunya.Â