Sangat banyak kekeliruan yang fatal terjadi dan menjadi sesuatu yang wajar, karena kekeliruan tersebut engah dibiasakan dan menjadi hal yang lumrah. Mematahkan kekeliruan yang dianggap wajar adalah usaha bersama.Â
Bukan berarti usaha bersama itu harus selalu dilakukan secara massif, turun ke jalan beramai-ramai atau pidato lewat mimbar-mimbar. Gelombang perubahan tidak terjadi secara langsung dan mendadak. Dia bermula dari percikan-percikan ide yang datang dari individu-individu. Tidak semua orang punya kesempatan untuk mengubah dari mimbar yang tinggi.Â
Tapi, semua orang bisa menjadi nyala kecil di dalam proses perubahan tersebut. Jadilah nyala kecil tersebut, bukan malah melanggengkan kegelapan dengan diam hanya karena sungkan. Apakah jangan-jangan memilih untuk bersikap diam atas kekeliruan yang terjadi di depan mata adalah hasil dari trauma masa lalumu, masa lalu nenekmu, masa lalu nenek moyang kita? Trauma yang terjadi dulu mandarah daging dan menyelinap di kekinian?Â
Trauma akibat dijajah selama ratusan tahun? Jika memang ini penyebabnya, mari bersama-sama sembuh dari trauma ini. Kita sudah 75 tahun merdeka. Jangan lagi takut berkata-kata. Saat ini, semesta adalah tempatmu untuk menggunakan hakmu bersuara. Nyaringkanlah apa yang benar. Sudahi sampai di sini. Sudah terlalu lama kita diam saja atas banyaknya kekeliruan yang dilanggengkan. Lantangkan sikap, meski itu sahabatmu sendiri. Suatu saat, kita akan mati. Saat itu terjadi, kita akan meniada dengan lega karena menolak untuk mewariskan kekeliruan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H