Mohon tunggu...
Berita Nendank
Berita Nendank Mohon Tunggu... -

Himpunan Artikel, Berita, dan Opini Beberapa Mahasiswa FISIP UPNVJ

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesetaraan Bagi Mereka yang Berbeda

12 November 2017   17:09 Diperbarui: 12 November 2017   18:33 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka yang berbeda hanya sekedar berbeda secara fisik. Hanya fasilitas penunjang yang sedikit lebih istimewa yang mereka butuhkan. Raganya mungkin tak sama, namun hak dan kewajiban yang mereka punya adalah sama. Tak banyak mereka yang sesungguhnya memiliki potensi dan kemampuan yang sebenarnya sangat luar biasa. Namun hanya perihal fasilitas yang menyulitkan dan kurang bersahabat bagi mereka mampu mematikan potensi-potensi tersebut.

Demi mendapatkan penghidupan yang layak, mereka dituntut untuk mampu menjadi kreatif. Tak jarang pula dari mereka yang kemudian mampu mempekerjakan dirinya dengan usahanya sendiri. Namun nyatanya tak semua orang memiliki kesempatan dan keberuntungan yang sama. Bagaimana dengan mereka yang memiliki potensi, keterampilan dan kreativitas namun minim modal? Ini yang seharusnya dipikirkan sebelum menuntut sesorang untuk menjadi kreatif. Pinjaman? Beberapa jasa pinjaman modal kerap memberatkan peminjam dengan bunga pinjaman yang cukup besar. Tak jarang akibat pinjaman yang awalnya menjadi modal justru menjadi bumerang yang membuat beberapa usaha menjadi gulung tikar.

Angka 0,4 bukanlah angka yang kecil dan bisa diremehkan. Apabila penduduk Indonesia adalah 300.000.000 jiwa saja, maka angka para difabel tersebut adalah sebesar 1.200.000 jiwa. Inilah adalah hal yang patut disayangkan. Dengan memberdayakan 1.200.000 jiwa tersebut sangat banyak hasil positif yang bisa didapatkan. Begitu banyak sektor yang bisa berkembang apabila 1.200.000 jiwa tersebut dapat diberdayakan dan diberi kesempatan yang sama halnya dengan yang lain.

Kurangnya pemberdayaan ini nyatanya justru membuat masalah baru. Tak jarang beberapa dari mereka yang membutuhkan namun dalam keterbatasan memilih jalan pintas dengan sekedar mengharap belas kasihan. Hal semacam ini hanya akan menambah jumlah para tuna wisma. Kemudian pada akhirnya mereka harus ditertibkan dengan secara paksa oleh departemen sosial. Pembinaan oleh departemen sosial memang baik adanya, namun pembinaan berkelanjutan lah yang dibutuhkan. Pembinaan hingga mereka yang dianggap harus ditertibkan ini sudah siap secara mental maupun kemampuan untuk tidak kembali ke jalan.

Kemudian apa yang sebenarnya dibutuh oleh para difabel? Undang-undang yang melindungi segala hak para penyandang disabilitas ini adalah jalan keluar terbaik. Undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas adalah sudah benar adanya. Undang-undang yang melindungi segala hak para penyandang disabilitas ini diharapkan akan menciptakan negara ramah disabilitas. Maka perku ditegakkan dan disosialisasikan agar semua warga negaranya tanpa terkecuali mengetahui dan memahami benar bahwa mereka yang berbeda memiliki hak dan kesempatan yang sama. Namun bukan hanya sekedar perihal melindungi hak dan kesempatan, negara juga harus membenahi fasilitas yang ada agar dapat sepenuhnya menjadi negara ramah disabilitas. Karena mereka bukan untuk dikesampingkan, penyandang disabilitas adalah bagian dari sebuah negara yang membutuhkan perhatian lebih dari negaranya.

Tak hanya sekedar undang-undang dan peraturan, sebagai sesama sudah seharusnya warga negara juga tidak membedakan mereka yang spesial. Menghargai kekurangan yang ada akan membuat hidup semakin rukun dan damai. Maka mulailah berpikir untuk memperlakukan orang lain seperti kalian ingin diperlakukan oleh orang lain.

Penulis: Diah Afrilian Dini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun