Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Public Policy Analyst

Penikmat seni dan olah raga yang belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, NZ dan melayani publik di Kota Medan

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Cavani Ditantang Dua Tradisi Buruk United, Latin dan Gondrong

7 Oktober 2020   12:21 Diperbarui: 8 Oktober 2020   12:09 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manchester United. (Sumber gambar: thegaltimes.com)

Edinson Cavani (33) adalah satu dari lima rekrutan deadline Manchester United. Terkesan panik dan putus asa tetapi okelah, mengingat skil dan reputasi Cavani sebagai salah satu striker top.

Empat rekrutan lain adalah Alex Tellles (27), Willy Kambwala (16), Amad Diallo Traore (18), dan Facundo Pellistri (18).

Banyak pengamat mengakui kalau Cavani adalah rekrutan yang sangat bernilai bagi United, tapi jika itu dilakukan lima tahun yang lalu. Ya, lima tahun yang lalu Cavani berusia 28 tahun, usia keemasan. 

Penampilannya mulai menurun. Musim lalu adalah penampilan tersedikitnya di Paris Saint Germain, yaitu 14 pertandingan dengan hanya menjaringkan 4 gol dan 2 assist. Sebuah statistik yang tidak elok seiring pertambahan usia seorang pemain bintang.

Sebenarnya bukan sekali ini United mendatangkan pemain veteran yang dianggap sudah habis. Ada Edwin van der Sar yang datang di usia 34 (2005), Zlatan Ibrahimovic di usia 34 (2016), Henrik Larsson di usia 35 (2007), dan Laurent Blanc juga di usia 35 tahun (2001). Keempat pemain veteran ini ternyata tidak mengecewakan bahkan dikenang dengan manis.

Van der Sar menjadi legenda kiper United setelah Peter Schmeichel dan menutup kariernya dengan manis di Old Trafford. Ibrahimovic menyarangkan 29 gol di semua kompetisi dalam dua musim.

Sementara Larsson yang cuma singgah selama tiga bulan tapi sempat membuat tiga gol. Dua golnya malah penting karena menyelamatkan United kala kontra Lille di Liga Champions dan melewati adangan Aston Villa di Piala FA.

Blanc juga tidak mengecewakan dengan ketenangan dan kemampuan membaca permainannya. Kontaknya pun sempat diperpanjang selama dua musim menunggu adaptasi Rio Ferdinand sebagai suksesornya.

Masalah terbesar yang akan dihadapi Cavani mungkin bukanlah usia. Well, adaptasi gaya bermain sudah pasti tetapi dua tradisi buruk United siap menantangnya. Pertama tentang pemain latin dan kedua tentang rambut gondrong.

Pemain Latin

Jangan terlalu serius, tetapi ini kenyataan. Pemain-pemain asal Amerika latin dan pemain gondrong kurang bersinar di United, entah apa hubungannya. Coba kita tinjau sepanjang era Premier League alias 20 tahun terakhir.

Anak 90an pasti mengakui kehebatan Juan Sebastian Veron (Argentina) sebagai gelandang. Usai berjaya di Italia bersama Sampdoria dan Lazio, Veron datang ke Old Trafford dengan rekor transfer termahal Inggris (42,6 juta) di tahun 2001.

Cuma bertahan dua musim, Veron kemudian dijual ke Chelsea separuh harga. Penampilannya di United angin-anginan dan terkesan sulit menemukan peran ideal di antara Giggs, Keane, Scholes, dan Beckham. Kariernya pun terus menurun setelah kepindahannya ke United itu.

Gabriel Heinze (Argentina) yang datang di tahun 2004 memang pilihan utama Sir Alex saat itu namun dianggap kurang ideal memainkan karakter bek sayap United hingga Evra pun digaet pada 2006. Terbukti, Evra-lah yang menjadi bek kiri legendaris United meneruskan Dennis Irwin.

Diego Forlan (Uruguay) dianggap rising star ketika dipinang United. Gol-gol sepakan kerasnya di Independiente memikat banyak klub. Usianya yang masih 23 juga sangat menjanjikan kala itu tetapi fakta berkata lain.

Forlan kesulitan beradaptasi dengan iklim sepak bola Inggris dan karakter United. Ia pun cuma bertahan dua musim dan dijual dengan harga hampir seperempatnya. Bertahun-tahun kemudian di Villareal Forlan menemukan kualitas yang sebenarnya hingga pernah menjadi top scorer.

Status rising star juga dibawa Kleberson (Brasil) saat dikontrak bersamaan dengan Cristiano Ronaldo di tahun 2003. Kleberson menjadi pemain Brasil pertama yang dikontrak United. Sempat menjadi pilihan utama tim nasional Brasil, penampilan Kleberson jauh dari harapan publik dan dilepas pada musim kedua.

Kleberson (kiri) tak bisa berbicara banyak di MU. Sementara Ronaldo, kita semua tahu kariernya seperti apa. (Sumber gambar: espn.com)
Kleberson (kiri) tak bisa berbicara banyak di MU. Sementara Ronaldo, kita semua tahu kariernya seperti apa. (Sumber gambar: espn.com)
Pemain-pemain muda Brasil kemudian berdatangan ke United. Si kembar Rafael dan Fabio da Silva ditempa United menjadi pemain bagus. Sayang, pascapensiunnya Sir Alex, mereka pun kehilangan tempat kemudian layu.

Karier yang lebih baik dialami Anderson (Brasil) dan Antonio Valencia (Ekuador), dua pemain latin yang bertahan lama di United. Valencia sendiri boleh disebut sebagai pemain latin yang sukses di United dan bahkan sempat menyandang ban kapten di era Mourinho.

Anderson juga pemain timnas Brasil dan turut memenangkan Liga Champions 2008. Tetapi sama seperti Fabio dan Rafael, karier Anderson di United berakhir sepeninggal Sir Alex. Mencoba peruntungan di Liga Brasil dan Turki, karier Anderson terus merosot hingga pensiun di tahun 2019 lalu.

Carlos Tevez adalah pemain argentina ketiga di Old Trafford (2007). Hampir menjadi legenda karena gelontoran gol-golnya. Namun sikap bengalnya dan kepindahannya ke rival abadi, Manchester City (2009), melunturkan semuanya. Terbukti di City pun ia kerap bermasalah dengan manajer.

Lain lagi ceritanya Radamel Falcao (Kolombia). Falcao ada di deretan penyerang berbahaya di liga eropa tahun 2010-2014. Karirnya menanjak di Porto dan menemui puncak di Atletico Madrid hingga direkrut Monaco dengan memecahkan rekor penjualan Atletico.

Sederet rekor pribadi dicatat Falcao di pentas eropa seperti top scorer, hattrick, hingga dua trofi Eropa berturut-turut. Cedera yang didapatnya di Monaco mungkin memengaruhi penampilannya hingga tampil jauh di bawah standar dirinya saat bermain untuk United (2014).

Pemain latin lain yang pernah dibeli United dengan harga mahal adalah Angel Di Maria (Argentina). Memecahkan rekor pembelian (50 juta), Di Maria ternyata tampil mengecewakan selama setahun di United. Kepiawaiannya di Real Madrid seperti hilang dan baru muncul kembali setelah pindah ke Paris St Germain.

Nasib Alexis Sanchez (Cile), Marcos Rojo (Argentina) dan Guillermo Varela (Uruguay) juga tak jauh beda. Sanchez mungkin telah melewati usia emasnya tetapi Rojo dan Varela datang di usia muda, masing-masing 24 tahun dan 20 tahun, tetap juga gagal bersinar.

Pemain latin terakhir di United adalah kiper Sergio Romero (Argentina) dan duo gelandang Brasil, Fred dan Andreas Pereira.

Romero sebenarnya cukup baik menjaga gawang United tetapi faktor usia mungkin membuatnya sulit menggeser de Gea. Kembalinya kiper muda Dean Henderson pun memupus kariernya di United.

Fred masih bermain reguler dan Pereira menjadi pelapis. Keduanya bukanlah sosok pemain bintang yang punya kemampuan istimewa. Satu-satunya alasan Fred dan Pereira masih bertahan mungkin karena gaya Solskjaer yang mirip Sir Alex saat mempertahankan Anderson. Mengefektifkan pemain-pemain yang dianggap biasa untuk membantu tim.

Rambut Gondrong

Lucu jika mengkait-kaitkan performa dengan rambut gondrong. Tetapi secara kebetulan, jarang pemain gondrong yang sukses dan bertahan lama di United selepas era George Best yang memang zamannya gondrong waktu itu.

Saya sangat gembira ketika Karel Poborsky direkrut pada tahun 1996 karena daya jelajah dan tembakan kerasnya. Sayang, pahlawan Ceko di Euro 96 yang gondrong itu sulit menampilkan kehebatannya di United hingga dijual pada musim kedua. Padahal, ia kemudian menjadi bintang di Lazio dan disukai para penggemar.

Forlan juga favorit saya. Tetapi ia juga masuk ke dalam barisan pemain-pemain gondrong yang gagal menjadi bintang seperti Anderson, Tevez, Falcao, dan Fellaini. Belakangan ada Tahith Chong, pemain Belanda bergaya rambut Valderrama yang tampil impresif di akademi.

Diego Forlan saat berkarier di MU, banyak menjadi cadangan (Sumber gambar: tribunnews.com)
Diego Forlan saat berkarier di MU, banyak menjadi cadangan (Sumber gambar: tribunnews.com)
Setelah sempat dicoba dalam beberapa pertandingan pada musim lalu, Chong pun dianggap belum bisa menembus tim utama United hingga dipinjamkan ke Werder Bremen.

Nah, menarik menyaksikan bagaimana Cavani menghadapi tantangan dua tradisi buruk Manchester United ini, ditambah usia yang tak lagi muda. Apakah ia berhasil? Semoga.

(Data-data diambil dari Transfermarkt.com dan berbagai media)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun