Prolog
Dalam keseharian saya berhubungan langsung dengan orang muda. Saya ingin berbagi beberapa hal, suka duka yang berhubungan dengan itu di sini. Tulisan yang saya maksud berbentuk semacam serial.
Agar enak klasifikasinya, tiap judul akan saya beri kode OM yang berarti "Orang Muda".
Selamat membaca.
Di depan kantor saya ada sebuah TK yang selalu ramai bila jam sekolah tiba.
Anak-anak yang bersekolah di sana terlihat begitu cerianya, tiada peduli siapa atau darimana mereka. Keceriaan yang juga dibentuk dari iklim sekolah menjadikan mereka dapat mengisi masa-masa di usianya kini dengan keindahan tersendiri.
Beragam bentuk permainan yang ada pun membantu proses belajar mereka. Jatuh bangun adalah hal biasa yang memang harus mereka jalani. Toh, ibu guru dan karyawan di sana siap membantu sekiranya terjadi hal di luar dugaan.
Saya kecil, katanya, adalah seorang anak periang. Suka tertawa. Dan, kalau tertawa matanya seperti hilang. Mungkin karena memang kelopak matanya yang kecil sehingga ketika tertarik karena tertawa seperti menghilang.
Dari kelahiran, saya memang jarang menangis. Apalagi dengan sifat tegas Bapak, saya nyaris mendapat semacam cap untuk tidak boleh menangis kalau tidak mau dimarahi. Dengan kondisi tersebut, nggak aneh kalau saya dikenal sebagai anak yang ceria. Nggak gampang menangis.
Pernah suatu ketika, saya hendak ke rumah tetangga sebelah yang mempunyai halaman luas. Di sana saya bisa bermain sepuasnya. Apalagi di sana juga banyak pohon buah-buahan yang kalau sedang berbuah, kami boleh menikmati semaunya.
Saat itu saya berumur hampir sekitar 2 tahun.
Untuk melangkah, boleh dibilang sudah lumayan lancar. Tetapi, kalau untuk berjalan cepat pasti masih nabrak-nadrak alias belum imbang. Harus ada yang siap megangi.
Hari itu, saya melangkah sendiri. Entah bagaimana awalnya, Bi Rus yang biasa menjaga saya tidak ada saat itu. Kebetulan Ibu dan seorang Paman sedang ada di ruang tamu yang bisa memerhatikan tingkah saya.
Menurut mereka, saya sengaja didiamkan hingga keluar. Dari balik kaca, mereka memerhatikan saya hendak kemana. Meski lambat, tapi langkah saya pasti menuju ke rumah tetangga yang diceritakan di atas.
Diantara halaman rumah saya dan rumah tetangga tersebut dibatasi oleh sebuah pintu pagar kecil, Di tengahnya ada sebuah batu besar yang entah kenapa ada di situ, tidak pernah sengaja dipinggirkan. Kalau orang dewasa melihatnya pasti akan berusaha menghindari. Tapi, kalau anak kecil seperti saya waktu itu, bisa jadi malah jadi penyebab ia menangis kencang karena kesandung dan jatuh.
Karena hal itulah maka begitu melihat saya mulai mendekati batu besar itu, Ibu segera hendak keluar untuk mendampingi saya. Namun, Paman menahan tangan Ibu supaya tidak meneruskan niatnya.
"Biarkan saja Anjar melangkah. Kita memerhatikan dia saja dari sini," ujarnya.
"Tapi, kalau dia jatuh gimana? Bisa menangis dia..." Ibu cemas.
Nampaknya berbeda dengan Paman saya. Dia tersenyum dan tetap membiarkan saya melangkah seperti sarannya. Di raut wajahnya muncul keyakinan bahwa saya akan selamat sampai ke halam tetangga. Tidak pakai kesandung apalagi jatuh. Sementara Ibu nampak sangat cemas. Mungkin di pikirannya takut terjadi hal yang buruk terhadap diri saya.
Hitungan detik dan langkah mengantar saya sampai ke depan batu tersebut. Kecemasan kedua orang yang sangat menyayangi saya mencapai puncaknya. Ada cemas, takut sekaligus keyakinan saya dapat melewatinya.
Sebentar saya sempet terdiam tepat di depan batu besar itu. Kata Ibu, ia sempat hendak berlari mengambil saya. Tapi, sekali lagi Paman menahannya.
Dan, tanpa diduga, bukan saya melewati batu itu sehingga berakibat tersandung, melainkan saya memutari batu tersebut sehingga membuat saya selamat hingga sampai ke halaman tetangga kemudian bermain bersama anak tetangga yang memang sudah menunggu.
Uf.
Semua bernafas lega.
Terlebih Ibu saya yang memang sejak tadi sangat cemas. Sementara Paman tersenyum. Apa yang ia duga dan pikirkan terbukti benar. Tentu saja itu bukan dugaan sesaat. Nampaknya Paman saya itu memang sudah lama mengamati karakter saya sehingga berani menyimpulkan saya demikian.
Dan, di ujung sana nampak saya sedang bermain senang bersama seorang anak tetangga seumuran. Bi Rus yang semula sedang sibuk di belakang datang juga sembari membawa makanan untuk saya. Saat yang tepat untuk menyuapkan saya makan siang.
Saat saya mendapat cerita ini dari Ibu saya, tak terpikir di kepala bahwa cerita itu amatlah berarti. Bukan saja secara teori yang menerangkan bahwa apa pun kejadian yang terjadi dalam hidup seorang anak berumur 0-10 tahun akan menjadi ingatan tak terlupa seumur hdup bahkan diantaranya bisa menjadi bagian dalam pribadinya, Namun juga demikian lah cara saya mendampingi orang muda.
Sejak mendampingi orang muda sekian lama, pasang surut masalah sering saya hadapi. Bukan hanya dari teman-teman orang muda itu sendiri, juga dari dalam diri saya sendiri. Seringkali masalah tersebut membuat saya kewalahan. Saya harus berusaha agar masalah itu bisa terselesaikan tanpa harus laru daripadanya. Tapi, dalam hal mendampingi, saya memilih seperti yang dilakukan Paman dan Ibu saya.
Dengan segala yang ada pada diri saya, setiap ada orang muda yang membutuhkan pertolongan saya akan saya tanggapi. Namun, saat ia harus menyelesaikan masalahnya tersebut, saya berusaha untuk tidak terlalu terlibat.jauh.
Selain karena saya percaya para orang muda itu adalah manusia dewasa yang mampu berdiri di kaki sendiri, pengalaman masa kecil saya tentang putaran batu itu sungguh menginspirasi saya.
Jangan melangkah di belakangku sebab aku bisa menghambat langkahmu
Jangan pula berjalan di depanku sebab aku sulit mengikuti langkah panjangmu
Tapi, melangkahlah di sebelahku
Sebab kita akan bersama menyusuri jalan ini dengan segala kekurangan dan kelebihan kita
 Kalimat tak sengaja saya dapat itu mampu menggerakkan setiap karya saya diantara orang muda. Dan, demikianlah saya memerlakukan mereka. Tidak perlu terlihat ada setiap saat, tapi mereka tahu bahwa ada seseorang yang akan selalu memerhatikan mereka dan siap menamani apa pun kondisinya. Semoga kelak mereka pun akan menjadi pribadi yang kuat dan tidak pantang menyerah jika ada batu besar menghalangi mereka. (anj 19)
^^^^^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H