Mohon tunggu...
Benyamin Melatnebar
Benyamin Melatnebar Mohon Tunggu... Dosen - Enjoy the ride

Enjoy every minute

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apakah Bahagia Milikku Jua

30 Agustus 2021   23:08 Diperbarui: 30 Agustus 2021   23:21 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaik apapun, saya melakukan pekerjaan yang mereka perintahkan selalu ada kurangnya. Dika tidak memperbolehkan saya sekolah, bahkan buku saya disobek-sobeknya dan seringkali rambut saya tercabut dari kepala karena sering ditariknya dengan kasar. Randy yang mudah sekali naik pitam, akan menghentikan jatah makanku hanya satu kali dan Ia yang sudah memegang sabuk hitam di taekwondo, sering menggunakan keahlian taekwondonya untuk menyiksaku di ruang bawah tanah. 

Ditambah lagi ke-3 adik Pak Asep sangat tidak berperikemanusiaan. Mereka sering memukuliku dengan ikat pinggang mereka, meninggalkan aku sendirian di hutan lebat yang terkenal angker, Melemparkanku ke dalam sumur dan menjadikan aku bahan lelucon mereka. Berulang kali, aku minta ampun dan menangis, tetapi tidak ada rasa ampun.

Iya, aku harus kabur. Inilah jalan satu-satunya. Aku mulai mencari cara untuk kabur. Tetapi, pintu, jendela selalu dikunci rapat. Dan sepertinya tidak bisa keluar dari rumah bak penjara ini. Pernah suatu kali, saya berhasil keluar di malam hari. Tetapi ketahuan oleh Salah satu adiknya pak Asep, yang bernama Om Dani. Beliau membangunkan Dika dan Randy. Mereka mulai menyiksaku dari malam dini hari sampai terbitnya matahari. Badanku terasa sangat sakit dan remuk. Darah berceceran dimana-mana. Mereka memaksaku untuk membersihkan darahku yang mengotori lantai rumah itu. Setelah membersihkan lantai. Dika menyeretku ke kamar mandi dan menyiramku dengan air melalui selang berkekuatan tinggi dan langsung membuat tubuhku mengigil dan ngilu. Mereka menyiapkan ember yang dibubuhkan garam dapur dan menyiramkan ke tubuhku. Rasanya sangat perih dan menyakitkan, tangisan dan permintaan ampun rasanya tidak cukup. Aku berlutut memohon ampun, tetapi rasanya sia-sia. Ya Allah, kapan penderitaanku akan berakhir.   

Hingga suatu kali, Randy putra pertama Pak Asep mengadakan acara syukuran atas diterimanya masuk pegawai negeri sipil (PNS) di Departemen Kesehatan dan juga atas kelulusan kuliahnya mendapatkan gelar MBA 2 bulan lalu di salah satu universitas di California, Amerika Serikat. Acara ini diadakan di rumah, tepatnya di hari Minggu pukul 18.00 WIB. Randy mengundang rekan-rekan PNS dan teman-teman kampus yang notabene adalah orang-orang kaya dan terpandang dikota. Karena tidak ada pembantu di rumah itu, Randy menyewa beberapa tenaga jasa catering untuk menyiapkan makanan dan menjamu tamu-tamu penting. Randy dan keluarganya menyiapkan OHP untuk memproyeksikan foto-foto Randy sewaktu kuliah dan cuplikan realitas sehari-hari Randy selama kuliah dan di kantornya saat menjadi PNS. Sebelum acara ini, luka-luka saya sudah mulai pulih dan bekas-bekasnya sudah tidak terlihat. Sayapun ditugaskan membagikan makanan dan menyediakan minuman atau snack untuk para tamu. Yang ada dalam pikiran saya, semoga saya tidak membuat kesalahan atau kejadian yang memalukan yang bisa berdampak pada penyiksaan bertubi-tubi dari keluarga Pak Asep.

Acara berjalan dengan lancar, saya bersama tenaga jasa catering ikut berbaur menawarkan minuman, coklat, kue ke para tamu. Mereka sangat ramah dan beberapa di antaranya sangat baik kepada saya. Saya kembali ke dapur dan mengambil panganan untuk ditawarkan kepada tamu. Tetapi aku heran, kenapa dapur tidak ada orang. Ketika mencoba memasuki dapur, tiba-tiba ada sebuah kaki yang menjulur dari pintu. Sontak kaget, saya langsung terjatuh dengan nampan berisi 2 potong kue. Saya langsung memungutnya, dan cepat-cepat menaruhnya kembali di atas nampan. Dari balik pintu, muncul adik pak Asep yang ke-3 bernama Om Herman. Beliau langsung memakiku dengan kata-kata kasar, mengatakan bahwa aku tidak becus dalam bekerja dan menamparku dengan sangat keras hingga membanting tubuhku ke sudut meja dapur dan sudut meja itu langsung melukai jidatku. Aku tertunduk, menangis karena kesakitan dan minta maaf. Berjanji bahwa aku akan lebih berhati-hati saat berjalan. Om Herman tidak perduli, beliau memanggil Om Tatang, adik Pak Asep yang ke-2 dan mereka berdua menendang perutku, menjambak rambutku, menonjok wajahku, meludahiku dan mereka menertawakanku. Aku berharap salah satu tenaga catering datang ke dapur, supaya penderitaanku ini bisa berhenti. Tubuhku sudah sangat lemah, karena aku hanya diberi makan 1 kali saja hari ini. Aku hanya bisa pasrah. Bila Allah SWT menghendakiku untuk kembali pada-Nya, hari ini, aku sudah bersiap. Karena aku sudah tidak sanggup lagi menghadapi siksaan demi siksaan.

Randy, datang ke dapur. Karena di informasikan oleh Dika ada keributan di dapur. Sepertinya tenaga jasa catering dikondisikan untuk tidak datang ke dapur ini. Mereka mengambil panganan & minuman dari ruang makan. Sehingga tidak sampai ke dapur. Randy datang dan menghampiriku, bukannya membantuku dari siksaan yang kualami. Dia menarik ikat pinggangnya dan menghajar seluruh tubuh, disertai tendangan dan pukulan bertubi-tubi. Aku menangis, minta ampun. Tetap tidak diperdulikan. 

Dengan badan penuh luka dan darah berceceran di lantai, aku mulai merangkak untuk menyelamatkan diri. Om Herman, menarik kakiku. Dan mulai membantingku ke arah kompor listrik, aku memohon, memegang sepatunya serta memeluk pergelangan kakinya, minta ampun, beliau tidak perduli dan terus menendang nendang perutku. 

Tendangannya yang paling telak adalah ketika beliau menendang daerah pangkal pahaku, aku menjerit dan mohon ampun dengan sangat. Aku menangis, merangkak dan keluar dari dapur. Segera menuju ruang bawah tanah. Alhamdulilah, mereka membiarkanku dan aku segera merebahkan tubuhku di lantai ruang bawah tanah. 

Tapi ada apa ini, biasanya suara di ruang tamu bisa terdengar dari ruang bawah tanah. Tetapi saya tidak mendengar suara apapun. Aneh rasanya, kemanakah para tamu. Tiba-tiba ada langkah kaki dan sekejap membuka pintu ruang bawah tanah. Antara sadar dan tidak sadar, ya wajah itu aku mengenalinya. Dia adalah Andre, teman Randy, dia adalah seorang Dokter di kampung kami. 

Dia menggendongku dan membaringkanku pada tempat tidurku. Kemudian membuka tasnya dan memeriksa seluruh luka-luka lebam di tubuhku. Tapi, bagaimana dia bisa tahu aku ada di sini. Dokter Andre menelepon puskesmas terdekat dan mengirimkanku ke Puskemas. Wajah seluruh tamu terlihat tegang dan mulai meninggalkan rumah Pak Asep satu persatu. Ada apa ini sebenarnya. 

Keesekon paginya, seorang wanita, bernama Ibu Ratih datang menjengukku di Puskesmas. Beliau menjelaskan bahwa dia adalah seorang pengacara dan rekanan Pak Asep. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun