Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Public Policy Analyst

Penikmat seni dan olah raga yang belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, NZ dan melayani publik di Kota Medan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Toilet dan Pariwisata dalam Perspekif New Zealand

20 Februari 2022   14:58 Diperbarui: 20 Februari 2022   15:05 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Toilet-toilet unik sengaja dibangun para seniman dan arsitek NZ untuk menjadi daya tarik tersendiri bagi pariwisata. Biayanya tentu tidak murah. Toilet berdesain wajah berhadapan di Matakana kabarnya menghabiskan 400.000 dolar NZ atau nyaris 4 miliar rupiah. Namun jangan terburu-buru juga meng-wow-kan angka ini, apalagi jadi pesimis, karena nilainya tentu berbeda dengan nilai di Indonesia, terkait kurs, daya beli, dan tingkat upah. Membangun toilet seperti itu di Indonesia, biayanya pasti jauh lebih murah.

Toilet berdesain wajah berhadapan di Matakana (Foto: Stuff/Holger Voth)
Toilet berdesain wajah berhadapan di Matakana (Foto: Stuff/Holger Voth)

Mengapa mereka menghabiskan banyak duit untuk membangun toilet padahal dipergunakan secara gratis? Semuanya demi seni dan pariwisata. New Zealand mengaku sudah menceburkan diri ke dalam wisata toilet. Iya, toilet tourism! Wisata ini sudah dikenal di dunia, Bro.

International Toilet Tourism Awards yang pertama digelar pada tahun 2017 untuk mendorong inovasi, kebersihan, dan desain toilet yang diyakini dapat meningkatkan ekonomi pariwisata daerah setempat. Mungkin berkaitan dengan itulah mengapa Kementerian Pariwisata New Zealand menganggarkan 19,3 juta dolar NZ (hampir 193 miliar rupiah) pada tahun 2018, yang sebagian besarnya dialokasikan untuk pembangunan dan renovasi toilet.

Bagaimana dengan Indonesia? Owh, jangan diragukan, kreativitas para seniman dan arsitek kita. Mereka bisa membuat toilet yang lebih aneh dan lebih menyenangkan lagi. Anggaran kita juga cukup. Tetapi dalam ekonomi kreatif, yang dihargai paling mahal itu adalah ide orisinil. Jadi kita tidak harus membuat toilet seperti di NZ itu lagi tetapi menggali ide-ide lain yang belum dipikirkan oleh orang banyak.

Sebentar, mari kita berkonsentrasi dulu untuk menyediakan toilet yang layak, bersih, dan gratis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan para pelancong. Saya tahu, para seniman dan arsitek kita sudah tidak sabar untuk berkarya tetapi kesempatan dan dukungan untuk itu harus disiapkan terlebih dahulu.

Catatannya adalah, pariwisata masa kini adalah soal kreativitas. Apa saja yang bisa dibuat menarik akan menjadi tambang uang berlabel wisata. Well, toilet memang bukan destinasi utama dan tidak bisa berdiri sendiri. Dia adalah pelengkap yang pada saat yang sama mendukung wisata alam, gedung bersejarah dan wisata buatan lainnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun