Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Saya Ditolak Vaksin karena Belum 3 Bulan Sembuh dari Covid-19

17 Agustus 2021   06:00 Diperbarui: 17 Agustus 2021   10:15 1168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Formulir skrinning saat suami divaksin tanggal 7 Juli lalu (Dok.pribadi)

Hari Sabtu lalu, 14 Agustus, saya berencana akan mengikuti vaksinasi Covid-19 dosis pertama yang diadakan di SDN 01 Pondok Labu, Jakarta Selatan.

Kegiatan vaksinasi yang hendak saya ikuti adalah vaksinasi merdeka yang digagas Polda Metro Jaya

Satu hari sebelumnya, saya sudah mendaftar melalui loket.com. Setelah mendaftar, saya mendapatkan pesan WA dari akun biania resmi Kemenkes RI berupa Tiket vaksinasi Covid-19.

Tiket vaksin  (Dok.pribadi)
Tiket vaksin  (Dok.pribadi)

Tiket tersebut kemudian saya print untuk dibawa saat mendaftar ulang di lokasi vaksin. Bersama tiket, saya juga mencetak lembaran berisi data pribadi dan beberapa pertanyaan screening dengan nama Kartu Kendali Pelayanan Vaksinasi Covid-19. 

Sebulan sebelumnya, tanggal 7 Juli, suami saya telah lebih dulu menerima vaksin dosis pertama. Berdasarkan pengalaman suami, yang juga mendaftar vaksin secara online, peserta vaksin juga mencetak lembaran yang berisi pertanyaan screening, persis seperti yang saya cetak. 

Hanya saja, namanya berbeda, yaitu Formulir Screening Sebelum Vaksinasi Covid-19. Formulir itu kemudian diserahkan kepada petugas di lokasi yang akan menggunakannya pada saat proses screening pada peserta vaksin.

Ketika mendaftar di loket.com, saya mengambil jadwal kedatangan ke lokasi vaksinasi pukul 12-13. Memang terlalu siang, tetapi saya ibu rumah tangga yang punya kewajiban di rumah. 

Kewajiban tersebut harus dituntaskan sebelum saya bepergian. Jam 12 adalah waktu yang tepat buat saya. Saya dan suami pun tiba sepuluh menit sebelum pukul 12.

Setelah melapor kepada petugas di meja pendaftaran dan menyerahkan tiket vaksin serta lembaran screening, saya diminta mengisi ulang data pribadi dalam lembar yang mereka berikan. Lembaran screening yang saya print dikembalikan kepada saya, tidak jadi digunakan.

Taklama, nama saya dipanggil untuk pengukuran suhu tubuh, dan hasilnya normal 36,3. Suami sempat bertanya pada petugas untuk vaksin yang digunakan kali ini, ternyata Astra Zeneca.

Lalu saya diminta menunggu lagi. Kali ini sedikit lebih lama. Kemudian nama saya dipanggil lagi dari meja lain untuk pengukuran tekanan darah. Lagi-lagi normal 110/70. Di meja ini juga ada pertanyaan apakah saya punya riwayat penyakit darah tinggi, dan saya jawab tidak.

Dari meja ini saya diberikan berkas saya untuk saya serahkan ke meja selanjutnya, lalu kembali menunggu panggilan.

Tak berapa lama kembali saya dipanggil. Di meja berikutnya ini tertulis di atasnya : Meja 1, screening, dan saya berhadapan dengan seorang petugas wanita.

Dan di meja inilah nasib saya ditentukan. Saya lupa berapa pertanyaan yang tadi diajukan petugas wanita tersebut, 2 atau 3 mungkin. Mungkin saking kaget dan kecewa ya. Yang saya ingat hanya pertanyaan: "Apakah pernah terpapar Covid-19 sebelumnya?"

Berdasarkan pengalaman suami, pertanyaan tersebut tidak ada dalam pertanyaan screening, begitu pula pada Kartu Kendali Pelayanan Vaksinasi yang saya cetak, tidak ada pertanyaan tersebut.

Kartu Kendali Pelayanan Vaksinasi Covid-19 yang harus saya print dan dibawa saat vaksinasi (Dok.pribadi)
Kartu Kendali Pelayanan Vaksinasi Covid-19 yang harus saya print dan dibawa saat vaksinasi (Dok.pribadi)

Formulir skrinning saat suami divaksin tanggal 7 Juli lalu (Dok.pribadi)
Formulir skrinning saat suami divaksin tanggal 7 Juli lalu (Dok.pribadi)

Wajar saya kaget saat itu. Saya sendiri sudah lama membiasakan diri berkata yang sebenarnya, apa adanya. Jadi spontan saya menjawab "Iya", karena saya memang baru sembuh dari Covid-19. Lalu ditanya lagi, kapan terpaparnya. Saya jawab lagi, satu sampai dua bulan lalu. Saat terpapar, saya memang mulai merasakan gejala tanggal 13 Juli. Tetapi mungkin saja saya sudah terinfeksi beberapa hari sebelum itu.

Alhasil saya langsung dinyatakan tidak boleh menerima vaksin hingga 3 bulan sembuh. 

Petugas ini beralasan, karena saya penyintas Covid-19 di bawah 3 bulan, imunitas tubuh saya masih tinggi, jadi percuma bila divaksin, tidak ada efek apa-apa. 

Kami berdua sempat sedikit beradu argumen, namun akhirnya saya memutuskan untuk menerima keputusan mereka. Bagaimanapun petugas di lokasi hanya mengikuti arahan yang telah mereka dapatkan sebelumnya.

Kecewa? Pastilah saya kecewa. Pasalnya, saya benar-benar ingin segera divaksin. Rasanya seperti berutang bila belum melakukannya.

Saya pernah merasakan terpapar, mengalami gejala ringan dan menjalani isolasi mandiri. Situasi tersebut sangat tidak nyaman. Hal itu yang mendorong saya untuk segera divaksin.

Sebenarnya, beberapa bulan yang lalu, saat vaksin Covid-19 mulai diberikan pada masyarakat umum, saya ingin segera mendaftar. Tetapi ketika itu sinusitis saya sedang kambuh. Asam lambung saya pun meningkat. Saat itu saya berkonsultasi pada seorang dokter internis, dan beliau menyarankan saya menunda vaksin hingga gejala sinusitis saya hilang dan asam lambung saya normal.

Ketika gejala sinusitis saya hilang, dan tidak ada lagi gejala asam lambung meningkat, tak dinyana saya malah terpapar Covid-19. Alhasil rencana vaksin tertunda lagi

Nah, saat ini saya merasa dalam kondisi yang sangat sehat. Sisa-sisa gejala Corona pun telah hilang sama sekali. Apa daya terganjal prosedur.

Benarkah harus menunggu 3 bulan?

Melansir dari Kompas.com, seorang penyintas Covid-19 memang telah membangun antibodi terhadap virus corona, tapi masih ada kemungkinan untuk reinfeksi atau terinfeksi Covid-19 untuk kedua kalinya. Sehingga, penting untuk mendapatkan vaksinasdi Covid-19 untuk membantu memperkuat meningkatkan antibodi. 

Pakar penyakit menular Kristen Englund, MD dari Cleveland Clinic mengatakan, belum diketahui pasti berapa lama kekebalan alami Anda akan bertahan, setelah Anda terinfeksi Covid-19. “Studi yang berfokus pada berapa lama kekebalan bertahan setelah positif Covid-19, hanya mencakup 200 pasien. Belum ada banyak data. Cara terbaik untuk memastikan Anda terlindungi dalah dengan divaksinasi,” jelas dr Englund.

Ia juga menekankan, bahwa bagi mereka yang pernah menderita Covid-19 dan memiliki gejala jangka panjang atau long Covid, mendapatkan vaksin covid-19 tampaknya bisa membantu pasien akhirnya pulih dari gejala long Covid.

Dengan demikian, Dr Englund menyarankan untuk segera divaksinasi setelah selesai menjalani isolasi mandiri atau mendapatkan perawatan di rumah sakit dan dinyatakan sembuh oleh dokter yang merawat.

Beda halnya bagi penerima antibodi monoklonal selama perawatan Covid-19. Mereka harus menunggu hingga 90 hari setelah sembuh dari Covid-19 untuk menerima vaksin. Hal ini ddisebabkan tubuh tidak dapat mengembangkan respon yang bagus terhadap vaksin. Oleh sebab itu harus menunggu 90 hari hingga antibodi monoklonal itu keluar dari sistem kekebalan tubuh.

Pendapat yang kurang lebih sama dikemukan pula oleh Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman. Dilansir dari Grid helath Dicky mengatakan bahwa penyintas Covid-19 harus segera mendapat vaksin Covid-19 tanpa menunggu 3 bulan. Vaksin Covid-19 segera didapatkan untuk mencegah reinfeksi Covid-19 atau terinfeksi Covid-19 untuk kedua kalinya tapi dengan varian yang berbeda.

Selain dapat memberikan antibodi yang lebih tinggi dan memberikan proteksi terhadap Covid-19, vaksin juga memberi perlindungan pada level tertentu terhadap varian Delta yang saat ini disebut sangat menular di dunia. 

Seorang dokter spesialis penyakit dalam sekaligus edukator Covid-19, dr. RA Adaninggar PN, SpPD, turut pula menyampaikan bahwa vaksin boleh dilakukan saat sudah sembuh dari Covid-19.

"Secara medis sebenarnya kalau sudah sembuh itu boleh kapan pun vaksin, cuman di negara kita ini stock vaksinnya terbatas, jadi dibikin skala prioritas," papar dr. Adaninggar, Sabtu (17,7,2021), dikutip dari Parapuan.co.

Mengingat adanya ketersediaan jumlah vaksin yang terbatas, maka vaksin Covid-19 diberikan pada orang-orang yang tidak terinfeksi Covid-19 dan belum pernah vaksin.

Dengan demikian, saya simpulkan bahwa sebenarnya seorang penyintas Covid-19 bisa langsung divaksin setelah dinyatakan sembuh. Secara medis tidak ada masalah. Masalahnya terletak pada keterbatasan vaksin, sehingga Kemenkes menetapkan prioritas.

Menurut saya, mungkin sebaiknya alasan inilah yang disampaikan petugas di meja screening ketika tidak membolehkan saya menerima vaksin. Alasan ini lebih masuk akal ketimbang menyebutkan bahwa vaksinnya tidak memiliki efek apa-apa bila diberikan kepada saya yang belum 3 bulan sembuh. 

Alasan ini juga akan menggugah sisi kemanusiaan kita untuk menolong dan berbagi kepada sesama yang belum memiliki kekebalan tubuh terhadap Covid-19, dibanding menyampaikan alasan yang secara medis pun diperbolehkan. Harapan saya, petugas di lapangan berbicara saja apa adanya, sampaikan saja sejelas-jelasnya kepada masyarakat calon penerima vaksin.

Seandainya ada aturan jelas saat mendaftar online

Saya juga menyayangkan tidak adanya pertanyaan screening tersebut pada kartu Kendali Pelayanan Vaksinasi Covid-19 (Selanjutnta saya sebut KKPV) yang saya print. dan berujung tidak digunakannya KKPV tersebut. Petugas sepertinya menggunakan KKPV baru yang berisi pertanyaan tambahan apakah pernah terpapar covid-19 sebelumnya.

Versi KKPV yang saya print dengan yang dipegang petugas berbeda. Mungkin saja KKPV tersebut sudah diperbaharui sesuai yang ada pada petugas. Sayangnya KKPV yang diterima dan harus dicetak calon peserta vaksin sepertinya belum diperbaharui.

Seandainya saya mengetahui ada persyaratan tersebut tercantum dalam pertanyaan screening di KKPV yang saya cetak, tentu saya tidak perlu meluangkan waktu datang ke lokasi vaksin. Secara mandiri saya akan menunda vaksin hingga 3 bulan.

Saran saya juga sebagai masyarakat awam, sebaiknya aturan tersebut dijelaskan sejak awal mendaftar online. Agar masyrakat tidak bingung, dan berujung melakukan hal sia-sia.

Bentuk kepedulian dan partisipasi

Artikel ini tidak bermaksud untuk memojokkan atau menyalahkan pihak manapun. Tulisan ini justru sebagai wujud kepedulian dan partisipasi saya pada pelaksanaan program vaksinasi yang sedang gencar dilakukan pemerintah. 

Pelaksanaan sebuah program memang tidak mungkin bisa sempurna seratus persen. Kemungkinan kekurangan di sana-sini bisa saja terjadi. Untuk itu saran dan masukan diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pelaksanaan program vaksinasi Covid-19 yang lebih baik lagi pada hari-hari selanjutnya.

Pertanyaan terakhir, bagaimana bila karena suatu keperluan, saya harus mendatangi tempat-tempat yang mewajibkan pengunjungnya menunjukkan sertifikat vaksin untuk bisa masuk? Sertifikat apa yang harus saya tunjukkan?

Selamat ulang tahun Indonesiaku.

Salam sehat.***

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun