Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Terobsesi Menikah di Usia 25 Tahun Tanpa Pertimbangan Matang Dapat Berakibat Fatal

25 Mei 2021   17:10 Diperbarui: 26 Mei 2021   13:24 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pernikahan (Sumber: Romanno via Kompas.com)

Keputusan untuk menikah dengan kekasih hati bukanlah perkara mudah.

Butuh waktu yang tidak sebentar untuk menjalin kedekatan guna mengenal karakter dan perilaku calon pasangan. Banyak hal sebaiknya dipertimbangkan sebelum memantabkan hati melangkah ke pelaminan.

Idealnya paling tidak memerlukan waktu minimal satu atau dua tahun masa pacaran.

Namun apa jadinya bila masa pacaran baru hitungan bulan, tetapi tenggat usia untuk menikah sudah semakin dekat?

Ya, memang cukup banyak orang yang memasang target menikah sebelum, sesudah atau pada usia tertentu.

Hal ini tidak salah. Siapapun berhak menentukan target sendiri untuk berbagai pencapaian dalam hidupnya. 

Namun satu kisah menarik berikut mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan.

***

Seorang wanita, sebut saja namanya Lilac, begitu terobsesi untuk menikah sebelum usianya menginjak 25 tahun. 

Targetnya ini sangat didukung oleh pembawaannya yang ramah dan supel, sehingga Lilac bisa dengan mudah akrab dengan siapapun, termasuk dengan laki-laki. Sejak remaja, temannya banyak, baik laki-laki maupun perempuan.

Sejak duduk di sekolah menengah atas pula, Lilac telah beberapa kali menjalin kedekatan dengan beberapa pria. Beberapa lelaki yang pernah dekat dengannya umumnya adalah teman-teman seputar pergaulannya.

Namun, sayangnya, hingga Lilac bekerja, bahkan sampai Lilac berulangtahun ke-24, tidak satu pun dari banyak hubungan tersebut yang mampu membawanya ke kursi pengantin.

Tanpa disadari, Lilac pun mulai gelisah. Target usia menikah yang telah dicanangkannya terancam tidak akan tercapai. Tinggal satu tahun waktu baginya untuk mengejar tujuannya. Sementara tidak satu pun bayangan laki-laki akan segera melamarnya.

Sampai suatu ketika, di suatu kesempatan yang tidak terduga, tak lama setelah ulang tahunnya yang ke 24, Lilac berkenalan dengan Loven, seorang laki-laki yang sudah berusia matang.

Singkat cerita, Loven menaruh hati kepada Lilac, dan mereka pun akhirnya resmi berpacaran. Dan tak sampai dua bulan berpacaran, tidak disangka-sangka, Loven langsung mengajak Lilac menikah.

Ternyata Loven memang tidak ingin berpacaran lama. Loven sudah lama ingin segera beristri. Lilac pun merasa tersanjung. Tidak menyangka Loven akan melamarnya secepat itu.

Akan tetapi, sekalipun Lilac berbunga-bunga karena dilamar sang kekasih, di sisi lain, Lilac bimbang.

Pasalnya, Lilac merasa hubungan mereka masih seumur jagung. Lilac belum mengenal Loven dengan baik.

Selama berpacaran, Loven memang bersikap baik pada Lilac. Seperti laki-laki pada umumnya, Laven memperlakukan Lilac dengan penuh cinta. Akan tetapi, tetap saja, Lilac merasa waktu dua bulan belumlah cukup bagi mereka untuk saling mengenal.

Lamun kemudian, Lilac teringat kembali akan targetnya. Bila Lilac menolak Loven, bisa dipastikan targetnya gagal. Namun bila Lilac menerima, Lilac sendiri belum yakin apakah Laven laki-laki terbaik yang bisa membawanya pada kebahagiaan.

Sekalipun begitu, keinginan untuk memenuhi targetnya sangatlah besar. Lilac merasa masa keemasan wanita adalah di usia sebelum 25 tahun. Setelah umur 25 tahun, Lilac merasa sudah terlalu tua untuk menikah.

Lilac juga merasa hidupnya akan aman bila sudah menikah sebelum usia tersebut. Ketika dia telah menikah sebelum usia 25 tahun, Lilac akan merasa tenang, dan tidak perlu pusing lagi pada urusan jodoh. Nantinya Lilac tinggal memikirkan untuk memiliki anak dan bagaimana menjalani kehidupan berumah tangga.

Akhirnya, Lilac pun menerima lamaran Loven. Dan 3 bulan sebelum Lilac berulang tahun ke-25, Lilac resmi menjadi istri Loven.

***

Setelah menikah, apa yang menjadi ketakutan dan kebimbangan Lilac menjadi kenyataan. Loven menunjukkan sifat aslinya. Masa-masa pacaran yang indah tidak tampak lagi setelah mereka menikah.

Loven yang sesungguhnya adalah laki-laki dengan temperamen kasar, suka membentak, gampang meledak-ledak, bahkan tidak segan main tangan bila emosinya sudah tidak terkendali. Lilac sudah pernah ditampar, ditendang, bahkan dicekik. 

Setelah beberapa tahun hidup bersama, kehidupan pernikahan yang indah dan romantis pun hanya menjadi mimpi yang entah kapan akan terwujud. Hanya anak-anak yang mampu menguatkannya untuk tetap bertahan dalam pernikahan bersama Loven.

***

Dari kisah Lilac dan Loven kita belajar, bahwa menikah tidaklah mudah. Tidak semudah berkata: Ya, saya bersedia.

Menikah itu menyatukan dua orang yang benar-benar berbeda. Baik dari jenis kelamin, latar belakang, karakter, bahkan kadang pendidikan, suku dan budaya. 

Oleh karena itu, dibutuhkan waktu yang cukup untuk bisa saling mengenal, beradaptasi dengan perbedaan, serta memantabkan hati untuk menerima atau menolaknya.

Memiliki target untuk usia menikah boleh-boleh saja. Namun janganlah berpikir pendek dan memaksakan diri. 

Kalaupun kecewa target tidak tercapai, paling tidak kita  terhindar dari kesalahan fatal dalam memilih jodoh.

Lilac mungkin satu contoh kesalahan pengambilan keputusan yang berakibat fatal. Belum benar-benar mengenal calon pasangan, berani menerima lamarannya, hanya karena sebuah target dan obsesi.

Entah apa yang ada dalam pikiran Lilac ketika membuat target tersebut. Sepertinya, Lilac memiliki ketakutan tersendiri memasuki masa transisi menuju dewasa di usia 25 tahun. Ketakutan utamanya adalah belum menikah di usia tersebut, sementara hampir semua teman wanitanya telah menikah.

Sepertinya Lilac kurang percaya diri bila memasuki usia seperempat abad masih dalam kondisi single. Lilac takut dirinya terlalu tua untuk dilirik laki-laki. Sehingga Lilac pun takut tidak ada lagi laki-laki yang akan datang melamarnya setelah usianya lewat 25 tahun.

Sebenarnya ketakutan itu wajar-wajar saja. Mungkin sebagian wanita yang masih single di usia 25 tahun pernah mengalaminya. Semuanya bergantung pada bagaimana kita mengelola ketakutan itu.

Saya sendiri pernah mengalaminya. Pada usia tersebut, jangankan ada bayangan untuk menikah, punya pacar saja tidak.

Namun ketika itu, saya berusaha untuk mengalihkan ketakutan tersebut dengan berpikir positif, bahwa TUHAN pasti telah menyediakan seseorang yang terbaik untuk menjadi pasangan hidup saya. Hanya tinggal menunggu waktu-NYA saja. 

Saya pun menanamkan dalam hati dan pikiran, bahwa setiap orang memiliki waktu dan proses yang berbeda-beda dalam menemukan pasangan hidupnya. Jadi saya tidak perlu panik ketika melihat beberapa teman wanita telah menikah.

Dan terbukti, akhirnya saya bertemu dengan suami saya, lalu akhirnya menikah, walaupun tidak di usia 25 tahun.

Jadi, buat kamu, adik-adik muda yang masih jomlo, kalau sampai usia 25 tahun kamu masih single, jangan panik. 

Jangan memaksakan diri menikah hanya karena target dan obsesi usia menikah. Kenali dan cermati dengan baik sifat, karakter dan perilaku calon jodohmu itu, sebelum kamu menerima pinangannya.

Apakah kamu bisa menyesuaikan diri dengan segala karakter dan perilakunya. Dan apakah kamu siap menerima segala kekurangan dan kelebihannya agar tidak muncul kekecewaan pada akhirnya. 

Menjadi jomlo bukanlah aib. Lebih baik menjomlo sedikit lebih lama, tetapi setelah dapat, mendapatkan yang terbaik bagi kamu. Dan tidak harus pada usia 25 tahun.

Salam.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun