Mohon tunggu...
Bergman
Bergman Mohon Tunggu... -

A dreamer who likes writing

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kapal Danau Toba, Kisahku dan Kisahmu

20 Juni 2018   16:11 Diperbarui: 11 Juli 2018   16:08 2743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun hal yang sangat penting dan penyebab utama kecelakaan di Danau Toba selama ini adalah jumlah penumpang yang jauh melebih kapasitas ideal! Janganlah mengalah dengan berbagai kepentingan dan perasaan sehingga mengizinkan penumpang naik terlalu banyak.

Jika standar minimum keselamatan yang ideal belum dapat dilaksanakan, cobalah dulu hal yang terminimum dari yang minimum. Jika sudah terbiasa dalam dua atau tiga tahun, niscaya standarnya akan lebih mudah ditingkatkan untuk tahun-tahun selanjutnya. Orang yang kelaparan biasanya memesan terlalu banyak makanan dan ia tak mampu menghabiskannya.

kelebihan-muatan-di-danau-toba-foto-bergman-jpg-5b2dfe8cbde57556937261d2.jpg
kelebihan-muatan-di-danau-toba-foto-bergman-jpg-5b2dfe8cbde57556937261d2.jpg
Kecelakaan kapal penumpang di Danau Toba selalu terjadi pada sore dan malam hari, serta pada hari-hari besar atau acara besar dimana penumpang sudah terdesak harus menyeberang karena mungkin itu kapal terakhir atau mengingat perjalanan mereka yang masih jauh menuju berbagai tempat di Sumatera Utara.

Ribuan kali mondar-mandir dengan selamat sentosa di atas Danau Toba seakan menjadi legitimasi untuk pelanggaran-pelanggaran standar minimal keselamatan. Saya sendiri berkali-kali melihat kapal feri memaksakan (atau dipaksa penumpangnya yang mungkin pejabat) untuk memasukkan satu-dua kendaraan padahal kapal sudah penuh.

Sering separuh badan mobil yang terakhir menjulur keluar di atas pintu penutup yang dibiarkan terbuka. Kadang kala pihak pengelola kapal berbaik hati atau terpaksa mengizinkan penumpang masuk, bukan semata-mata karena serakah akan uang. Tetapi menolong orang lain kadang bisa menjerat leher sendiri.

Tragedi KM Sinar Bangun ini terjadi akibat budaya permisif yang terbangun selama ini. Pemilik kapal bersikap permisif terhadap kemauan penumpang yang ingin ikut meski sudah penuh ditambah kendaraan-kendaraan roda dua mereka yang seharusnya tidak masuk ke kapal penumpang. Pihak otoritas perhubungan juga permisif terhadap kelaikan kapal yang beroperasi secara komersil dan permisif terhadap ketidaklengkapan peralatan keamanan, terlebih permisif pula pada muatan yang melewati batas maksimum dan bertolak pada cuaca yang kurang bersahabat.

 Ada teori yang menyebutkan bahwa manusia bisa menjadi iblis jika dibiarkan tanpa aturan. Manusia tidak selalu dapat diharapkan berlaku benar sesuai kesadarannya sendiri. Manusia adalah makhluk yang hidupnya harus dipagari peraturan dan mesti diawasi. Untuk memperbaiki buruknya kesadaran masyarakat pada transportasi di Danau Toba ini, dan untuk menyelamatkan ratusan nyawa penumpang di masa mendatang, pemerintah harus mengambil tanggung jawab untuk mengubah perilaku penyedia maupun pengguna jasa transportasi di Danau Toba. Tetapkan standar minimum lalu awasi tanpa toleransi. (berg)

img-20180623-wa0024-5b2dfd4b5e1373052276f775.jpg
img-20180623-wa0024-5b2dfd4b5e1373052276f775.jpg
(Kondisi muatan KM Sinar Bangun sesaat sebelum bertolak dari Simanindo)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun