Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

"Membuat" dan Memanfaatkan 2T untuk Mendukung Net Zero Emission

24 Oktober 2021   19:23 Diperbarui: 24 Oktober 2021   19:24 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk mengatasi kondisi tersebut, ada baiknya setiap orang, kelompok, atau setiap rumah tangga mulai bertanggungjawab pada sampahnya msaing-masing, guna mencegah sampah berakhir di TPA. Diantaranya, dengan sedikit usaha kita bisa mengolah sampah organik dan berpartisipasi mengurangi pelepasan gas metana ke alam.

Sampah organik sisa pengolahan makanan, seperti kulit sayur dan buah, juga sisa makanan yang kita makan akan membusuk dan menghasilkan gas metana. Bila dibunag ke TPA dan dibiarkan membusuk begitu saja tanpa ada perlakuakn apapun (disebut juga dengan istilah open dumping), gas metana yang dihasilkan akan lepas ke atmosfer dan menumpuk di sana serta berkontribusi menciptakan pemanasan global.

Salah satu cara yang sederhana dan murah mencegah gas metana lepas ke alam dari sampah organik adalah dengan mengoksidasi metana dengan tanah penutup.

Proses oksidasi gas metana adalah sebuah proses yang mengubah gas metana menjadi air, karbondioksida, dan biomassa. Proses oksidasi metana tergantung pada beberapa faktor seperti adanya mikroorganisme metanotrofik, ketersediaan oksigen dan metana, media yang memiliki cukup nutrien sebagai sarana pendukung pertumbuhan mikroorganisme, dan tingkat kelembaban yang cukup pada media. Temperatur optimal untuk oksidasi gas metana berkisar antara 25ºC hingga 35ºC. Ini artinya, iklim Indonesia sangat ideal bagi proses oksidasi tersebut.

Proses ini sangat mudah dilakukan bahkan bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan sekalipun, yang memiliki halaman yang sempit, atau yang tidak memiliki halaman sama sekali.

Caranya sangat mudah. Kita hanya perlu mengumpulkan sampah organik sisa rumah tangga. Bila kita tidak memiliki halaman, kita harus menyediakan wadah seperti ember, atau kontainer bekas. Kemudian sampah organik kita masukkan ke dalamnya, lalu tutup dengan tanah. Untuk pertama kali, kita bisa menggunakan tanah apa saja, termasuk tanah kebun atau tanah pasir sisa pembangunan rumah. 

Bila ember dan kontainer yang digunakan tanpa penutup, di bagian atas bisa diletakkan beberapa batu bata sebagai penutup. Gunanya untuk menghindari tikus atau kucing mengacak-acak sampah tersebut.

Akan lebih mudah untuk mereka yang memiliki halaman dengan tanah yang belum tertutup semen, conblock atau paving block. Cukup menggali lubang di halaman dan mengubur sampah organik di sana.

Adanya tanah penutup yang menutup sampah organik akan menahan pelepasan metana ke alam. Sesekali tambahkan air untuk menjaga kelembaban agar mikroba pengurai sampah tetap dapat beraktivitas.

Dalam beberapa minggu, sampah organik akan menyusut dan berubah warna menjadi coklat kehitaman. Dalam kondisi ini, sampah organik telah berubah menjadi tanah kompos. Kemudian kita bisa menyaringnya untuk mendapatkan tekstur kompos yang lebih halus.

Tanah kompos yang tercipta sebagian bisa kita manfaatkan untuk media tanam dan pupuk. Sedangkan sebagian lagi bisa kita manfaatkan untuk menutup sampah organik baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun