Mohon tunggu...
Politik

Sehatkan Golkar Melalui Ketua yang Sehat!

27 Februari 2016   00:42 Diperbarui: 27 Februari 2016   01:37 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber: teropongsenayan.com"][/caption]

Konflik dualisme Partai Golkar jelas merugikan kader dan potensi sumber daya partai. Lebih jauh, partai politik yang berkonflik, apalagi sebesar Partai Golkar, tentu akan berimplikasi pada terganggunya stabilitas politik nasional. Bisa dibilang ini adalah sejarah terkelam perjalanan partai senior itu di kancah perpolitikan nasional. 

Partai Beringin berada di titik nadir. Sederet kronik mewarnai perjalanan partai yang tak bisa jauh dari lingkaran kekuasaan itu.

Pilkada serentak 2015 menjadi bukti Golkar tak lagi menyandang status jawara Pilkada seperti biasanya. Ia “babak belur”. Prestasi buruk inilah yang harus dibenahi dengan memilih pemimpin yang bisa menyehatkan kembali partai.

Intrik demi intrik membuat Golkar seakan kehilangan figur pemersatu. Upaya islah menyiratkan kandungan polemik yang tidak sederhana. Apalagi menjelang Munaslub pada bulan April nanti. Berbagai isu memperlihatkan bagaimana elit Golkar saat ini seperti lebih mengutamakan jalur-jalur praktis menuju kekuasaan, dan terkesan bukan berniat menyehatkan namun malah meruncing perbedaan. Padahal Golkar memiliki agenda utama: memanaskan mesin politik untuk bertarung di Pilkada 2017. 

Sinyal ini menguat menjelang Munaslub saat sejumlah nama mulai bermunculan menyatakan kesiapan menjadi Ketum. Sebut saja Ade Komarudin (Akom), Setya Novanto (Setnov), dan Aziz Syamsudin yang terlihat serius. Menyusul ada Idrus Marham, Mahyudin, Prio Budi Santoso, Syahrul Yasin Limpo, dsb. Terakhir tersebut pula nama Airlangga Hartarto, salah satu Ketua DPP hasil Munas Riau.

Yang pertama, perhatian tertuju pada orang nomor 1 DPR, Ade Komarudin (Akom). Mantan ketua fraksi yang sekarang menjadi Ketua DPR menggulingkan, maaf, menggantikan Setya Novanto paska skandal memalukan transkrip rekaman pembicaran terkait Freeport.

Bagi banyak kader partai beringin yang paham sosok Akom dan kiprahnya selama ini maka mereka lebih ingin Akom lebih fokus memimpin DPR. Konsentrasi kekuasaan akan terlalu besar di Akom jika ia menjadi Ketum Golkar sekaligus Ketua DPR. Dua-duanya lembaga penting untuk dibenahi. Apalagi bagi Golkar, mereka harus bersiap menghadapi pilkada serentak 2017, 2018 dan pemilu nasional 2019.

Problem lainnya adalah Akom selain punya banyak kawan, juga punya banyak musuh di internal partai. Terlalu licin, sulit dipercaya, menurut seorang tokoh senior Golkar.

Ketum baru nanti haruslah orang yang bisa mempersatukan semua kalangan partai hingga ke level daerah. Memberikan harapan baru dan mampu merangkul. Serta satu hal lagi, memiliki sumber pendanaan yang kuat dan independen. Seorang pimpinan partai Golkar di daerah menyatakan khawatir jika partai dipimpin oleh sosok yang tidak jelas sumber keuangannya, pejabat negara yang rentan dituduh korupsi atau malah menjadi sekedar 'wayang' dari sejumlah cukong.

Kedua, perhatian tertuju pada mantan Ketua DPR yang sekarang menjadi Ketua Fraksi, Tuan Setya Novanto alias Setnov. Tukar tempat dengan Akom. Ia disebut-sebut salah satu aktor utama (atau aktor pendukung?) yang menjadi korban (dikorbankan) dalam drama 'permafiaan' Papa Minta Saham Freeport beberapa waku lalu. Masih segar 'Ketoprak Humor' Sidang MKD dengan lakon "Kuguyur Kau dengan Ratusan Miliar, Jangan kau Gusur Aku dari DPR, cukup Gugurkan Statusku dari Ketua DPR"

Meski Golkar membutuhkan ketua umum yang tajir dan independen. Namun bagi kader di daerah, mereka menolak jika partai sebesar Golkar yang didesain sejak zaman Bung Karno dan didirikan menjadi sebuah blok politik kokoh oleh Pak Harto dipimpin oleh sekelas 'mafia proyek' dengan asal-muasal kekayaan yang berbau skandal. Ia, meminjam bahasa Nazaruddin, mantan Bendum Demokrat: Setnov itu sinterklas. Pantas saja untouchable, tidak tersentuh hukum, dermawan dengan upeti yang menyenangkan. Namun tetap saja, akan terus dibayang-bayangi oleh kasus-kasus hukum. Jangan sampai Golkar melemah secara institusi karena ketumnya tersandera dugaan kasus hukum, begitu pendapat seorang kader terkenal dari Sulses yang tak ingin disebut namanya.

Setnov memang memiliki banyak teman di daerah, ia cukup royal dan loyal. Namun para kader sejati Golkar ingin perbaikan dan perubahan citra Golkar menjadi partai yang baik, positif dan berguna bagi bangsa dan negara. Duitnya mungkin akan diterima, tapi sulit bagi kader yang loyal dengan perjuangan partai untuk memilih sosok seperti Setnov menjadi ketum. Karena alasan diatas tadi. Pahamkan??

Kandidat lainnya yang cukup sering disebut adalah Aziz Syamsudin. Ini lagi. Anak muda ambisius. Cerdas, hangat, namun rentan kasus hukum. Idrus Marham, orang baik, ramah tak sombong dan cukup cerdas sebagai politisi. Namun tentunya kita tahu berat bagi sahabat Idrus ini untuk bisa mendapat dukungan dana yang independen untuk menjadi ketua umum Partai Golkar kecuali mendapatkan dukungan dari ...., dari siapa yaaa ...????

Baiklah saudara, para kader Golkar, lalu siapa yang kita pilih? Pemimpin itu akan lahir dan muncul dengan sendirinya. Cermatlah melihat tanda-tanda zaman. Bijaksana, sadar diri, jangan ikuti emosi. Ini tahun kera bung! Hehe entah apa hubungannya, yang jelas partai sebaik Golkar hanya pantas dipimpin oleh sosok yang baik. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun