Huh, aku terlihat seperti seorang terkena paranoia ya. Hanya saja, siapa sih yang suka orang lain mengusik kehidupan pribadinya?
Lagipula, aku sangat hafal sifat kakak perempuanku ini. Sebagai anak sulung, Kak Rinta selalu merasa memiliki hak istimewa. Khususnya hak untuk mengatur adik-adiknya.
Sikapnya padaku dan kedua abangku seringkali berlebihan dan seenaknya. Bahkan melebihi perlakuan papa dan mama pada kami anak-anaknya.Â
Kak Rinta tidak segan-segan memarahi kami ketika kami melakukan sesuatu yang tidak dia suka. Tanpa memedulikan perasaan kami, kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya seringkali menyakitkan.
Seolah habis mengonsumsi sekilo cabai merah, perkataan-perkataannya takjarang begitu pedas.Â
Bukan itu saja, Kak Rinta juga seorang yang usil. Dia begitu ingin tahu segala urusan pribadi adik-adiknya, termasuk perkara pacar.
Tidak cukup sampai di situ, Kak Rinta juga seorang pengkritik ulung. Bagai seorang pakar dalam dunia percintaan, Kak Rinta giat mengkritik habis-habisan setiap pacar kami. Seolah tidak ada satupun pilihan hati kami yang benar di matanya. Nyatanya, dia sendiri belum menikah!
Itulah sebabnya, aku sangat menjaga telepon selulerku agar jauh dari jangkauannya. Aku yakin dia akan mencari tahu isi percakapan di sana, kalau sampai handphone tersebut berpindah ke tangannya.
Dan kalau itu sampai terjadi, Kak Rinta akan punya bahan yang cukup untuk "menguliahi" ku.
Sebenarnya isi percakapan tersebut tidak ada yang aneh-aneh. Hanya perbincangan biasa antardua insan yang sedang menjalin cinta. Itupun masih dalam batas-batas wajar, tidak keluar dari pagar koridor kesopanan. Tapi tetap saja aku tidak mau dia memasuki area pribadiku.
Selain itu, ada masalah lain. Bahwa sampai pagi tadi, belum ada satu pun dari keluarga besarku yang tahu kalau aku sudah memiliki pacar, yaitu Mas Karma. Kami pun baru empat bulan menjalin hubungan.