Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terlihat Keren kalau Lahir dari Keturunan Bule?

20 Januari 2021   20:22 Diperbarui: 20 Januari 2021   21:01 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Adanya anggapan bule lebih hebat, sepertinya sempat bertiup di dalam keluarga besar saya. Kebetulan ayah dari ibu saya, memiliki sedikit darah bangsa asing, tepatnya bangsa Portugis.

Jadi, menurut cerita yang saya dengar, kakek dari kakek saya yang berkebangsaan Portugis, menikah dengan seorang gadis berdarah Maluku, yang kemudian menghasilkan keturunan berdarah campuran, termasuk kakek. Saya sendiri tidak ingat apakah kakek pernah menceritakan bagaimana orang Portugis ini bisa menikahi salah satu nenek moyang kami.

Pernikahan antar bangsa ini sebenarnya wajar saja terjadi, karena ratusan tahun yang lalu, Portugis menjadi salah satu bangsa yang pernah menjajah negeri ini. 

Hanya saja, kondisi ini sering dianggap sebagai suatu kelebihan oleh sebagian anggota keluarga, minus kakek. Tampak dari percakapan tentang hal ini yang beberapa kali saya dengar.

Bahwa kakek saya bisa berpostur tubuh tinggi besar, gagah dan memiliki wajah eropa, juga beberapa anak-anak kakek (paman dan tante) memiliki wajah cantik dan berkulit putih, itu karena ada darah Portugis. Seperti ada perasaan bangga karena sedikit berbeda dari bangsa sendiri. Bangga karena memiliki darah bangsa asing.

Kakek sendiri justru tidak menganggap hal ini sebagai sebuah keistimewaan. Walaupun memang kakek sendiri yang menceritakan silsilahnya, tetapi tampaknya ini dilakukan agar anak-cucu mengetahui riwayat keluarga, bukan untuk gagah-gagahan.

Mungkin karena kakek pernah mengabdi sebagai TNI, dan turut aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, rasa patriotisme dan cinta Tanah Air-nya sangat besar.

Tak hanya itu, salah satu kakek saya (adik laki-laki kakek) pun sering diceritakan kala saya kecil. Kakek ini hijrah bersama keluarganya ke Belanda, beberapa waktu setelah Indonesia merdeka. Mereka dianggap beruntung bisa pindah ke Belanda. Hidup enak, kaya, dan makmur di sana.

Padahal menurut sejarah yang pernah saya baca, bahkan saya dengar dari tutur orang Indonesia yang pindah ke Belanda di awal kemerdekaan Indonesia, kehidupan di sana semula sangatlah berat. Tidak mudah bagi mereka memulai kehidupan baru di negeri orang.

Sempat pula saya mendengar adanya suara penyesalan pada keputusan kakek yang menolak pindah ke Belanda, sekalipun kesempatan kala itu terbuka lebar. Mereka beranggapan, bila kakek memilih pindah ke Belanda, keluarga kakek akan lebih makmur.

Memang sebelum Indonesia merdeka, kakek dan adik laki-lakinya tergabung dalam Tentara Kerajaan Belanda (KNIL).

Setelah Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, kakek beserta saudaranya diberi kesempatan untuk menjadi warga negara Belanda dan pindah ke Belanda.

Adiknya menerima tawaran tersebut. Sementara kakek menolaknya. Sekalipun pernah menjadi pasukan KNIL, cinta dan hidupnya tetaplah pada Indonesia. 

Tak lama kemudian kakek direkrut bergabung masuk TNI, dan aktif mempertahankan kemerdekaan Indonesia hingga purna tugas di tahun 60-an.

Pada akhirnya, kebanggaan sebagai keturunan bule tidak dilanjutkan oleh cucu-cucu kakek. Saya pun tak menyalahkan persepsi sebagian anggota keluarga yang mengagungkan keturunan bule.

Lahir di waktu tak lama setelah penjajahan berakhir, dimana superior bangsa asing masih melekat erat dalam sudut pandang generasi pendahulu dan mengalir pada mereka, sedikit bisa dipahami mengapa mereka memiliki pola pikir demikian.

Kini, kami cucu-cucu kakek, saya dan sepupu-sepupu tidak ikut-ikutan menganggap hal ini sebagai sebuah keistimewaan. 

Hidup di zaman yang berbeda dan lebih terbuka, memang sudah selayaknya menciptakan wawasan dan sudut pandang berbeda dan lebih rasional. Kalaupun sesekali kami membicarakannya, hanya sekedar untuk guyonan diantara kami.

Keturunan bule atau keturunan Indonesia asli, sama saja. Cantik dan ganteng pun relatif. Setiap orang punya definisi berbeda berkaitan dengan kedua hal tersebut.

Begitu pula mengenai tempat tinggal. Tinggal di Indonesia atau di negara asing sama saja. Kurang dan lebihnya pasti ada. 

Yang pasti, jangan pernah mengganggap derajat diri kita lebih tinggi atau lebih rendah dari bangsa lain. Kita semua sederajat.

Salam
Martha Weda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun