Hai, perkenalkan namaku Ruslan. Usiaku 11 tahun.Â
Aku tidak terlalu ingat bagaimana bisa menjadi pengemis di kampung yang terlihat sangat makmur ini. Yang aku ingat, seorang perempuan muda meninggalkan aku di emperan toko begitu saja. Perempuan itulah yang biasa memanggilku dengan nama Ruslan. Ia pergi begitu saja di suatu malam ketika aku terlelap tidur.Â
Aku menangis sejak kepergiannya dan setiap hari mencarinya dari kampung ke kampung sampai ke pusat kota. Tetapi tidak kutemukan sampai hari ini juga.Â
Sedih dan hancurnya perasaanku bahwa perempuan yang sudah aku anggap sebagai Ibu itu, tidak tahu kemana perginya. Aku tidak mengerti apakah dia Ibuku atau bukan. Terkadang aku sering bertanya, apa salahku, hingga Ibuku atau Ayahku pergi meninggalkanku begitu saja.Â
Dan beginilah kondisiku saat ini, tidak punya tempat tinggal dan dengan bermodalkan 2 potong lembaran kardus aku tidur di emperan toko, dekat dengan kampung tetangga sebelah.Â
Emperan toko itu menjadi tempat tinggalku selama bertahuntahun karena para pembelinya sering berbaik hati dengan memberikan kue cucur atau kue apem kesukaanku.Â
Walaupun aku sering mendapatkan perlakuan buruk berupa hinaan dan pukulan bertubi-tubi dari anak-anak seusiaku karena mengemis dan entah berapa kali pukulan yang kudapatkan dari sang pemilik toko, karena aku duduk di emperan tokonya. Hampir sekujur tubuhku penuh luka lebam dan membiru.Â
Namun hingga suatu kali, ketika aku mengais sampah di dekat kantor kecamatan. Nampak sebuah mobil sedan mewah berhenti mendekati diriku. Seorang pria keluar dari pintu belakang.Â
Pria itu sangat kukenali, beliau adalah Pak Asep, Seorang duda bercerai dan Tuan tanah dari kampungku. Dengan wajah iba ia mendekatiku, dan mengajakku untuk ikut dengannya dan bertanya apakah aku mau bekerja di rumahnya. Pria itu sangat tampan dan ia harum sekali. Aku merasa tidak pantas berbicara dengannya, karena aku kotor dan bau, ditambah lagi luka-luka di sekujurku tubuhku membuat aku terlihat sangat kumuh dan penyakitan.Â
Aku tahu bahwa pria ini sangat kaya dan hatinya pasti terbuat dari emas, karena ia berkenan mengajakku untuk menjadi pembantu dirumahnya. Aku tidak perduli mau kerja apa di rumahnya atau di perusahaannya, asalkan aku bisa mendapatkan kehidupan layak seperti orang-orang pada umumnya.Â