Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bintang Satu di Gojek, Kisah Derita Lainnya, dan Sudut Pandang Pelanggan

6 Februari 2023   07:00 Diperbarui: 9 Februari 2023   14:15 8809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sudah men-download aplikasi Gojek di gawai saya sejak tujuh tahun lalu, tepatnya tahun 2016. Namun, satu tahun awal aplikasi tersebut jarang saya gunakan. 

Akun Gojek tersebut mulai aktif sekitar setahun setelahnya. Ketika itu anak saya sudah duduk di bangku kelas dua SD.

Saya juga meng-instal aplikasi ojek online lainnya yaitu Grab. Jasa Gojek dan Grab saya manfaatkan untuk antarjemput anak saya ke sekolah setiap hari.

Karena sekolah anak saya hanya berjarak dua kilometer dari rumah, tarif jasa ojek online lebih irit dibandingkan tarif angkutan umum. Driver Gojek dan Grab (motor) umumnya juga tidak keberatan membawa dua penumpang, saya dan anak saya yang badannya memang masih kecil waktu itu.

Selain itu, dengan menggunakan ojol, saya dan anak saya langsung diantar sampai rumah. Sedangkan bila menggunakan angkutan umum, kami masih harus jalan kaki dari jalan raya untuk tiba di rumah. 

Setiap akan memesan jasa ojol, saya akan membuka kedua aplikasi tersebut, baik Grab maupun Gojek, lalu saya akan memilih tarif yang lebih murah.

Dari tahun 2017 sampai awal tahun 2020, sesaat sebelum pandemi, sebagai pelanggan ojek online, saya sangat dimanjakan dengan berbagai kemudahan. Banyak sekali tarif promo yang saya dapatkan. Kemungkinan karena saya menggunakan jasa ojol setiap hari, maka peivilege tarif promo saya dapatkan.

Berkali-kali saya mendapatkan tarif promo Rp1.000, Rp3.000,-, bahkan gratis untuk satu kali jalan. 

Bukan hanya ojek motor, ojek mobil pun banyak sekali tarif promonya. 

Begitu pandemi datang, dan anak-anak tidak berangkat ke sekolah, takada lagi pemesanan jasa ojek online. Saya bahkan terpaksa menghapus salah satu aplikasi dan menyisakan Gojek saja agar penyimpanan gawai saya tidak penuh. Namun di gawai suami, kedua aplikasi ini masih tetap tersedia. 

Kini, meski tidak lagi antarjemput anak ke sekolah, aplikasi Gojek tetap digunakan minimal satu atau dua kali dalam seminggu. Biasanya untuk pesan jasa ojek motor (go-ride) atas keperluan tertentu. Atau sesekali memesan makanan menggunakan fitur go-food. 

Karena seringnya berinteraksi dengan driver Gojek dan mengobrol dengan mereka selama perjalanan, saya kemudian mengetahui ragam permasalahan yang mereka hadapi saat bertugas. Keluh kesah mereka memberi makna setiap perjalanan. 

Salah satunya tentang akun bagus dan akun jelek. Perihal ini sudah saya tulis dalam artikel sebelumnya, Sepenggal Kisah Akun Bagus dan Akun Jelek di Gojek. 

Sebagai pelanggan Gojek, tentunya saya senang mampu mewakili para driver-nya dalam menyampaikan unek-unek mereka. Unek-unek yang tadinya hanya berseliweran diantara sesama driver, bisa naik ke dunia maya dan dibaca banyak pihak.

Kenyataannya bukan hanya akun bagus dan akun jelek yang menjadi masalah bagi driver Gojek. Khususnya masalah yang berkaitan dengan penumpang, diantaranya ada masalah pemberian rating bintang satu, pembatalan sepihak dari pelanggan, dan order fiktif yang semuanya dapat memengaruhi performa driver. 

Bintang satu dari pelanggan

Bintang satu merupakan peringkat paling jelek yang diberikan pelanggan dalam penilaian pada pengemudi, yang tentu saja tidak pernah pengemudi harapkan. 

Namun demikian, ada baiknya pemberian rating bintang satu dari pelanggan ini disikapi dengan bijaksana oleh manajemen Gojek. 

Karena bisa jadi pemberian peringkat bintang satu ini sangat subyektif, hanya melihat dari sudut pandang pelanggan saja. Ini artinya, penyebab peringkat bintang satu itu bukan datang dari driver.

Mungkin saja hal ini terjadi karena sikap pelanggan sendiri yang memang alay dan lebay. Tipe pelanggan yang seperti ini pasti ada saja.

Misalnya karena merasa sudah membayar jasa Gojek, penumpang seenaknya meminta driver menuruti keinginannya. Seperti singgah di berbagai tempat selama perjalanan dan dalam waktu yang tidak sebentar. Atau membawa anak dan barang yang banyak secara bersamaan padahal hanya memesan Gojek motor. 

Lalu ketika driver terlihat keberatan, pelanggan tersinggung dan langsung memberi bintang satu. Padahal itu jelas-jelas kesalahan pelanggan. 

Atau bisa pula karena sebab-sebab lainnya yang sebenarnya sepele. Ketika penumpang norak dan ingin dilayani bagai sultan, tetapi tidak memperolehnya. Maka rating bintang satu itupun menjadi tumpahan kekesalan mereka. Tentu kekesalan ini sangat tidak beralasan. 

Satu video bahkan cukup viral di aplikasi TikTok. Tidak jelas kejadiannya kapan. Tampak seorang pelanggan, perempuan muda, yang memesan makanan melalui ojek online, menyuruh bapak driver untuk membuang makanan yang sudah di pesannya, sambil marah-marah. 

Sepertinya, sebab utamanya masalah sepele, hanya karena bapak driver ini tidak bisa naik ke lantai atas tempat kos (sepertinya) perempuan itu untuk mengantar pesanan tersebut. Padahal alasan bapak ini jelas, si bapak sedang sakit kaki. Mungkin asam urat atau keseleo, bisa dimaklumi. 

Si perempuan lalu dengan galaknya mengambil makanan dari bapak driver dan membuangnya ke tempat sampah yang ada di depan kamarnya. Sungguh perilaku pelanggan yang sangat tidak terpuji. 

Akibat insiden tersebut, bapak driver bahkan langsung di-skors dari perusahaan ojek onlinenya, selama tiga hari tidak boleh menerima order. Akibat laporan sepihak dari si pemesan makan tersebut. Sungguh tega. 

Screenshot dari aplikasi TikTok (dokumen pribadi) 
Screenshot dari aplikasi TikTok (dokumen pribadi) 

Oleh sebab itulah, pihak manajemen sebaiknya tidak langsung menyalahkan driver ketikabintang satu muncul atau ada keluhan dari pelanggan. Agar berimbang, alangkah baiknya dilakukan investigasi dan crosscheck terlebih dahulu baik pada pelanggan maupun pada pengemudi. 

Dengan melakukan kedua hal tersebut diharapkan dapat ditemukan kesimpulan yang benar atas musabab pemberian rating bintang satu tersebut atau komplain dari pelanggan..

Pembatalan sepihak dari pelanggan

Sebagai pelanggan, saya sendiri pernah membatalkan pesanan, beberapa kali bahkan.

Paling sering penyebabnya bukan karena driver, tetapi datang dari saya sendiri. Misalnya karena salah memasukkan alamat, atau menunda/membatalkan keberangkatan karena sesuatu hal. 

Membatalkan order karena sebab lainnya pernah juga. Biasanya dipicu oleh situasi yang sedang urgen sekali dan butuh cepat, sementara posisi pengemudi dan kendaraannya masih sangat jauh. Akibatnya dengan sangat terpaksa pesanan saya cancel, lalu saya buat order baru atau beralih ke aplikasi ojek online lainnya. 

Dengan melihat contoh-contoh tersebut, maka alangkah baiknya bila pembatalan dari pelanggan tidak dilihat sebagai kesalahan driver. Kecuali pembatalan terjadi berulang oleh pelanggan yang berbeda-beda, maka perlu ada penyelidikan lebih lanjut dari pihak Gojek. Mungkin saja situasi driver memang sedang sulit karena sesuatu hal yang mendesak. 

Order fiktif

Miris ketika mendengar ada driver ojol ditipu dengan order fiktif. Membeli pesanan makanan (go food) hingga ratusan ribu rupiah, tetapi ternyata order tersebut bohongan. 

Atau pemesan menolak menerima dan mrmbayar pesanan karena dianggap tidak sesuai pesanan. Hal ini tentunya terjadi pada pesanan dengan cara bayar tunai. 

Pelanggan iseng dan seenaknya memang ada saja. Orang-orang seperti ini umumnya sudah mati hati nuraninya. Mereka tidak memiliki lagi rasa iba atau belas kasihan pada orang lain. 

Entah dimana mata hatinya saat mengerjai driver ojek online. Menganggap itu sebagai hal lucu, bahan olok-olokan, atau prank. Sementara driver mengerjakannya dengan sepenuh hati demi memberi makan keluarganya, demi uang yang mungkin nilainya tidak seberapa di mata pelanggan. 

Untuk itulah, tidak berlebihan bila harus ada perlindungan bagi driver. Agar tidak ada lagi pengemufi ojol yang jadi korban orang-orang tidak bertanggung jawab ini. 

Dengan demikian, mungkin lebih tepat bila fitur go food atau pemesanan makanan di Gojek sebaiknya hanya melayani pembayaran via saldo elektronik pelanggan saja, seperti gopay atau paylater, tanpa ada opsi pembayaran tunai. 

Jadi saldo akan otomatis langsung dipotong dari saldo elektronik pelanggan atau masuk dalam tagihan, ketika makanan yang dipesan disiapkan. 

Dengan cara demikian diharapkan tertutup kemungkinan pesanan fiktif atau penolakan membayar dari pemesan. 

Memang ada kebijakan dari manajemen untuk memberi penggantian uang kepada mitranya bila menjadi korban order fiktif. Hanya saja, akibat hal tersebut pengemudi tetap sudah mengalami kerugian baik dari sisi waktu maupun tenaga. Dengan demikian, hal tersebut harusnya diantisipasi dengan benar. 

***

Pelanggan ojek online dan dan pengemudi Gojek merupakan dua pihak yang saling membutuhkan. Baik penberi dan penerima jasa saling mendapatkan keuntungan. 

Untuk itu, sebaiknya jangan ada anggapan satu pihak lebih tinggi kedudukannya dari pihak lain sehingga bisa bersikap seenaknya. (MW) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun