Sebenarnya tentang menjamurnya penjual dadakan jelang hari raya bukan yang ingin saya bahas. Tetapi, tentang bagaimana orang-orang ternyata memang selalu suka dengan yang namanya diskon. Dimana, apa dan kapan saja. Terutama mak-mak atau para perempuan seperti saya.
Jika saya ditanya apa sih senangnya berburu diskon?
Jawab saya, ya karena nilai atau harga yang ditawarkan. Selain kebutuhan juga.
Bahwa ada cerita, sebelum diskon harga dinaikkin dahulu, saya piker tidak semua kok. Ada beberapa teman yang punya toko punya cara sendiri untuk memberi diskon kepada pelangganna tanpa harus menaikkan harga asli. Saya pribadi pun, urusan diskon belajar banyak dari buku-buku saya yang terbit. Jadi, kalau mau berburu diskon memang harus pintar-pintar, terutama kalau berhubungan dengan barang baru yang diincar. Kalau barang lama, bisa lebih dipercaya bahwa diskonya memang benar sebab ada nilai penurunan barang.
Namun, tahukan Anda, darimana awal istilah diskon itu ada?
Ternyata istilah diskon itu ada dicetuskan oleh sebuah perusahaan minuman bersoda terkenal. Minuman ini terkenal dengan nama Coca Cola. Kala itu, perusahaan pertama di bidang minuman bersoda memikirkan bagaimana teknik promosi yang dapat menjadikan lebih banyak kalangan lagi yang lebih luas supaya mau mencoba lalu membeli produknya tersebut.
Cara yang kemudian ditempuh adalah dengan membuat voucher diskon sekitar tahun 1800-an. Voucher diskon tersebut hanya berupa tulisan tangan. Tawarannya adalah segelas Coca-Cola gratis lalu jika ingin mendapat  Coca-Cola lagi bisa membayar seharga 5 sen. Voucher tersebut kepada kalanagan luas. Sementara diskon tersebut lahir lewat pemikiran pebisnis asal Atlanta, Asa Candler. Penemuan Candler ini kemudian diadaptasi banyak pihak dan menjadikan banyak jenis diskon seperti yang kita kenal sekarang.
Dari cerita itulah kita bisa tahu arti diskon itu sendiri, yaitu  potongan harga pada setiap barang yang dijual oleh para penjual. Tujuannya agar produknya diminati oleh banyak pembeli.  Bentuk diskon yang ditawarkan juga bisa beragama, tergantung situasi serta kebutuhan.
Maka, memang butuh keterampilan khusus bagi penyelenggara diskon ini supaya masing-masing pihak, penjual dan pembeli tidak merasa rugi. Jika kepercayaan pada sebuah diskon sudah terjadi, percaya deh, pasti akan semakin banyak manusia modis yang menanti setiap tawaran diskon tiba. Sementara bagi para manusia modis tetap harus bijaksana dalam menyalurkan hobi berburu diskonnya tersebut.
Manusia modis?
Iya. Manusia "MOdal DISkon", seperti saya dan Anda. (anj 19)