"Iya ya." Fani baru ingat. Dia menopang dagu lagi seperti berpikir keras. "Atau kamu beli sepatu baru aja deh. Tuh liat... Sepatumu udah butut."
Puji langsung memandang sepatunya yang memang sudah butut, pudar warnanya.
Wajahnya berubah begitu menyadari apa yang dikatakan Feni barusan benar.
"Ya gak mungkin juga, Fen..."
"Lho, kenapa lagi?" Feni memandang Puji bingung.
"Kamu kan tahu... Untuk sehari-hari saja keluargaku sudah kepayahan. Sudah beruntung aku masih bisa terus sekolah. Jadi, nggak mungkin kan kalau aku minta ke mereka untuk membelikan sepatu baru?"
"Dari hasil menunggu kios?"
"Yahhh... Itu mah Cuma cukup buat uang ongkosku ke sekolah saja."
"Kalo dikumpulin kan cukup."
"Tapi, taruhannya kan buat minggu depan."
Fani menepuk keningnya. Benar juga. Taruhan si Jesi itu kan buat minggu depan. Kalau sepanjang minggu depan dari hari Senin sampai Sabtu dia nggak berpenampilan beda, kalah deh Puji. Duh..., kok ada-ada saja yaa...