Seperti ufuk yang memanggil matahari lalu matahari memanggil senja dan akhirnya senja memanggil bulan, semua telah diatur olehNya.Â
Mahluk dan alam semesta cuma bisa menjalankan sebaik-baiknya. Kegundahan yang menyertai hanya buat sementara karena dariNya juga semua akan menjadi pulih, menjadi baik meski ada luka karenanya.
Sang perempuan,
 Di ujung jalan perempuan berambut kepang dua itu berhenti sejenak.
Tembok panjang yang setiap hari ia lalui itu ada tulisan besar, "Di sini akan dibangun sebuah pusat perbelanjaan terlengkap di Asia". Bibir perempuan itu melafalkan kalimat itu lamat-lamat. Dia terdiam buat sekedar menyimak.
Berarti tembok ini akan dihancurkan tak lama lagi. Ada rasa sedih mengalir dari dalam dirinya. Sedih karena harus berpisah pada sebentuk saksi mata atas kesehariannya selama ini.
Dan, tanpa disuruh, kepalanya menoleh ke kanan agak mendongak sedikit. Dia tertegun sejenak. Ada yang sepertinya menghilang dari pandangan. Bahkan dari dalam kalbu, dia tak menemukan sebuah rasa kuat yang selalu membisikkan bahwa ada  seseorang yang sedang memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Walaupun tak pernah berani ia buktikan, tapi tiap kali jalan ini ia lewati, bisikkan itu selalu kencang ia rasa.
Kepala perempuan itu mulai mencari ke kanan ke kiri. Seperti ingin memastikan apakah rasa itu memang sekadar rasa, atau...
Mata perempuan itu menaruh serius pada sebentuk tumpukan abu asap di hadapannya, agak maju ke depan. Di sana memang terlihat jelas bekas kebakaran di sebuah perkampungan kumuh yang mengelilingi.Â
Asap yang masih mengepul sepertinya hendak menunjukkan bahwa kejadian itu belum lama terjadi. Beberapa orang, nampak juga memungut barang-barangnya yang masih bisa diselamatkan.
Perempuan itu bergegas mendatangi. Sepeda ia parkir di dekat jalan menuju kampung yang terbakar itu. Dia jadi berkehendak masuk dan memperhatikan ada apa sebenernya.