"Maafkan sikapku kemarin, tha. setelah kupikir-pikir, aku memang salah. Kupikir orang tuaku tidak akan tahu karena mereka sedang berada di luar kota. Aku tidak sadar kalau perbuatanku itu telah menyusahkan kamu," kata Kivan malu-malu.
Mendengar pengakuan Kivan, Agatha tersenyum senang. Kini dia bisa sekolah dengan tenang tanpa harus memikirkan soal surat kemarin.
"Syukurlah kalau kau akhirnya mau sekolah," katanya lega.
"Itu sebabnya aku ke sini menjemputmu," sahut Kivan.
"Menjemputku? Bisanya kau diantar mobil," Agatha heran.
"Mulai hari ini aku akan jalan kaki bersamamu. Masih sibuk, ya?" Kivan berjongkok di dekat Agatha yang masih mengatur piring di atas nampan. "Sini kubantu. Kau berpakaian saja."
Kivan ikut mengatur pisang goreng itu meskipun Agatha dan ibunya berulang kali melarang. Akhirnya mereka membiarkan saja karena Kivan nampak senang melakukannya.
"Di rumah, aku tidak punya teman. Tidak punya kesibukan. Aku janji akan sering datang ke sini untuk membantumu. Tapi kau juga harus janji padaku," kata Kivan.
"Janji apa?"
"Janji akan membantuku mengejar ketertinggalan selama aku bolos. Mau, kan?" pinta Kivan.
Agatha mengangguk. Diam-diam dia merasa bahagia karena kini Kivan telah berubah. Semoga Kivan dapat menjadi anak yang begruna di kemudian hari.