Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mengantar Danau Toba Menuju Destinasi Wisata Kelas Dunia

26 September 2021   09:41 Diperbarui: 26 September 2021   09:46 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Danau Toba, siapa yang tidak kenal? Saat SD, dari Buku Pintar, saya tahu bahwa Danau Toba adalah danau terbesar di Indonesia.

Puji syukur saya memiliki kaitan dengannya. Kebetulan ayah saya berdarah Batak Toba, berasal dari Kampung Sihotang, desa kecil di Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. Letaknya berhadapan langsung dengan Pulau Samosir.

Pertemuan pertama saya dengan Danau Toba ketika pertama kali berkunjung ke sana tahun 80-an, saat saya masih SD. Menjelang berangkat, namamya anak-anak ya senang aja mau liburan ke rumah opung. Enggak terpikir kalau itu kesempatan luar biasa yang banyak dirindukan orang.

Sebelumnya ayah sudah sering bercerita tentang danau yang juga terbesar di Asia Tenggara ini beserta mitos dan legenda seputar keberadaannya. Cuma tetap saja, belum terbayangkan seperti apa wajah aslinya.

Perjalanan kala itu cukup panjang dan melelahkan, butuh waktu dua hari untuk bisa ketemu opung. Maklum tahun 80-an, transportasi tidak secanggih sekarang. Dari tempat kami tinggal di Pulau Belitung menuju Medan lanjut ke Danau Toba dan Pulau Samosir bukan perkara mudah, biayanya pun tidak sedikit. Apalagi kami berangkat enam orang, ayah, ibu dan empat anak. 

Beruntung saat itu ada pesawat AURI yang akan berangkat menuju Medan. Dibantu seorang kenalan ayah yang bertugas di sana, kami bisa terbang menumpang pesawat AURI.

Setelah menginap semalam di Medan untuk beristirahat, perjalanan dilanjutkan keesokan harinya menggunakan bus via Pematang Siantar, menuju Parapat untuk menyeberang ke Pulau Samosir. 

Rasa penat akibat perjalanan panjang sekitar 5 jam terbayarkan lunas ketika bus mulai memasuki kawasan Danau Toba. Jalan berkelok-kelok dan menurun menuju danau menyajikan pemandangan yang luar biasa indah. Dilihat dari ketinggian, Danau Toba begitu mempesona.

Dokpri
Dokpri

Didukung udara yang semakin sejuk, mata tak berhenti memandangi kecantikan Danau Toba. Semakin lengkap ketika kami tiba di Tigaras.

Tigaras merupakan salah satu pelabuhan di Parapat yang melayani penyeberangan feri menuju Pulau Samosir. Pelabuhan tujuan adalah Simanindo. Dari Simanindo kami bergerak lagi menuju Dermaga Pintu Batu. Dari sana menggunakan perahu kecil kami menyeberang ke Desa Sihotang.

dokpri
dokpri

Diiringi tiupan angin dingin, saya terpesona pada pemandangan Danau Toba. Kekaguman semakin memuncak ketika sudah berada di atas feri. Feri yang bergerak ke tengah danau, membawa penumpang ke tengah pemandangan yang kian memukau. Danau Toba tampak begitu megah.

Takpernah melintas dalam imajinasi saya sebelumnya kalau Danau Toba ternyata sangat indah. Rasanya seperti masuk ke dunia yang berbeda, seperti berada dalam lukisan alam.

Danau Toba juga terlihat sangat luas. Dalam benak kanak-kanak saya kala itu, ini danau jenis apa, kok kayak lautan? Beberapa bukit di sisi danau sampai takterlihat jelas saking jauhnya. Jangan tanya air danaunya seperti apa, biru, bersih, dan sangat tenang. 

Kemudian hari saya mengerti, mengapa Danau Toba begitu luasnya, mencapai panjang 100 km dan lebar 30 km, dengan luas 1.145 km2, serta mencapai kedalaman 505 meter. Ternyata sejarah Danau Toba sungguh ajaib. Danau Toba adalah kaldera yang terbentuk akibat letusan dahsyat Gunung Api Purba Toba, yang merupakan gunung api supervolcano.

Gunung api ini telah meletus sebanyak tiga kali, 800.000 tahun lalu, 500.000 tahun lalu, dan erupsi termuda dan paling dahsyat 74.000 tahun lalu. Letusan dahsyat tersebut mengakibatkan amblesnya bagian tengah gunung yang kemudian membentuk danau kawah yaitu Danau Toba.

Erupsi juga menyebabkan terdorongnya sebagian kerak bumi ke permukaan danau yang membentuk Pulau Samosir. Jejak-jejak supereruption tersebut masih dapat dengan mudah ditemui di sana, antara lain magma membeku berupa batuan vulkanik yang tersebar di kawasan Toba.

Lapisan pada tebing yang terbentuk akibat sedimentasi batuan vulkanik dari supereruption Gunung Toba (Nationalgeoraphic.grid.id)
Lapisan pada tebing yang terbentuk akibat sedimentasi batuan vulkanik dari supereruption Gunung Toba (Nationalgeoraphic.grid.id)

Sejarah keberadaan Toba ini pun menjadi magnet yang sangat kuat bagi pakar kaldera seluruh dunia. Menarik mereka datang dan datang lagi untuk menguak misteri Toba. Bahkan pakar kaldera dari Eastern Illinois University, Amerika Serikat, Craig Alan Chesner yang dijuluki bapak kaldera dunia, menyebut Toba sebagai rumah keduanya.

Craig dan koleganya sesama ahli kaldera sepakat, Toba adalah laboratorium terlengkap di muka bumi mengenai kaldera. Pasalnya, warisan letusan gunung itu masih banyak yang bisa ditemukan secara utuh. (Indonesia.go.id). Ini artnya terbuka potensi wisata geologi.

Tidak berlebihan bila kemudian UNESCO menetapkan kawasan Danau Toba sebagai Global Geopark atau Taman Bumi Warisan Dunia. Geopark Toba dengan landscape, keanekaragaman hayati beserta budaya yang unik menjadi warisan dan anugerah bukan hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia.

Indonesia patut berbangga dan mensyukuri Heritage of Toba sebagai kekayaan Wonderful Indonesia yang tiada duanya. Pemerintah Jokowi sendiri sebelumnya telah menetapkan Toba sebagai salah satu Destinasi Super Prioritas (DSP Toba).

Ditetapkannya kawasan Kaldera Toba sebagai UNESCO Global Geopark merupakan kesempatan emas bagi Indonesia untuk mengangkat derajat Danau Toba pada destinasi pariwisata go international. 

Pengelolaannya jangan lagi abal-abal, karena DSP Toba bukan "kaleng-kaleng". Levelnya "kelas dunia". Artinya pengelolaanya pun wajib berkelas dunia pula.

Kerjasama sinergis seluruh stakeholder, pemerintah 7 kabupoten, termasuk masyarakat Toba menjadi faktor kekuatan. DSP Toba harus terus mempercantik diri dan gencar melakukan promosi. Tentu dengan tetap menjaga semangat geopark yaitu mengintegrasikan pengelolaan warisan geologi (geological heritages) dengan warisan budaya (cultural heritages). Tujuannya antara lain, konservasi, edukasi dan sustainable development.

Banyak hal bisa dilakukan untuk megembangkan pariwisata yang berkualitas, berkelanjutan, ramah lingkungan serta menyejahterakan masyarakat yang ada di kawasan Danau Toba. 

1. Menbenahi infrastruktur jalan.
Melihat topopgrafi alam Toba yang berbukit-bukit, infrastruktur jalan harus menjadi perhatian serius. Karena bila tidak, nyawa wisatawan taruhannya.

Bukan rahasia lagi kalau beberapa bagian jalan di sana bikin penggunanya "sport jantung". Khilaf sedikit saja, jurang menanti di bawah. 

2. Mempercantik desa desa sekitar spot destinasi wisata.
Penataan kampung, perbaikan rumah penduduk, pengadaan sanitasi lebih baik, perbaikan jalan desa, jembatan dan dermaga sebaiknya dioptimalkan. Termasuk penataan warung-warung kopi tempat favorit berkumpulnya kaum lelaki di sana, sehingga tetap menjadi warung kopi tradisional, tetapi nyaman, bersih dan aman untuk disinggahi wisatawan.

Nantinya rumah-rumah yang telah diperbaiki bisa dijadikan homestay bagi wisatawan.

Kampung Sihotang (dokpri)
Kampung Sihotang (dokpri)

3. Promosi ala zaman now dengan memanfaatkan teknologi digital dan melibatkan kaum milenial.
Mengapa kaum milenial? Karena mereka yang paling akrab dengan teknologi digital.

Jadi, pemda 7 kabupaten di DSP Toba bisa mendorong, menggerakkan serta memfasilitasi sebanyak-banyaknya kaum milenial di wilayahnya untuk mengabadikan berbagai keindahan, fenomena alam, keanekaragaman hayati, keunikan budaya dan tradisi, aktivitas ekonomi kreaftif, dan kegiatan menarik apapun di daerahnya masing-masing dalam bentuk konten.

Penyajian sebaiknya bersifat komunikatif, inovatif dan representatif, lalu diunggah di media sosial. Lebih bagus lagi kalau diterjemahkan juga dalam Bahasa Inggris.

Promosi seperti ini mampu melintasi ruang dan waktu. Traveller dimanapun di seluruh dunia bisa mengaksesnya dengan mudah.

4. Pelaksanaan dan pengawasan CHSE dengan ketat.
CHSE adalah program Kemenparekraf berupa protokol kesehatan berbasis pada Cleanliness (kebersihan), Health (kesehatan), Safety (keamanan), dan Environment Sustainability (kelestarian lingkungan). Program ini ditujukan bagi para pelaku usaha sebagai upaya memberi jaminan rasa nyaman dan aman bagi wisatawan. Ada sertfikatnya juga.

Nah, harapannya, tetap ada pengawasan dan pengecekan terhadap kondisi realnya sekalipun pelaku usaha telah mendapatkan sertifikat CHSE. Cuma memang yang begini ini rentan jadi ladang kongkalikong pelaku usaha dan oknum pejabat. Tahu kan, di negeri ini banyak yang suka memanfaatkan celah untuk keuntungan pribadi. Jadi tolong Pak Menteri, dibereskan yang nakal-nakal begini.

5. Mengakomodasi semua traveler.
Anggaran wisata setiap pelancong berbeda, dari besar sampai pas-pasan. Untuk itu, penting mengakomodasi semuanya, termasuk traveller backpaker-an. Seperti menyediakan paket wisata murah, transportasi murah, tempat makan murah, dan homestay layak huni.

6. Menjaga kelestarian alam Toba agar kecantikan dan keindahannya tidak memudar, antara lain:

  • Penghijauan, menutup bukit-bukit gersang juga lahan bekas perusakan hutan dengan jenis tanaman fast growing spesies seperti Pohon Jati Putih (Gmelina arborea), atau menanam tanaman yang memiliki nilai ekonomi seperti pohon buah-buahan yang adaptif dengan kondisi alam Toba. 
  • Mencegah degradasi hutan dengan menertibkan izin atas hak pengusahaan hutan dan menindak tegas penebangan hutan ilegal.
  • Melestarikan keanekaragaman hayati khas Toba, seperti Andaliman, Mangga Samosir, Terong Belanda, dan Anggrek Toba.
  • Memperluas kawasan hutan lindung dan hutan pendidikan sebagai kawasan tangkapan air dan sarana edukasi.
  • Menertibkan dan menata usaha keramba jaring apung untuk mencegah kerusakan ekosistem dan penurunan kualitas air danau.

7. Terus melakukan sosialisasi dan edukasi bagi masyarakat Toba, perihal apa itu Geopark Toba, sejarah dan tujuannya.
Dengan begitu diharapkan penghargaan, kepedulian, dan keterlibatan masyarakat terhadap pengembangan wisata Geopark Toba meningkat. Seperti edukasi tentang kebersihan lingkungan, pengolahan sampah rumah tangga, juga hospitality.

8. Mendorong pengembangan ekonomi kreatif dengan memanfaatkan beautiful landscape, bio diversity, maupun culture diversity. Misalnya memasak dan mengemas ikan arsik sedemikian rupa sehingga bisa dijadikan oleh-oleh dan tahan lama.

***

Buat kamu yang belum pernah ke Danau Toba, yuk, capcus. Jangan berwisata ke luar negeri kalau belum pernah mengunjungi danau volkanik terbesar di dunia ini. 

Buat kamu yang kurang suka berpanas-panas, DSP Toba paling pas buat berlibur. Terletak di ketinggian lebih dari 900 mdpl, dinginnya brrrr...  Airnya kayak air es. Minyak goreng aja membeku saking dinginnya. Jangan tanya udara malam hari, super duper dingin!

Tentu pas juga buat kamu yang mau honeymoon. Dengan udara sedingin itu, dijamin pasanganmu neeempel terus sama kamu.

Mau menggelar kegiatan formal atau semiformal juga kenapa enggak, meeting, incentive, conference atau exhibiton (MICE). Dengan MICE di Danau Toba, kerja tetap jalan, refreshingnya juga dapat.

Ingin sekadar staycation atau work from hotel pun sangat nyaman. So, jangan pergi jauh-jauh, yuk berlibur dan MICE di Indonesia Aja.

Sampai jumpa di Danau Toba.

Horas!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun