Mohon tunggu...
Bergman
Bergman Mohon Tunggu... -

A dreamer who likes writing

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kapal Danau Toba, Kisahku dan Kisahmu

20 Juni 2018   16:11 Diperbarui: 11 Juli 2018   16:08 2743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Ilustrasi kapal di danau toba dalam cuaca buruk)

Jika mengingat kiat tulisan opini yang bagus itu antara lain harus cepat dan terkini, maka coretan ini harusnya dipublikasi beberapa jam setelah kapal motor Sinar Bangun tenggelam di Danau Toba pada 18 Juni 2018 lalu dalam perjalanannya dari Simanindo menuju Tigaras.

Namun demi rasa kemanusiaan dan rasa empati yang terdalam terhadap seluruh keluarga korban, saya menunda publikasi tulisan ini untuk memberi waktu berduka tanpa buru-buru berkomentar dan mencari kesalahan.

Saya tidak akan bercerita tentang musibah yang memilukan hati itu karena sudah banyak artikel dan opini yang bertaburan di dunia maya. Saya ingin membagikan sebuah pengalaman dan mengakhirinya dengan pemikiran sederhana tentang hal paling minimal dari standar minimal kapal-kapal yang berlayar di Danau Toba.

Di bulan Juli tahun 1997, kapal penumpang bernama Peldatari tenggelam di tengah malam buta tak jauh dari daratan Tomok, Samosir. Kala itu lebih delapan puluh penumpangnya meninggal dunia dan sekitar sejumlah itu pula yang berhasil selamat. Peristiwa ini disebut-sebut sebagai kecelakan terbesar di Danau Toba sebelum tragedi KM Sinar Bangun terjadi.

Tiga tahun setelahnya, yakni pertengahan tahun 2000, saya dan ayah mengiringi rombongan sekolah adik saya untuk bertamasya ke Pulau Samosir. Acara seperti itu biasa dilakukan sekolahnya untuk merayakan perpisahan antar sesama murid dan guru.

Adik saya yang kala itu ia hendak menamatkan Sekolah Menengah Pertama adalah seorang perempuan. Sehingga ayah saya mengambil keputusan untuk mendampinginya dengan mengendarai mobil pribadi bersama saya sementara adik saya bersama teman-temannya menggunakan bis yang dicarter pihak sekolah.

Singkat cerita rekreasi berlangsung lancar. Tibalah saat untuk pulang. Hari telah sore ketika kami menyeberang dari Tomok menuju Parapat. Bis dan mobil-mobil sengaja kami tinggal di Parapat sebelumnya karena kami menggunakan dua kapal wisata yang sudah disewa untuk perjalanan pulang dan pergi.

Kapal wisata di Danau Toba adalah kapal kecil bermuatan ideal lima puluh orang yang pada umumnya berkonstruksi dua tingkat. Menurut penuturan awak kapal, mesin yang digunakan adalah mesin diesel yang kekuatannya kurang lebih setara dengan dapur pacu truk.

Suasana di atas kapal sangat seru, maklumlah diisi mayoritas anak-anak remaja ditambah beberapa guru dan orang tua yang ikut mendampingi. Setelah sekitar setengah jam berlayar mendadak mesin kapal yang kami tumpangi mati.

Tanya punya tanya, kru kapal mengatakan bahwa propeller (baling-baling) terlilit sesuatu. Salah seorang dari mereka pun turun menyelam untuk melihat dan mengambil tindakan. Belakangan saya pikir ini perihal putus tali kemudi, setelah banyak kasus serupa terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun