Salah satu aktivis kesehatan, Profesor Boyd Swinburn, menyebutkan bahwa program itu meningkatkan gizi bagi 7,3 persen murid, yang tidak memiliki akses yang cukup terhadap makanan di rumah. Swinburn juga mengutip pernyataan dari PISA (lembaga penilaian murid internasional) bahwa murid yang mengalami kerawanan pangan, rata-rata, tertinggal dua hingga empat tahun dari teman sekolahnya yang tidak mengalami kerawanan pangan.
Meski demikian, penilaian bahwa program ini kurang bermanfaat juga muncul, yang menariknya, diutarakan oleh Menteri Pendidikan New Zealand sendiri. Sang Menteri bahkan mempertimbangkan untuk tidak melanjutkan program ini, mengingat biaya yang dikeluarkan cukup besar.
Menurutnya, tidak ditemui dampak nyata program tersebut terhadap kehadiran murid maupun prestasi secara nasional. Di beberapa kasus, makanan justru terbuang karena tidak dikonsumsi. Tambah lagi, dampak negatif limbah kemasan makanan.
Sebagai informasi, Menteri Pendidikan New Zealand saat ini, David Seymour, adalah pemimpin Partai ACT, salah satu dari koalisi partai yang berkuasa sejak tahun 2023. Sementara Partai Buruh yang melahirkan program tersebut, saat ini berperan sebagai oposisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H