Mohon tunggu...
Anjar Anastasia
Anjar Anastasia Mohon Tunggu... Penulis - ... karena menulis adalah berbagi hidup ...

saya perempuan dan senang menulis, menulis apa saja maka lebih senang disebut "penulis" daripada "novelis" berharap tulisan saya tetap boleh dinikmati masyarakat pembaca sepanjang masa FB/Youtube : Anjar Anastasia IG /Twitter : berajasenja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manusia Modis

4 Juni 2019   14:29 Diperbarui: 4 Juni 2019   14:37 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada yang menarik setiap kali jelang hari raya terutama Hari Raya Idhul Fitri. Bukan karena hari raya itu dirayakan separuh lebih rakyat Indonesia saja, namun juga justru semua rakyat Indonesia turut merasakan kemeriahannya. Tidak peduli latar belakang kepercayaannya apa.

Salah satunya adalah dengan berburu diskon.

Betul. Momen diskon ini biasanya memang ada pada saat nyaris semua orang bisa menaruh perhatian pada sebuah peristiwa tertentu. Misal hari raya keagamaan. Rasanya tidak ada pusat perbelanjaan atau bahkan online shop di masa kini yang tidak memanfaatkan kondisi ini. Bukan saja dihubungkan dengan adanya THR alias Tunjangan Hari Raya saja, melainkan juga dengan alasan kenapa orang mau bela-belain berburu diskon ini.

Demikian juga yang pasti selalu hadir di sekitar jalan Sultan Agung dan Tirtayasa Bandung. Dari sejak dua minggu lalu, sepanjang jalan yang termasuk pusat kota ini, sudah dipenuhi bakul dadakan. Kebanyakan menjual kaos, kemeja, sepatu atau tas buatan sendiri. Bakal menjadi penuh sekitar seminggu sebelum hari raya.

Jalanan yang biasanya suka macet juga dengan beragam kendaraan yang melewati, di hari-hari itu akan lebih dari biasanya. Bahkan bisa jadi pejalan kaki harus mengalah dan berbesar hati jika perjalanannya terganggu sebab sekian banyak kendaraan serta penjual memenuhi jalanan tersebut.

Saya lupa sejak kapan hal ini terjadi. Tetapi, yang jelas saya ingat adalah dulu tidak seramai ini. Bahkan berkesan coba-coba saja. Baru sekitar setahun atau dua tahun setelahnya, setelah melihat peluang besar, banyak anak muda yang mulai menjajal turut jualan di sana dan ternyata berhasil.

Meski mendatangkan keuntungan bagi para penjual dan yang membeli juga, sebenarnya pernah ada protes juga dari para warga sekitar jalan tersebut. Hal ini berhubungan dengan keramaian, ketertiban serta kebersihan sekitar tempat yang dimaksud. Jalanan tak seberapa lebar dan atau panjang itu, sisi kanan kirinya diisi parkiran motor dan kadang mobil, sementara kendaraan pun bisa dari dua arah. Sudah begini pasti pejalan kaki yang harus ekstra hati-hati.

Tapi, rupanya protes tersebut bisa diselesaikan. Terbukti, dari tahun ke tahun kondisi yang dimaksud tetap terjadi. Bahkan semakin ramai.

Dari antaranews.com
Dari antaranews.com

Manusia Modis 

Sebenarnya tentang menjamurnya penjual dadakan jelang hari raya bukan yang ingin saya bahas. Tetapi, tentang bagaimana orang-orang ternyata memang selalu suka dengan yang namanya diskon. Dimana, apa dan kapan saja. Terutama mak-mak atau para perempuan seperti saya.

Jika saya ditanya apa sih senangnya berburu diskon?

Jawab saya, ya karena nilai atau harga yang ditawarkan. Selain kebutuhan juga.

Bahwa ada cerita, sebelum diskon harga dinaikkin dahulu, saya piker tidak semua kok. Ada beberapa teman yang punya toko punya cara sendiri untuk memberi diskon kepada pelangganna tanpa harus menaikkan harga asli. Saya pribadi pun, urusan diskon belajar banyak dari buku-buku saya yang terbit. Jadi, kalau mau berburu diskon memang harus pintar-pintar, terutama kalau berhubungan dengan barang baru yang diincar. Kalau barang lama, bisa lebih dipercaya bahwa diskonya memang benar sebab ada nilai penurunan barang.

Namun, tahukan Anda, darimana awal istilah diskon itu ada?

Ternyata istilah diskon itu ada dicetuskan oleh sebuah perusahaan minuman bersoda terkenal. Minuman ini terkenal dengan nama Coca Cola. Kala itu, perusahaan pertama di bidang minuman bersoda memikirkan bagaimana teknik promosi yang dapat menjadikan lebih banyak kalangan lagi yang lebih luas supaya mau mencoba lalu membeli produknya tersebut.

Cara yang kemudian ditempuh adalah dengan membuat voucher diskon sekitar tahun 1800-an. Voucher diskon tersebut hanya berupa tulisan tangan. Tawarannya adalah segelas Coca-Cola gratis lalu jika ingin mendapat  Coca-Cola lagi bisa membayar seharga 5 sen. Voucher tersebut kepada kalanagan luas. Sementara diskon tersebut lahir lewat pemikiran pebisnis asal Atlanta, Asa Candler. Penemuan Candler ini kemudian diadaptasi banyak pihak dan menjadikan banyak jenis diskon seperti yang kita kenal sekarang.

Dari cerita itulah kita bisa tahu arti diskon itu sendiri, yaitu  potongan harga pada setiap barang yang dijual oleh para penjual. Tujuannya agar produknya diminati oleh banyak pembeli.  Bentuk diskon yang ditawarkan juga bisa beragama, tergantung situasi serta kebutuhan.

Maka, memang butuh keterampilan khusus bagi penyelenggara diskon ini supaya masing-masing pihak, penjual dan pembeli tidak merasa rugi. Jika kepercayaan pada sebuah diskon sudah terjadi, percaya deh, pasti akan semakin banyak manusia modis yang menanti setiap tawaran diskon tiba. Sementara bagi para manusia modis tetap harus bijaksana dalam menyalurkan hobi berburu diskonnya tersebut.

Manusia modis?

Iya. Manusia "MOdal DISkon", seperti saya dan Anda. (anj 19)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun