"Oalahh.. Tapi suaminya masih kerja, kan?", tanya saya lagi
"Udah nggak juga, Mbak"
"Lha, sejak kapan?"
"Udah lama, Mbak, sejak Corona"
"Lha...??", saya tidak mampu menyembunyikan keterkejutan saya.
Dan, akhirnya mengalirlah cerita itu.
Ternyata, Dira, anak gadisnya ini, memaksa kedua orangtuanya untuk mengizinkannya menikah dengan lelaki idamannya.
Paksaan tersebut dilakukan bak drama ala-ala sinetron. Mulai dari mogok makan, berurai air mata, hingga mengurung diri di kamar selama berhari-hari. Sampai akhirnya Mas Bari dan istrinya kehabisan cara dan kata-kata, dan dengan sangat terpaksa menuruti kemauannya.
Mas Bari dan istrinya bukannya tidak berusaha mencegah pernikahan ini. Berkali-kali dinasehati, diberi pencerahan, dibukakan wawasan tentang tidak mudahnya kehidupan pernikahan bila tanpa persiapan yang matang, Dira tetap keukeuh pada keinginannya.
Alasan orangtua Dira tidak merestui pernikahan tersebut sangatlah masuk akal. Kondisi calon menantu dan juga Dira yang tanpa pekerjaan, tanpa penghasilan, menjadi alasan utama. Mereka tentu tidak rela mengantarkan anak mereka memasuki kehidupan baru (baca: pernikahan) tanpa pilar penopang finansial yang jelas.
Mendengar cerita Mas Bari, saya miris.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!