Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Lantaran Sudah Divaksin, Masker Tidak Penting Lagi?

5 Oktober 2021   22:48 Diperbarui: 6 Oktober 2021   13:43 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga berjalan di depan mural dengan tema COVID-19 di halaman Balai Kota Depok, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/1/2021).| Sumber: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww.

Kemarin malam, sepulang suami dari kantor, saya mengajaknya membeli roti bakar. Tidak jauh dari tempat tinggal kami, di dekat Pasar Pondok Labu.

Setibanya di depan gerobak roti bakar, alih-alih langsung memesan, perhatian saya malah teralihkan pada keadaan malam Jakarta yang masih hiruk pikuk sekalipun waktu sudah menunjukkan nyaris pukul sembilan malam.

Kendaraan dan pejalan kaki yang lewat masih cukup ramai. Terlebih di tempat ini merupakan kawasan penjualan makanan kaki lima yang sangat ramai di malam hari. Berderet gerobak makanan di sepanjang sisi jalan. Ada roti bakar, pecel lele, nasi goreng, bubur kacang ijo, sate padang, dimsum, bebek panggang, susu jahe, martabak, bahkan ada minimarket di sudut jalan. 

Melihat saya sedang asyik menikmati pemandangan malam, suami berinisiatif memesan ke abang penjualnya, roti bakar isi nanas coklat.

Tak lama, suami menarik saya untuk duduk di kursi kayu panjang yang disediakan penjual roti bakar. Ada sepasang muda-mudi duduk di ujung kursi sambil berpegangan tangan, dengan tangan sang wanita di pangkuan sang lelaki. Di balik masker saya jadi senyum-senyum sendiri, mesranya anak muda...

Sadar sedang memesan roti bakar, pandangan saya beralih pada abang penjual. Sempat saya perhatikan si abang yang sedang beraktivitas memotong roti, mengolesinya dengan selai, lalu menaruhnya di atas panggangan. Terlihat asik melihat kecekatannya memanggang banyak roti dalam waktu singkat.

Beberapa saat kemudian, saya mulai merasa seperti ada yang salah dengan si penjual ini. Setelah saya perhatikan lebih seksama, benar saja, saya baru ngeh, si abang penjual roti bakar enggak pakai masker. Alamaaak...

Apa daya saya sudah memesan. Kalau belum, mendingan enggak jadi beli.

Saya pun nyeletuk ke suami, "Koq enggak pakai masker sih?"

"Siapa?" tanya suami balik. Ternyata suami juga enggak sadar kalau si penjual ini tanpa masker.

"Abangnya," saya mengarahkan dagu ke si penjual.

Suami hanya bisa meringis.

"Mau dibatalkan?" lanjut suami.

"Udahlah," saya tidak enak aja batalin pesanan.

"Nanti kita panasin lagi di rumah," hibur suami. Maksudnya agar lebih yakin roti bakarnya higienis, bisa dipanaskan lagi di rumah.

Sembari terus memperhatikan aktivitas abang penjual, saya bertanya-tanya dalam hati. Mungkinkah abang ini tidak memakai masker sejak menggelar dagangannya sedari sore? Ataukah maskernya baru dilepas?

Mata saya pun mencari-cari dimana gerangan abang penjual ini menaruh maskernya. Namun, mata saya tidak menemukan masker tersebut.

Keinginan untuk bertanya pada si penjual perihal mengapa tak memakai masker pun saya tahan dulu. Melihat masih banyaknya pelanggan yang antre, saya menahan diri, tak ingin juga membuatnya malu di depan banyak orang.

Saya melihat juga, si penjual tidak menggunakan sarung tangan. Dengan tangan yang sama, si penjual memegang roti, memegang kantung plastik, memegang lap, dan menerima uang pembayaran dari pembeli. Duuuh....

Sebenarnya masalah kebersihan para pedagang makanan gerobak pinggir jalan merupakan masalah klasik. Jarang sekali saya temukan pedagang makanan kaki lima menggunakan sarung tangan selama menyiapkan makanan jualannya.

Padahal sarung tangan plastik sangat murah harganya. Saya juga sering membelinya untuk keperluan di rumah. Saya membeli di Alfamart, satu kotak isi 100 pieces hanya Rp 10.000 rupiah. 

Bila dalam satu malam saat berjualan, si penjual hanya menggunakan 2 lembar sarung tangan, satu kotak cukup untuk pemakaian hampir dua bulan. Kurang irit apa? 

Namun, herannya, jarang penjual makanan kaki lima yang peduli. Padahal hal ini menyangkut kebersihan makanan yang dikemasnya. Apalagi sekarang masih dalam situasi pandemi.

Keadaan kurang menyenangkan ini membuat saya penasaran terhadap keadaan sekitar. Penasaran seperti apa masyarakat menerapkan protokol kesehatan.

Perhatian saya langsung mengarah ke salah satu pembeli roti bakar yang menggunakan motor. Pembeli ini tampaknya suami istri dengan membawa dua anaknya. Dari keempat orang tersebut, hanya sang ibu yang menggunakan masker. Sedangkan ayah dan kedua anaknya tidak, bahkan masker menyangkut di dagu pun tidak ada. Hm, pelanggaran prokes lagi.

Tak lama saya melihat pula seorang berseragam petugas keamanan sedang berjalan sembari menerima telepon, tanpa masker. Masker yang seharusnya menutupi mulut, malah ditentengnya di tangan. Sudah tiga pelanggaran prokes yang saya lihat dalam beberapa menit saja.

Tak cukup sampai di situ, tiba-tiba dari arah samping gerobak roti bakar muncul seorang pengamen menggunakan harmonika. Sesaat sebelum pengamen ini meniup harmonika, maskernya pun dilepas dan dibiarkan menggantung di salah satu telinga.

Ilustrasi (Foto : M Risyal Hidayat/Kompas.com)
Ilustrasi (Foto : M Risyal Hidayat/Kompas.com)

Satu lagi pelanggaran prokes. Hanya dalam waktu beberapa menit saja, ada empat pelanggaran prokes yang saya dapati. Luar biasa.

Setelah pembeli hanya tinggal kami dan seorang bapak, saya pun menghampiri abang penjual roti bakar.

"Nggak pakai masker, Bang?" tanya saya.

Si abang menoleh sekilas ke arah saya, "Pakai, Bu." 

Lalu si abang mengeluarkan dan menunjukkan maskernya yang disimpan di bagian bawah gerobak. Bukannya langsung dipakai, masker tersebut hanya ditunjukkan ke saya lalu disimpan kembali.

Sambil melanjutkan memanggang roti, si abang mencoba menjelaskan kalau sebelumnya dia sudah memakai masker. Namun, karena hawanya panas, si abang penjual ini kemudian melepasnya maskernya.

Penjual ini lanjut mengatakan, bahwa dia juga sudah divaksin. Jadi beliau menganggap tidak akan bermasalah besar bila dia melepas masker saat berjualan.

Pola pikir dan tindakan dari abang penjual roti bakar ini jelas keliru dan tidak bisa dibenarkan. Tindakannya melepas masker selama berjualan bisa membahayakan dirinya sendiri maupun pelanggan. 

Di tengah situasi pandemi yang belum usai seperti saat ini, protokol kesehatan tetap harus dilaksanakan dengan ketat, baik sebelum ataupun setelah divaksin.

Pemerintah sendiri belum pernah mengeluarkan pernyataan bahwa orang boleh melepas masker bila sudah divaksin. 

Menilik berita hari ini di Kompas.com, kasus mingguan Covid-19 di Provinsi Jabar, Jateng, dan Jatim naik di atas 1000. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito dalam konferensi pers secara daring melalui YouTube Sekretariat Presiden (5/10/2021).

Selain itu penambahan kasus Covid-19 secara mingguan juga terjadi cukup banyak di DKI Jakarta, yakni 966 kasus dan Bali 588 kasus.

Ini artinya, masyarakat seharusnya tidak boleh lengah. Meskipun situasinya sudah jauh lebih membaik dibandingkan beberapa bulan lalu, tetapi tetap ada potensi penularan. Jangan sampai pelonggaran oleh pemerintah atas aktivitas sosial ekonomi masyarakat menjadi pemicu peningkatan kasus terinfeksi.

Terlebih jika kondisi itu tidak dibarengi dengan pelaksanaan dan pengawasan protokol kesehatan yang ketat. 

Saya sepakat dengan apa yang disampaikan Bapak Wiku, bahwa harus dipastikan di setiap tempat kerumunan terdapat satuan atau petugas yang ditugaskan untuk mengawasi protokol kesehatan.

Hanya sayangnya, di tempat pedagang kaki lima yang saya datangi kemarin tidak terlihat satupun satuan atau petugas pengawas. Ini terbukti dengan banyaknya pelanggaran atas protokol kesehatan.

Situasi kini memang sudah jauh lebih membaik. Kasus Covid 19 secara nasional terus mengalami penurunan setiap minggunya. Namun, bukan berarti kita jadi seenaknya, mengabaikan prokes. Jangan pula sampai ada anggapan "lantaran sudah vaksin, masker tidak penting lagi". Jangan!!!

Yuk, tetap jaga protokol kesehatan. Demi kebaikan dan kesehatan bersama. Demi cepat pulihnya aktvitas masyarakat. Demi cepat pulihnya negeri tercinta ini.

Salam.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun