Setelah Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, kakek beserta saudaranya diberi kesempatan untuk menjadi warga negara Belanda dan pindah ke Belanda.
Adiknya menerima tawaran tersebut. Sementara kakek menolaknya. Sekalipun pernah menjadi pasukan KNIL, cinta dan hidupnya tetaplah pada Indonesia.Â
Tak lama kemudian kakek direkrut bergabung masuk TNI, dan aktif mempertahankan kemerdekaan Indonesia hingga purna tugas di tahun 60-an.
Pada akhirnya, kebanggaan sebagai keturunan bule tidak dilanjutkan oleh cucu-cucu kakek. Saya pun tak menyalahkan persepsi sebagian anggota keluarga yang mengagungkan keturunan bule.
Lahir di waktu tak lama setelah penjajahan berakhir, dimana superior bangsa asing masih melekat erat dalam sudut pandang generasi pendahulu dan mengalir pada mereka, sedikit bisa dipahami mengapa mereka memiliki pola pikir demikian.
Kini, kami cucu-cucu kakek, saya dan sepupu-sepupu tidak ikut-ikutan menganggap hal ini sebagai sebuah keistimewaan.Â
Hidup di zaman yang berbeda dan lebih terbuka, memang sudah selayaknya menciptakan wawasan dan sudut pandang berbeda dan lebih rasional. Kalaupun sesekali kami membicarakannya, hanya sekedar untuk guyonan diantara kami.
Keturunan bule atau keturunan Indonesia asli, sama saja. Cantik dan ganteng pun relatif. Setiap orang punya definisi berbeda berkaitan dengan kedua hal tersebut.
Begitu pula mengenai tempat tinggal. Tinggal di Indonesia atau di negara asing sama saja. Kurang dan lebihnya pasti ada.Â
Yang pasti, jangan pernah mengganggap derajat diri kita lebih tinggi atau lebih rendah dari bangsa lain. Kita semua sederajat.
Salam
Martha Weda.