Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kembali WFO dengan Segala Konsekuensinya, Semangat!

12 November 2021   05:30 Diperbarui: 13 November 2021   09:33 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berangkat kerja untuk WFO (Shutterstock via Kompas.com)

Banyak perusahaan kembali menerapkan WFO bagi karyawannya. Kondisi pandemi yang semakin membaik membuat mereka yang WFH bersiap kembali WFO.

Sejak bulan September, mas suami sudah kembali bekerja di kantor alias WFO. Tidak dengan sistem hybrid work seperti sebelumnya, tetapi sudah full time.

Meskipun harus kembali bekerja penuh lima hari seminggu, suami justru menyambutnya dengan gembira.

Sejak beberapa bulan sebelumnya, suami memang sudah sangat merindukan kembali bekerja WFO full time. Suami bukannya tidak suka sistem hybrid work, dimana ada saatnya WFH beberapa hari dalam seminggu.

Hanya saja, bagian pekerjaan suami memang tidak bisa dikerjakan dari rumah. Ada sistem yang saling berkaitan dan banyak kepentingan antarbagian di dalam pekerjaannya. Akibatnya, tidak banyak yang bisa dikerjakan selama bekerja di rumah atau WFH. 

Hal yang bisa dilakukan selama WFH paling banyak hanya breefing, meeting, training, atau membuat dan mengirim report. Jadi, suami merasa WFH tidak berpengaruh signifikan pada hasil kerjanya, bahkan sebaliknya, membuat situasi pekerjaan menjadi lebih ribet.

WFH juga kadang membuat suami frustrasi. Frustrasi akan  muncul ketika rekan kerja dalam timnya yang sedang WFO menghadapi kesulitan dalam pekerjaan.

Begitu besar keinginannya untuk membantu dan menyelesaikan kesulitan tersebut, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa karena semua sistem ada di kantor.

Suami paling hanya bisa meminta tolong pada rekan dari tim lain. Itupun bantuannya tentu tidak bisa maksimal. Bukan hanya itu, kerja jarak jauh juga menyebabkan menurunnya efektivitas dan kolaborasi tim.

Akibatnya bisa dipastikan, kinerja dan produktivitas tim menurun drastis selama hybrid work diterapkan.

Kembalinya sistem WFO full time membuat suami sangat bersemangat. Suami sangat berharap rutinitas WFO full time akan mengembalikan kinerja dan produktivitas timnya ke tingkat seperti masa sebelum pandemi.

Saya sendiri sangat kagum melihat semangatnya. Kalau saya ada di posisinya, belum tentu saya akan segembira itu menyambut kembalinya WFO. 

Hal serupa bisa jadi dirasakan sebagian mereka yang selama ini sudah merasa nyaman bekerja dari rumah. Seiring dengan segala kenyamanan WFH, memulai kembali bekerja di kantor seperti mengubah kebiasaan dan harus mnghadapi situasi baru.

Buat mas suami sendiri, kembalinya rutinitas bekerja dari kantor berarti kembali harus siap memikul segala jenis konsekuensi pekerjaan. Bukannya selama WFH tidak ada konsekuensi pekerjaan, tetapi konsekuensi itu akan dirasakan sepenuhnya ketika WFO.

Kembali berkutat dengan target, kembali bersiap menghadapi pressure secara langung, termasuk siap bermacet-macet ria sepanjang perjalanan berangkat dan pulang kantor. 

Akan tetapi, sepertinya semangatnya mampu mengalahkan segala beban konsekuensi yang harus diemban. Orientasi kepada hasil menjadi penyemangat utama.

Untuk saya sendiri sebagai pendamping, mau hybrid work, WFH atau WFO tidak jadi masalah. Selama suami nyaman dan menikmatinya, saya akan mendukung sepenuhnya.

Kalau dilihat dari sisi kenyamanan sebagai istri, memang lebih nyaman bila suami WFH. Saya bisa 24 jam bersama suami. Sembari WFH, suami juga bisa membantu saya dalam pekerjaan rumah tangga.

Saya pun tidak perlu repot-repot bangun lebih dini guna menyiapkan sarapan dan kebutuhannya untuk ke kantor. 

Kembalinya suami WFO, berarti agenda saya sebagai ibu rumah tangga akan kembali dimulai lebih awal setiap harinya. Saat hari masih gelap saya sudah harus bangun dan mulai berjibaku di dapur. 

Namun, di atas semua kerepotan itu, kenyamanan suami tetap yang utama bagi saya. Sebagaimana suami bersemangat, saya pun ikut bersemangat. Tidak jadi soal saya akan kembali repot dengan tambahan beban pekerjaan rumah tangga.

Lalu bagaimana bila ditinjau dari sisi kesehatan karena pandemi memang belum usai? Saya rasa selama protokol kesehatan dilaksanakan dengan penuh kedisiplinan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Penerapan protokol kesehatan di kantor suami juga sangat ketat. Vaksinasi pun menjadi syarat utama bagi karyawan bila ingin kembali bekerja di kantor.

Jadi intinya, kalau perusahaan tempat kita atau pasangan kita  bekerja sudah mewajibkan kembali WFO, ayo tetap semangat. Jangan membantah, mengeluh, atau membanding-bandingkan. Paling tidak, bersyukurlah bahwa kita masih memiliki pekerjaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun