Diatur pula bahwa untuk pelayanan perizinan usaha wajib menggunakan aplikasi elektronik dalam jaringan yang dinamai SPIPISE (Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik) yang tanggung jawabnya diserahkan kepada BKPM, sementara perizinan usaha lainnya masih tersebar di berbagai lembaga kementerian/non kementerian yang turunannya ke berbagai OPD.
Perpres 27/2009 yang telah dinanti-nanti selama dua tahun itu ternyata kalah cepat dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 yang terbit sembilan bulan sebelumnya. Permendagri 20/2008 malah menginstruksikan daerah untuk membentuk instansi baru dengan nomenklatur Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) dalam rangka melayani perizinan dan non perizinan.Â
Terjadilah dualisme perangkat pelayanan perizinan hampir di seluruh daerah di Indonesia. Satu instansi dibentuk khusus untuk melayani izin penanaman modal yang terintegrasi dengan BKPM melalui SPIPISE dan satu instansi lagi untuk izin dan non izin lainnya yang menggunakan aplikasi elektronik yang dikembangkan sendiri tanpa terintegrasi dengan pusat meski ada sedikit daerah yang sudah bertindak benar dengan menyatukannya. Penantian penulis dan para insan pelayanan penanaman modal di seluruh Indonesia pun masih harus berlanjut.
Baru pada September 2014, di penghujung masa jabatannya, Presiden SBY sekali lagi mengeluarkan Perpres yaitu Nomor 97 Tahun 2014 yang isinya kembali memerintahkan pembentukan PTSP yang seragam untuk seluruh daerah di Indonesia dengan nama Badan Penanaman Modal dan PTSP (BPMPTSP).Â
BPMPTSP ini pun tetap harus menggunakan SPIPISE dalam pelayanannnya. Presiden Joko Widodo yang menjadi suksesor kemudian bergerak cepat dengan me-launching PTSP (One Stop Service) untuk seluruh perizinan di tingkat pusat yang dikelola oleh BKPM pada awal tahun 2015. Sementara Perpres Nomor 3 Tahun 2016 dikeluarkan untuk kembali memerintahkan penyelenggaraan BPMPTSP di tingkat daerah yang kali ini dibarengi dengan ancaman pencabutan Dana Alokasi Umum (DAU).Â
Nomenklatur BPMPTSP akhirnya direvisi menjadi DPMPTSP melalui PP Nomor 18 Tahun 2016 dan Permendagri Nomor 100 Tahun 2016. Akhirnya mulai tahun 2017 DPMPTSP di berbagai daerah terbentuk melayani hampir semua perizinan meski jumlah dan efektivitasnya berbeda-beda tiap daerah.Â
Pada bulan April 2018, Direktur Jenderal Bina Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri menyebutkan bahwa sebanyak 377 daerah dari 548 daerah (68,79%) telah menggunakan teknologi informasi dalam penyelenggaraan perizinan dan non perizinan melalui DPMPTSP.
Evalusasi One Stop Service
Mengevaluasi sistem One Stop Service yang sudah berjalan, pemerintah rupanya ingin menerapkan layanan yang lebih ringkas lagi dengan istilah OSS yang baru yaitu One Single Submission yang mulai dijalankan pada akhir bulan Mei 2018 untuk tingkat pusat.
Aplikasi OSS yang baru ini nantinya harus digunakan oleh seluruh PTSP daerah sehingga benar-benar terintegrasi dalam jaringan. Pada pelaksanaan One Stop Service selama ini, SPIPISE hanya bisa digunakan untuk pendaftaran dan izin usaha penanaman modal namun tidak untuk izin usaha lain, semisal Izin Usaha Perdagangan (IUP) atau Izin Usaha Industri (IUI) yang diproses dengan aplikasi berbeda yang dikembangkan oleh masing-masing daerah.Â
Tahun 2013 Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) juga sudah membangun Aplikasi Cerdas Layanan Perizinan Terpadu untuk Publik---yang disingkat Si CANTIK---untuk digunakan oleh daerah yang belum memiliki aplikasi perizinan elektronik. Faktanya banyak daerah yang membangun sistem elektronik sendiri. Kondisi ini tentunya jauh dari hakikat "One Stop" yang terintegrasi.Â