Tentang Daksa
Akhir tahun 2013, Renjana terbit yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama atau GPU.
Suka cita saya tidak bisa disembunyikan atas terbitnya buku lanjutan beraja ini.
Sambutan dari pembaca pun, sama halnya dengan beraja, sangat antusias. Ada yang meresensi di beberapa media online terkenal, menjadikan skripsi, membuat film pendek dan menjadi motivasi meneruskan panggilan dari seorang calon imam yang katanya kisahnya mirip Romo Daus.
Malah karena Renjana juga saya bisa kenalan dengan seorang mantan santri yang meneruskan kuliah di China. Dia ini yang kemudian menjadi salah satu ide munculnya tokoh baru yang ada di novel selanjutnya sekaligus tempat saya berkonsultasi tentang beberapa hal. Dia juga yang sangat bersemangat untuk mewujudkan daksa.
"Sebagai pecinta Renjana, sangat menanti Neng Ola punya cerita romantis lagi, Mbak..," pesannya.
Padahal, setelah Renjana terbit saya sudah berniat menyudahi "serial" novel ini. Tidak ingin terbawa trend banyak novel yang membuatnya jadi trilogi dsb. Kalau ada bagian cerita yang masih seperti menggantung, saya merasa itu bisa diselesaikan oleh pembacanya sendiri. Pembaca punya keleluasaan penuh untuk memperluas imajinasinya setelah membaca Renjana.
Di saat hati sudah memantapkan pilihan selesai di novel Renjana, muncul sebuah kisah dari seorang imam yang saya kenal baik. Kisah yang menggelisahkan saya sebab ada desas desus tak menyenangkan. Saya cukup dekat dengannya. Tetapi, sejak desas desus itu beredar, dia seperti menghilang.
Dari sini juga muncul istilah "hidup di luar biara" yang mungkin asing di banyak orang terutama non Katolik. Saya pun jadi penasaran dan berusaha lebih tahu.