Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tahun 2020, Tahun Penderitaan dan Kegagalan

2 Januari 2021   16:45 Diperbarui: 3 Januari 2021   22:00 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita tidak bisa memungkiri bahwa tahun 2020 yang baru saja kita lewati, merupakan tahun yang berat. Badai Corona memberi efek domino pada banyak sendi kehidupan. 

Tahun 2020 juga menjadi tahun kedukaan bagi banyak orang. Tak sedikit dari kita yang kehilangan orangtua, anak, sanak saudara, atau teman akibat Corona.

Saya sendiri merasakan kehilangan yang sangat mendalam ketika salah satu sahabat dekat, sahabat terbaik, yang sudah saya anggap seperti saudara sendiri, pergi meninggalkan saya di Bulan April lalu, akibat tidak mampu melawan virus jahat ini.

Takberapa lama, cobaan kembali datang. Di awal pandemi yang begitu mencekam, anak saya terinfeksi demam berdarah, dan menyebabkannya harus dirawat di rumah sakit. Bahkan anak saya sempat menerima kesalahan diagnosa, diduga terinfeksi Covid-19 karena hasil foto paru-parunya yang sedikit berkabut.

Syukurlah, diagnosa itu ternyata salah. Setelah lima hari dirawat di rumah sakit, anak saya sembuh dan sehat hingga hari ini.

Tahun 2020 juga menjadi tahun ujian untuk sisi kemurahan hati. Di pertengahan tahun, seorang keponakan yang berstatus sebagai karyawan, terpaksa harus berhenti bekerja karena perusahaan tempatnya mencari nafkah, tumbang dan tak mampu melanjutkan usahanya. Di sini saya dituntut untuk membantu semampu saya, berbagi pada saudara yang sedang kekurangan.

Tahun 2020 dengan urutan angka yang unik, benar-benar seunik kenangan yang ditinggalkan untuk seluruh masyarakat dunia.

Kita semua pasti sepakat, tahun 2020 akan menjadi tahun yang tidak akan terlupakan, sepanjang hidup kita. 

Banyaknya harubiru di tahun 2020, membuat sebagian kita bahkan melihat tahun ini sebagai tahun penderitaan dan kegagalan.

Namun bila kita mau mengambil waktu untuk merenungkan kembali apa yang telah terjadi sepanjang tahun tersebut, sesungguhnya banyak hikmah bisa kita ambil dari keadaan sulit tersebut. Saya merangkum beberapa, baik dari pengalaman pribadi, maupun dari pengamatan terhadap fenomena yang terjadi.

Menyadari pentingnya kesehatan
Sebelum pandemi, tidak sedikit dari kita yang tidak menaruh perhatian pada kesehatan. 

Menerapkan gaya hidup jorok, tidak cuci tangan sebelum makan, jarang mandi saat libur, jarang keramas, memakai baju berulang-ulang tanpa dicuci terlebih dahulu, menggunakan peralatan makan dan minum yang sama saat makan, jajan sembarangan, jarang olahraga, dan makan tanpa memperhatikan gizi alias asal kenyang dan asal mulut enak. Semua itu adalah contoh-contoh perilaku yang tidak memperhatikan kesehatan. Kebiasaan ini banyak dipandang sebagai perihal lumrah pada kurun waktu sebelum pandemi.

Tetapi ketika pandemi datang, kita dipaksa untuk berubah. Meninggalkan cara hidup yang lama, demi kesehatan yang kita rindukan. 

Rutin mengonsumsi vitamin, makan makanan dengan gizi seimbang, rajin berolahraga walau hanya di rumah, rajin mandi, rajin keramas, dan sering cuci tangan, adalah contoh perubahan yang kini menjadi perkara wajib. Sebagian besar kita pun mulai membatasi diri untuk bertemu dengan orang lain andaikan tidak penting sekali. Kita lebih banyak berdiam di rumah.

Ini membuktikan, semua orang ingin sehat. Semua orang ingin umur panjang. Dan segala cara akan diusahakan. Betapa pandemi membuat hidup kita lebih baik. Lebih peduli pada kesehatan diri dan keluarga.

Menyadari pentingnya mengelola keuangan dengan benar
Tidak ada yang pernah menyangka, pandemi ini akan membawa pengaruh signifikan pada perekonomian global. 

Banyak keluarga yang tidak siap ketika terjadi guncangan pada kondisi keuangan mereka, akibat efek domino pandemi. Gaji dipotong, bahkan tidak sedikit yang dirumahkan sementara atau diberhentikan. Selain itu banyak pula sektor usaha yang megap-megap bahkan gulung tikar. 

Pandemi ini mengingatkan kita semua untuk lebih bijaksana dalam mengelola rejeki yang Tuhan berikan. Baik melalui gaji bulanan, keuntungan bisnis atau rejeki apapun yang kita terima.

Jangan tergoda untuk meningkatkan gaya hidup ketika karir, gaji, atau penghasilan meningkat. Ketimbang berfoya-foya memuaskan keinginan, lebih baik jadikan rejeki dari Tuhan sebagai tabungan atau investasi. Jadikan dana tersebut sebagai persiapan masa depan, atau dana untuk berjaga-jaga dalam menghadapi masa-masa sukar.

Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi pada hari esok. Akan tetapi, kita bisa mempersiapkan diri untuk menghadapinya, entah baik atau tidak baik keadaannya.

Menghargai keberadaan keluarga dan orang-orang terkasih 
Kita tidak pernah tahu seberapa panjang umur kita atau umur orang-orang terkasih yang ada di sekitar kita. Baik keluarga dekat maupun sahabat.

Oleh karena itu, ada baiknya kita selalu menghargai keberadaan mereka. Memberikan cinta kasih yang maksimal kepada mereka. Kepada suami, kepada istri, kepada anak-anak, kepada orangtua, kepada sahabat-sahabat dekat, atau kepada siapa saja yang kita kasihi.

Jangan menahan diri untuk selalu memperhatikan dan berbuat baik kepada mereka. Jangan ragu untuk mengasihi mereka dengan sepenuh hati. Jangan menahan langkah dan uluran tangan kita untuk menolong mereka yang kesusahan. Tetaplah menjaga hubungan cinta kasih pada orang-orang terkasih yang kita miliki.

Pelajaran hidup mengajarkan, acapkali penyesalan datang terlambat. Jangan sampai kita menyesal tidak memberikan yang terbaik ketika orang yang kita kasihi masih hidup.

Saya sendiri mengalami penyesalan mendalam ketika sahabat terbaik saya pergi untuk selamanya. Di hari-hari terakhirnya, saya terlalu sibuk dengan urusan anak yang ketika itu mulai belajar dari rumah.

Saya tidak menyadari bahwa itu adalah hari-hari terakhirnya. Penyesalan datang ketika akhirnya dia pergi dengan begitu cepat, tanpa tanda, tanpa pesan. Karena aturan pemerintah yang sangat ketat, saya bahkan tidak bisa mengantarnya ke peristirahatan terakhirnya.

Jangan sampai kejadian yang pernah saya alami, anda alami.

Pandemi ini juga menyadarkan kita tentang betapa pentingnya keluarga. Di saat kita tidak bisa kemana-mana, keluarga adalah tempat perhentian terbaik. Tanpa keluarga, kita akan merasa sangat terasing dan kesepian.

Sebagian besar orangtua bekerja dari rumah. Anak-anak pun sekolah dari rumah. Hal ini membuat intensitas berkumpul meningkat. Interaksi meningkat.

Tanpa disadari, kedekatan antara anggota keluarga yang mungkin saja sebelumnya sempat kendur, terjalin erat kembali. Suami istri jatuh cinta kembali. Anak-anak kembali merasakan kehadiran orangtua yang selalu dekat. Kehangatan dalam keluarga kembali membara. Sungguh hikmah tak terkira dari pandemi.

Menghargai pekerjaan
Pandemi ini memaksa banyak orang kehilangan pekerjaan, kehilangan sumber mata pencaharian, atau kehilangan penghasilan.

Fenomena ini menyadarkan kita, betapa berharganya pekerjaan yang kita miliki. Apapun jenis pekerjaan itu. 

Bukan waktunya lagi mengeluh. Bukan waktunya lagi bersungut-sungut. Perbaiki diri, perbaiki attitude dalam bekerja, dan senantiasa bersyukur atas pekerjaan yang dimiliki. Niscaya ke depannya, kita mampu bertahan, di tengah masa sukar sekalipun.

Tumbuhnya kreativitas
Di tengah gempuran kesulitan ekonomi global, pandemi ini memaksa sebagian orang berpikir keras untuk mampu bertahan hidup.

Berita baiknya, banyak orang memanfaatkan the power of kepepet nya dengan baik. Kreativitas tumbuh. Berbagai jenis usaha pun tercipta.

Bahkan, tidak sedikit ibu rumah tangga yang kreatif dan terjun dalam dunia usaha demi menopang keuangan keluarga. Tidak menutup kemungkinan, usaha yang dirintis akan tumbuh dan berkembang di waktu yang akan datang.

Dilatih untuk bersabar, bersyukur dan bersukacita
Berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan hanya di rumah, bukanlah perkara mudah kala awal menjalaninya. Bagi saya yang sudah terbiasa hampir setiap hari keluar untuk memjemput anak dari sekolah, berkumpul bersama komunitas orangtua murid, tertahannya kaki tak bisa melangkah, cukup membuat stres di bulan-bulan awal pandemi.

Begitu pula dengan sebagian orang yang mungkin sudah terbiasa beraktivitas di luar rumah. Pandemi ini membuat diri jenuh karena tidak bisa kemana-mana. Sekolah, bekerja, bahkan ibadah hanya dari rumah.

Tetapi tanpa kita sadari, hal ini mnjadi semacam pelatihan bagi kita. Kita dilatih untuk bersabar menghadapi situasi tidak enak. Kita juga diajar untuk bersyukur dan bersukacita akan segala keadaan. Karena di atas segalanya, kesehatan diri dan keluarga merupakan proritas utama. 

Besar harapan kita, memasuki tahun yang baru, virus corona segera punah, kehidupan kembali membaik. 

Berhubung tulisan ini saya persembahkan sebagai wujud partisipasi dalam Event Komunitas Menulis, yang diadakan Ladiesiana Kompasiana, sedikit ajakan untuk para  Ladies. Yuk tinggalkan cara hidup lama yang tidak membangun dan bermanfaat. Mulai menghargaii diri sendiri, menjaga kesehatan, menyayangi keluarga, mencintai pekerjaan, dan aktif menumbuhkan kreativitas.

Akhir kata, jangan pernah melihat tahun 2020 yang baru saja berlalu, sebagai tahun penderitaan dan kegagalan. Namun lihatlah tahun 2020 sebagai tahun pemulihan. Pemulihan terhadap cara pandang kita pada kesehatan, pemulihan terhadap hubungan dalam keluarga, pemulihan pada sikap kita dalam bekerja, pemulihan dalam sikap hidup dan pemulihan-pemulihan lainnya.

Tetaplah bersyukur dan bersukacita atas anugerah kehidupan yang diberikan Sang Pencipta. Niscaya kehidupan di tahun baru 2021, akan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Salam
Martha Weda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun