Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Pengalaman Melihat Pasien Kritis Diteror dan Disakiti Roh Jahat

29 Oktober 2021   11:14 Diperbarui: 1 November 2021   01:07 2046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejadiannya sekitar tiga tahun lalu saat saya dirawat di rumah sakit.

Tiga tahun lalu, tepatnya tahun 2018 saya terpaksa harus menginap di rumah sakit selama 4 hari. Faktor kelelahan dan pola makan yang berantakan menjadi pemicu saya terkena thypus.

Waktu menunjukkan pukul 22.30 saat saya didorong di kursi roda dari ruang UGD menuju ruang rawat inap. Kamar yang kami pilih adalah ruang rawat kelas dua dengan tiga tempat tidur berderet.

Ketika memasuki kamar, saya dibawa ke tempat tidur yang ada di bagian tengah. Kedua tempat tidur lainnya telah terisi pasien.

Untuk tempat tidur di sisi dekat pintu masuk ditempati oleh seorang ibu dengan postur sedikit gemuk, berusia sekitar 50-an tahun. Saya sempat melihatnya ketika saya masuk ke kamar. Kebetulan gorden penutup sedang dibuka. Beberapa anggota keluarga terlihat menemani di sisi kiri dan kanannya. Posisinya ada di sebelah kanan tempat tidur saya.

Sementara di sisi sebelah kiri tempat tidur, bersebelahan dengan kamar mandi, ditempati seorang ibu usia 60-an tahun. Si Ibu sedang bersiap menjalani operasi pengangkatan tumor. Ini saya ketahui ketika berbincang-bincang keesokan harinya.

Setelah saya mapan di tempat tidur, kakak dan ibu saya yang ikut mengantar pun pulang, sementara suami stay menemani saya malam itu bahkan sampai malam terakhir saya dirawat di sana. Tidur satu ranjang dengan saya, hahaha... Untung susternya nggak komplain.

Jujur saya nggak mau tidur sendiri di rumah sakit. Pikiran saya bisa kemana-mana. Tidak masalah tidur sempit-sempitan dengan suami, yang penting hati dan pikiran saya tenang.

Ketika itu, meskipun sudah berbaring, saya tidak bisa langsung tertidur, mungkin karena di tempat asing. Tidak ada suara dari pasien di sebelah kiri saya, sepertinya sudah tidur. Sedangkan sedikit keriuhan masih terjadi pada pasien di sebelah kanan saya, ibu-ibu usia 50-an tahun itu. 

Terdengar perawat beberapa kali keluar masuk kamar menghampiri si ibu. Si ibu ini sepertinya sangat gelisah. Si ibu mengeluh berbagai hal, mulai dari tidak bisa tidur, perutnya sakit, kakinya sakit, posisinya nggak enak, dan entah apa lagi.

Ketika akhirnya saya tertidur malam itu, saya masih sempat terbangun beberapa kali karena suster yang datang memeriksa dan sempat memasukkan obat lewat infus.

Saat saya terbangun itu saya masih mendengar ibu di sebelah kanan saya belum tidur juga. Sayup-sayup saya masih mendengar suaranya dan suara perawat yang bolak-balik.

Keesokan paginya saya dibangunkan suami jam setengah enam pagi. Suami hendak pulang, mandi dan berangkat ke kantor. 

Saya memang melarangnya izin atau cuti. Kebetulan saat itu hari Jumat, tanggung. Saya pun masih bisa sendiri dari pagi hingga sore.

Horor pun dimulai tak lama setelah suami pergi.

Si ibu di sebelah kanan saya mulai mengeluh karena "sosok" asing yang mengganggunya.

Sepertinya kegelisahannya sejak malam sebelumnya akibat sosok itu, cuma baru disadari dan dilihatnya saat pagi menjelang.

Semula saya tidak terlalu memperhatikan, tetapi karena jarak yang cukup dekat di samping saya membuat telinga saya mau tidak mau menyimak apa yang terjadi.

"Pak, tolong Pak, dia datang, Pak" keluh si Ibu pada suaminya yang menunggunya.

"Nggak ada siapa-siapa, Bu," jawab sang suami.

"Ada Pak, dekat kaki Ibu, Pak,"

"Cepat, Pak, tolong, Pak, usir, Pak,' suara si Ibu dengan nada suara memohon.

Lalu saya mendengar suaminya seperti mengambil sesuatu dan berusaha menghalau "sosok" tersebut.

"Hush, hush, pergi, pergi," usir sang suami.

Tak lama, terdengar lagi.

"Pak, dia naik ke perut Ibu, Pak. Sakit, Pak. Dia duduk di perut Ibu, Pak." 

"Dia di sini, Pak. Pindah lagi ke sana, Pak."

Sayangnya, si Ibu itu sendiri yang hanya melihat si makhluk asing ini. Suami dan anaknya tidak melihatnya.

Tidak ada satu pun di ruangan itu yang melihat apa yang dilihat si ibu. Bahkan perawat bilang tidak ada siapa-siapa.

Saya yang mendengar keributan dan keanehan tersebut mulai ngeh. Sepertinya setan, roh jahat atau apapun itu yang sedang meneror si ibu.

Saya beberapa kali memang mendengar kisah-kisah tentang pasien sekarat yang diteror roh jahat.

Kedatangan roh-roh jahat ini bukan lagi sekadar mengganggu tetapi meneror, menebarkan ketakutan, dan menyebabkan kesakitan pada pasien sekarat.

Dalam kepercayaan saya, seseorang yang semasa hidupnya dipenuhi dosa dan tidak bertobat, maka menjelang kematiannya, akan banyak roh-roh jahat yang mengerubutinya dan siap membawa roh orang tersebut ke neraka.

Sedangkan bagi mereka yang hidup baik dan bertobat sungguh-sungguh, rohnya akan dijemput para malaikat surgawi untuk dibawa ke surga.

Saya tidak bermaksud menghakimi si ibu, tetapi melihatnya mengalami kondisi tersebut, mengingatkan saya pada apa yang saya pelajari dan pahami selama ini.

Roh jahat tersebut terus menyakiti si ibu sepanjang pagi itu.

"Kukunya panjang-panjang, Pak," lanjut si ibu dengan penuh nada ketakutan.

"Badannya besar, Pak."

"Kaki Ibu ditarik, Pak, aduuuh sakit, Pak," 

"Perut Ibu diinjak-injak, Pak, sakiiiit,"

Nada-nada ketakutan dan kesakitan dari si Ibu sempat membuat saya merinding. Menyadari kehadiran makhluk tersebut dan tindakan roh jahat ini yang menyakiti dan menyiksa si ibu.

Durasi kedatangan perawat ke kamar kami pun semakin pendek. 

Saya tidak tahu apa penyakit ibu itu, tetapi pagi itu si ibu buang air besar di tempat tidur. Baunya memenuhi ruangan. Keluarga tampak mulai panik. Perawat-perawat pun mondar-mandir masuk ke ruangan.

Sekitar jam 9 pagi tiba-tiba saya mendengar si Ibu akan segera dipindahkan ke ruang ICU.

Saya tidak menyangka secepat itu akan dipindahkan ke ICU, karena si ibu masih aktif bersuara. Meskipun yang dibicarakan melulu hanya si makhluk itu.

Entah apa masalahnya, sepertinya si Ibu dalam kondisi kritis sekalipun masih sadar.

Sesuai dengan kepercayaan saya, saat itu juga saya menguatkan hati dengan berdoa dan menyenandungkan lagu-lagu pujian, meskipun dengan suara yang sangat minim.

Saya pun menyetel lagu-lagu rohani di handphone saya dengan volume rendah. Bahkan setelah ibu itu dibawa ke ICU, saya tak berhenti berdoa dalam hati.

Pengalaman ini tak pernah terlupakan. Saya anggap ini sebagai pengalaman berharga.

Bahwa rumor berkata banyak roh jahat berkeliaran di rumah sakit sepertinya memang benar. 

Kejadian ini pun terus mengingatkan saya untuk hidup dalam pertobatan dan menjauhi yang jahat.

Orang bebas berpendapat tentang kejadian seperti yang saya alami, sesuai dengan kepercayaan dan pemahaman masing-masing.

Namun, bagi saya kematian adalah keniscayaan. Sikap hidup akan menentukan seperti apa jelang kematian nanti. Apakah roh jahat yang akan menjemput ataukah malaikat surgawi.

Salam.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun