Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tidak Harus Pergi Jauh, Sambil Kuliah pun Bisa Jadi Relawan

9 Februari 2022   12:00 Diperbarui: 10 Februari 2022   10:34 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mahasiswa menjadi relawan (Pexels.com/JULIA.M.CAMERON)

Sebagai mahasiswa, kamu tentu tidak ingin hanya menjadi mahasiswa kupu-kupu, alias mahasiswa kuliah-pulang, kuliah-pulang, kan? Atau menjadi mahasiswa yang hanya tahu 3K, kampus, kos, dan kantin? Untuk itu kamu bisa aktif di luar perkuliahan, antara lain dengan menjadi relawan.

Menjadi Pengajar di SMO-GMKI cabang Bogor

Ketika kuliah tahun pertama di IPB, seorang teman seangkatan mengajak untuk bergabung menjadi anggota organisasi GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) cabang Bogor. Keanggotaan GMKI berasal dari berbagai kampus di kota Bogor, tetapi mahasiswa IPB mendominasi.

Semula saya tidak tertarik dengan tawaran ini. Jujur saya kurang suka ikut organisasi. Harus sering-sering bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang serta menghabiskan banyak waktu di luar rumah bukanlah passion saya.

Namun, penolakan saya berubah menjadi ketertarikan ketika teman saya ini berkata bahwa di GMKI cabang Bogor ada kegiatan pelayanan Sekolah Minggu Oikumene (SMO).

Kegiatan SMO ini adalah kegiatan melaksanakan ibadah Minggu khusus bagi anak-anak Nasrani yang berdomisili di wilayah sekitar markas GMKI.

Jafi, SMO-GMKI mengakomodasi anak-anak usia 0-12 tahun yang oleh karena berbagai alasan tidak bisa pergi beribadah Sekolah Minggu ke gerejanya masing-masing Anak-anak tersebut berasal dari berbagai gereja di Kota Bogor.

Kegiatan pelayanan ini bersifat sukarela bagi setiap anggota GMKI yang terpanggil, tanpa bayaran seperserpun. Walau begitu, saya tetap tertarik. Sejak saya anak-anak, saya sudah suka dengan anak-anak, tentu pada yang usianya lebih muda dari saya. Saya ingat, waktu SD, saya sudah senang momong sepupu-sepupu yang masih bayi.

Ya sudah, akhirnya setelah mengikuti acara perkenalan organisasi, kami resmi terdaftar di GMKI cabang Bogor dan melayani sebagai guru pengajar di SMO atau biasa disebut sebagai kakak Sekolah Minggu.

Jumlah kami yang melayani di SMO tidaklah banyak. Setiap tahun, jumlah mahasiswa junior dan senior yang aktif melayani di sana sepertinya tak lebih dari 10 orang.

Itu sebabnya kami para pengajar, akhirnya cukup dekat satu sama lain. Apalagi umumnya kami melayani di SMO hingga lulus kuliah. Intensitas pertemuan yang nyaris setiap minggu membuat kami merasa seperti satu keluarga.

Hal yang saya sukai di SMO, selain berinteraksi dengan anak-anak, tidak banyak waktu pribadi yang tersita. Kami tetap bisa membagi waktu antara kuliah dan mengajar di SMO.

Setiap hari Minggu, pukul 8 pagi kami sudah harus siap di markas GMKI untuk mengajar. Berhubung rentang usia anak yang kami layani cukup besar yakni 1-12 tahun, kami membagi anak-anak ke dalam 3 kelas. Kelas kecil yaitu 0-5 tahun, kelas sedang 6-8 tahun, dan kelas besar 9-12 tahun.

Untuk itu, dibutuhkan minimal 3 kakak pengajar setiap minggunya. Kendati demikian, bila banyak dari kami yang berhalangan mengajar, kami bisa menggabungkan anak-anak menjadi satu kelas. Jumlah anak yang kami layani tidak banyak, saya lupa jumlah pastinya, tetapi kisaran maksimal 20-an anak.

Tugas dan kewajiban inti kami di SMO ini adalah mengajar setiap hari MInggu. Namun, di samping itu, kami juga berperan sebagai guru Agama Kristen bagi anak-anak kami yang tidak memiliki guru Agama Kristen di sekolahnya. Untuk itu, kami juga wajib menyiapkan berkas ulangan atau mengirimkan nilai hasil belajar di setiap akhir semester ke sekolah masing-masing anak.

Tidak hanya itu. sesekali kami juga berkunjung ke rumah anak-anak tersebut bila kami mendengar ada anak yang sakit, atau ada anak yang sudah lama tidak hadir di hari Minggu dan tidak ada kabar.

Kegiatan SMO ini benar-benar minim dana. Seingat saya benar-benar tidak ada anggaran dana dari organisasi. Untungnya setiap ibadah Sekolah Minggu, ada kantung persembahan yang diedarkan baik untuk anak-anak maupun kami kakak pengajar.

Dari situlah kami memperoleh dana untuk menjalankan SMO, meskipun dana tersebut juga tidaklah besar. Dana tersebut kami butuhkan untuk membeli buku materi dan alat peraga untuk persiapan mengajar selama satu tahun ajaran.

Materi dan bahan peraga ini biasanya kami beli di Toko Buku Imanuel Jakarta yang memang cukup lengkap menyediakan buku-buku Kristen.

Di samping itu, kebutuhan akan dana juga kami perlukan untuk dua hari raya besar setiap tahunnya, yaitu Natal dan Paskah. Meskipun kami tidak berada di bawah naungan gereja tertentu, tetapi kami ingin anak-anak ini tetap merasakan suasana perayaan seperti anak-anak lainnya yang beribadah di gereja. Kami ingin mereka bisa tetap merayakan Natal dan Paskah dengan suasana berbeda dan meriah.

Untuk itu, menjelang kedua perayaan ini biasanya kami mulai mencari dana tambahan, baik ke orangtua murid maupun ke pihak lain. Syukurlah, kami banyak terbantu dengan banyaknya tangan-tangan yang sukarela memberi.

Misalnya, untuk merayakan Natal, kami biasanya menumpang di berbagai gereja yang ada di Kota Bogor. Dan untuk itu tidak pernah diminta uang sewa, artinya kami bisa memakainya secara gratis. Syaratnya asalkan kami tetap menjaga kebersihan gereja setelah digunakan.

Kami juga biasanya mendapatkan banyak sumbangan makanan dari orangtua murid, untuk mengisi goodie bag dan kotak konsumsi bagi anak-anak.

Sedangkan untuk perayaan Paskah, kami biasanya menggelar ibadah di tempat-tempat terbuka seperti di Kebun Raya Bogor. Terkadang kami juga mencari tempat-tempat yang sedikit lebih jauh dan berbeda agar anak-anak lebih excited. Seperti di kawasan Pasir Angin, Puncak, Bogor. Untuk menentukan tempat, biasanya kami melakukan survey beberapa waktu sebelumnya.

Kalau saya ingat lagi, kami cukup berani waktu itu. Saya pernah pergi survei berdua saja dengan seorang teman sesama pengajar, perempuan juga, ke kawasan Pasir Angin, Puncak, Bogor. Padahal tempatnya jauh masuk ke dalam kawasan perbukitan dekat hutan Pinus. Saya juga pernah pergi survei ke kawasan Gunung Bunder, Bogor, berdua juga dengan teman wanita ini.

Kalau kondisinya seperti sekarang sepertinya saya tidak akan berani, mengingat makin ekstremnya kekerasan seksual pada wanita.

Manfaat sebagai sekuarelawan

Banyak manfaat yang saya rasakan dengan menjadi sukarelawan mengajar di SMO-GMKI. 

1. Tidak mengukur segala sesuatunya dari segi materi atau uang.
Ada hal-hal yang kita lakukan tidak harus dilihat dari sisi untung rugi atau dari sisi materi. Ada kalanya kita melakukan itu justru mengeluarkan uang. Tetapi tidak menjadi soal selana apa yang kita lakukan itu bisa membawa kepuasan batin. 

Kegiatan pelayanan kami ini tidak dibayar, bahkan seringkali kami mengeluarkan dana dari kantung pribadi. Padahal saat itu kami masih mahasiswa. Kiriman orangtua pun terbatas. Tetapi kami senang melakukannya karena kami merasakan kepuasan batin yang luar biasa.

2. Mengenal banyak orang dan banyak karakter.
Selama beberapa tahun menjadi pengajar, saya bergaul dekat dengan berbagai pribadi dengan berbagai karakter, baik anak-anak yang saya layani maupun sesama rekan mahasiswa. Sedikit banyak hal ini melatih saya untuk menyesuaikan diri dan menerima berbagai perbedaan khususnya dari sisi karakter.

3. Belajar berorganisasi dan koodinasi.
Sekalipun pada dasarnya saya kurang suka berorganisasi, tetapi dengan aktif beberapa tahun di SMO saya sedikit belajar bagaimana berorganisasi, juga berkoordinasi baik secara internal maupun eksternal.

4. Belajar Alkitab dan menumbuhkan keimanan.
Karena yang saya ajarkan kepada anak-anak adalah pengetahuan agama Kristen, mau tidak mau saya harus banyak membaca Alkitab. Bukan sekadar membaca, tetapi mempelajarinya lebih dalam lagi.

Hal ini menjadi nilai plus buat saya. Saya jadi belajar dan banyak tahu berbagai cerita, kisah, sejarah, tokoh-tokoh dalam Alkitab, juga perintah dan hukum-hukum Tuhan. Secara tidak langsung, kegiatan tersebut menumbuhkan keimanan saya.

5. Memiliki pengalaman bermanfaat bagi orang lain di luar kuliah.
Ya, paling tidak saya nggak jadi mahasiswa kupu-kupu dan mahasiswa yang hanya tahu 3K lah ya. Membosankan sekali kalau begitu kan.

Paling tidak juga, hidup saya bisa bermanfaat meskipun saat itu saya sendiri belum bekerja dan belum menghasilkan uang. Selama tahun-tahun bermukim di Bogor saya jadi punya pengalaman lain yang bisa diceritakan selain kuliah. Contohnya ya ini, saya bisa menulis pengalaman tersebut menjadi sebuah artikel, asyik kan, hehe...

Jadi, buat kamu yang masih kuliah, kamu pun bisa menjadi sukarelawan ya. Menjadi relawan tidak harus pergi jauh, kok. Kamu bisa menjadi relawan di sekitar kampus atau di kota di mana kamu tinggal.

Misalnya, kamu mungkin bisa pergi ke panti jompo untuk membantu berbagai kegiatan para lansia di sana. Atau kamu bisa pergi ke panti-panti asuhan untuk bermain dan menghibur anak-anak yatim piatu di tempat itu. 

Nah, untuk terhubung ke tempat-tempat atau berbagai kegiatan kemanusiaan tersebut, ada kalanya kamu harus bergabung dulu dalam wadah organisasi baik yang ada di dalam maupun di luar kampus.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun