Chapter IX
Kisah yang tersimpan selama ratusan tahun
Sesekali Mitha membuka tasnya dan mengambil cermin dan compact powder untuk mengenakan bedak dan mengoleskan gincu pink di bibirnya yang tipis. Mitha berkata bahwa ia harus pulang. Bernard akhirnya mengantarkn Mitha untuk naik (angkutan umum) jalur sesuai dengan daerahnya. Mitha berkata bahwa, next time kita bisa ketemu lagi. Bernard membalasnya senang. Kala itu handphone belum ada sehingga mereka tidak bisa trade nomer handphone.
      Bernard berkata kepada Mitha bahwa hari Rabu ia tidak ada kuliah karena dosen pengampu matakuliah sedang keluar kota dan menanyakan apakah Mitha ingin keluar dengannya. Mitha menerima ajakan itu, mereka akan bertemu di Galeria Mall yang terletak di perempatan jalan raya Solo, tepat di depan Rumah Sakit Bethesda. Bernard kembali ke kontrakannya sambil berpikir siapa dua anak kecil yang seolah mengenali dirinya di alun – alun. Semakin Bernard berusaha mengingat, semakin ia tidak bisa mengenali mereka sama sekali. Hampir maghrib, Bernard tiba di kontrakannya. Kondisi kontrakannya tampak gelap karena lampu pekarangan depannya tidak menyala. Perlahan ia membuka pintu dan ia mendengar ada bunyi seretan di lorong. Ia menyalakan lampu pekarangan depan dan lampu lorong kontrakannya. Ia terperangah dengan sesosok mahkluk sedang duduk di lantai, rambutnya menutupi seluruh wajahnya. Ia memakai baju berwarna putih yang menutupi hingga ke ujung – ujung kakinya. Bernard bergidik ngeri, sekejap mahkluk itu telah menyeret dirinya hingga di depan Bernard ia mengangkat kedua tangannya. Kuku – kukunya menyeruak keluar berwarna hitam dan seperti habis mencabik sesuatu, karena darah kering menempel di kuku – kukunya. Mahkluk itu menyeringai hebat. Gigi – giginya mengerikan karena kotor dan berbau busuk. Dua giri taringnya mencuat seolah ingin menerkam Bernard. Dari baju putihnya terlihat dengan jelas bahwa belakang tubuhnya tidak berpunggung alias bolong. Apakah ini yang di sebut sundal bolong?    Â
      Bernard berlari sekencang – kencangnya dan menuju warung makan Bu Ngadiyo. Dari warung itu Bernard sesekali menoleh ke arah kontrakannya yang tidak terlalu jauh. Ingin memastikan apakah teman kontrakannya sudah pulang. Bernard menikmati makan malamnya yang terdiri dari telur pedas, tahu isi sayuran dan satu porsi nasi putih. Tidak lupa ia memesan air jeruk hangat. Ia berpikir, mengapa teman kontrakannya jarang sekali pulang. Apakah mereka tidak betah di kontrakan ini. Sangat sulit bertemu dengan mereka akhir – akhir ini. Bernard menghabiskan makan malamnya dan bertekad untuk masuk ke dalam kontrakannya dan memberanikan dirinya
“ Mereka kan hantu, apa yang mereka bisa lakukan padaku? “ Tukas Bernard pelan.
Bernard berjalan melewati jalanan pasir menuju kontrakannya. Jalanan itu sangat berdebu dan kurang lebih sering mengotori kontrakannya. Padahal Bernard agak malas membersihkan kontrakannya apalagi kamarnya. Bernard telah sampai di depan kontrakannya dan perlahan membuka pintu utama kontrakannya. Bernard berusaha memandang dengan seksama di area lorong, jangan – jangan masih ada mahkluk astral yang mengerikan itu. Ternyata lorong terlihat lengang. Tidak ada apa – apa di sana. Syukurlah, pikir Bernard. Ia masuk ke dalam kamarnya. Ia berpikir untuk tidak mandi dan segera tidur saja supaya segera bertemu dengan esok pagi.
      Waktu telah menunjukkan pukul 23.45 wib. Baru saja ia memejamkan mata, tiba – tiba terdengar bunyi kereta khas ala keraton berjalan di depan kontrakannya. Wah sudah sangat gila, bagaimana mungkin bisa ada kereta keraton melawati kontrakannya. Sungguh tidak masuk akal. Ia menutup kepalanya dengan bantal dan berusaha untuk tidur. Bernard tidak ingin mencari masalah, ia hanya ingin tidur, karena besok ada kuliah pagi. Kreeekkk, seketika langit – langit kamar Bernard runtuh dan triplek langsung menimpa dirinya. Seonggok tubuh membusuk yang digeliati oleh cacing – cacing keluar masuk dengan riangnya di seantero tubuhnya. Tubuh itu jatuh menimpa Bernard, seketika Bernard kaget dan berusaha keluar dari kamarnya. Gempa terjadi beberapa kali. Bernard panik dan memanggil Jack dan Yopie, tidak ada jawaban dari luar. Gempa semakin menjadi – jadi. Bernard berusaha melindungi dirinya dan duduk melipat kedua tangannya sambil memeluk kedua lututnya di pojokkan kamar. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Gempa tiba – tiba terhenti, mayat busuk yang berada di hadapannya seketika bergerak dan wajahnya menatap Bernard sambil menggerakkan lehernya. Bernard tidak sanggup untuk berkata apa – apa lagi. Ia berusaha berdiri dengan sekuat tenaga dan mencoba membuka pintu kamar kontrakannya. Bernard berusaha dan terus berusaha. Hingga akhirnya ia harus mendobrak pintu itu.
      Ia mendobrak dan daun pintu seketika lepas. Ia berlari melewati lorong untuk membuka pintu utama kontrakan. Ia membuka gorden, dan apa yang nampak dihadapannya membuat ia gila. Mayat – mayat menempel di kaca jendelanya. Darah – darah keluar dari tangan – tangan mereka yang menyapu kaca jendela kontrakan Bernard. Bernard merasa ngeri dan mulai melewati lorong dan menuju dapur. Ketika itu ia melihat anak – anak kecil penuh luka di wajah mereka, menabrak dirinya. Anak – anak itu mengeluarkan darah segar nan kental dari sekujur tubuhnya. Mereka terlihat sangat kesakitan dan menarik – narik tangan Bernard. Bernard berusaha melepaskan tangan mereka. Ia berusaha membuka pintu belakang dan pintu berhasil terbuka. Pekarangan belakang kontrakan itu, nampak mengerikan dan tidak seperti biasanya. Pekarangan itu tiba – tiba ditumbuhi oleh hutan yang sangat lebat.  Bernard tidak perduli, ia berjalan dan masuk ke dalam hutan belukar yang ditumbuhi oleh pepohonan yang usianya sudah ratusan tahun. Lolongan anjing membahana di antero hutan belantara. Ia sendiri bingung, sebenarnya ia berada di mana? Sejenis kelelawar terbang di atas kepalanya dan hampir mencabik rambut Bernard. Kelelawar berukuran besar dan bentuknya sangat menyeramkan. Dari sayapnya mengeluarkan kuku – kuku tajam. Dari senyumnya mencuatkan taring – taring mengerikan. Bernard masuk ke dalam sebuah rumah tua yang sangat reyot untuk melindungi dirinya. Bernard perlahan membuka pintu rumah itu.
“ Halo malam, apakah ada orang? Tukas Bernard.