Membicarakan kisah percintaan antara lawan jenis, beserta warna-warni yang ada di dalamnya, memang tidak akan pernah ada habisnya.
Berbagai istilah lahir dari romantika hubungan kasih sayang ini. Salah satunya adalah ghosting.
Ghosting sendiri menurut Wikipedia adalah istilah sehari-hari yang digunakan untuk menggambarkan praktik penghentian semua komunikasi dan kontak dengan pasangan, teman, atau individu serupa tanpa peringatan atau pembenaran yang jelas, dan kemudian mengabaikan setiap upaya untuk menjangkau atau komunikasi yang dilakukan oleh pasangan, teman, atau individu tersebut.
Dalam hubungan percintaan, pelaku ghosting akan pergi setelah komunikasi intens atau beberapa kali pergi kencan atau ketika pasangannya sedang dalam komitmen hubungan.
Jadi, dalam kondisi ini, satu pihak berperan sebagai pelaku ghosting, sedang pihak lainnya sebagai korban yang kena ghosting.
Saya sendiri pernah mengalami hal serupa, dulu sekali, ketika dekat dengan seorang kakak kelas.
Menjalin hubungan beberapa waktu, hubungan kami memang lebih sering jarak jauh, alias LDR. Ini dikarenakan ketika itu, dia baru saja diwisuda. Sambil menunggu panggilan kerja, doi memenuhi tawaran teman-temannya untuk mengikuti berbagai proyek di luar Pulau Jawa.
Satu kali bepergian bisa untuk kurun waktu satu atau dua bulan. Alhasil kami hanya bertemu beberapa kali saja sepanjang kedekatan itu. Meski demikian, kami selalu berusaha untuk berkomunikasi sebisa mungkin.
Suatu ketika, saya tidak mendengar kabarnya lebih dari dua minggu. Saya pun tidak bisa menghubunginya, karena lokasi kerjanya berada di daerah yang minim jaringan komunikasi.
Karena si doi tak bisa dihubungi dan tak kunjung memberi kabar, rasa rindu yang semula menggunung, lama kelamaan berubah warna menjadi kesal.
Ketika akhirnya saya bisa menghubunginya, pertengkaran pun tak terhindarkan.