Iseng saja suatu tahun saya ngobrol dengan PKL yang memang mangkalnya di sekitar sana. Bukan termasuk pedagang dadakan menjelang lebaran itu.
Mereka tentu senang dengan keramaian dan banyaknya orang hilir mudik di sana. Bisa ikut kecipratan rejeki. Kami ngobrol tentang darimana dan kenapa bisa orang-orang itu datangnya pas jelang hari raya begini.
"Mereka itu biasanya orang luar kotamadya, Neng... Memang sudah tahu sekitar sini banyak kdistro dan toko-toko baju gitu. Nah, kalau dapat duitnya darimana, selain mungkin udah nabung, ya THR... Kan minggu-minggu THR cair..."
Bener juga...
THR = Tanggungan Hari Raya
Berapa waktu lalu, sebelum segala keramaian seperti cerita di atas, pernah dengar tentang seorang pekarya yang tidak pernah happy kalau menerima THR.
Padahal THR pasti menjadi sesuatu yang selalu ditunggu oleh banyak pekerja. Tidak peduli jabatan atau posisi pekerjaanya sebagai apa.
Kenapa pekarya ini tidak happy mendapat THR? Bukan karena jumlahnya yang bisa jadi malah sedikit lebih besar dari gaji bersihnya dan bahkan mendapat tambahan sebagai tanda kasih.
Tetapi, uang tersebut akan segera habis untuk semua kebutuhan terutama kebutuhan hari raya. Tanpa sisa. Bahkan sekadar untuk menyenangkan diri sendiri misalnya, dia pasti tidak akan kebagian.
Yang seringkali membuat repot adalah ketika hari raya selesai dan THR habis termasuk sisa gaji, menuju tanggal muda pun masih cukup lama.
Uang tabungan juga sudah nyaris terkuras. Sementara kebutuhan tidak bisa dicuekkan begitu saja. Apalagi menyangkut kebutuhan hidup dan dapur.