Saya mau ikutan nimbrung soal talk show Indonesia Lawyer Club di TV One semalam. Lumayan seru dan surprise. Seru karena dari berbagai kalangan dengan berbagai argumentasi memberikan pandangan tentang ceramahnya Bang Haji, keputusan Panwaslu dll. Mulai dari Bang Haji sendiri, Jokowi, Ridwan Saidi, dll.
Surprise karena topik sensitif semacam itu jarang ada dan nyaris tidak ada ditayangkan di media elektronik secara terbuka semacam itu. Dan yang membesarkan hati saya, meskipun diskusi cukup panas tetapi hati tetap dingin. Barangkali karena acara tersebut diliput secara Live sehingga statement yang lebih ‘panas’ agak direm. Tentu saja dari beberapa statement tokoh kita bisa meraba dan menebak keterpihakan mereka ke mana
Tetapi dari diskusi tersebut bagi saya ada beberapa hal yang menarikyaitu antara lain keteguhan Bang Haji dengan apa yang beliau sampaikan termasuk tentang tuduhan Kristen ke ortu Jokowi. Bang Haji pun berulang-ulang menyatakan merasa tidak perlu meminta maaf, karena dalam ceramah tersebut Bang Haji menyatakan bahwa kapasitas beliau sebagai da'i yang menyampaikan ceramah di masjid kepada audiens yang homogen.
Saya terus terang agak bingung dengan statement Bang Haji yang menyampaikan bahwa sumber info ortu Jokowi dari internet dan menyatakan valid sehingga merasa tidak perlu dilakukan verifikasi. Bahkan hal tersebut telah ditanyakan oleh Karni Ilyas. Dalam keawaman pemahaman saya, Bang Haji seperti ingin mengatakan salahkan internet yang menyajikan data yang tidak benar. Dan Bang Haji juga seolah tidak merasa bersalah dengan tudingan keliru tersebut karena menganggap hanya tambahan selintas. Bang Haji juga memberi komentar kurang simpatik ketika Jokowi mengatakan sebagai penggemarnya, “Kalau ucapan itu tulus alhamdullilah, kalau untuk kepentingan politik astagfirullah”.
Saya tidak tahu penampilan panggung Bang Haji semalam yang kedodoran tersebut karena ada kegalauan atau karena beliau memang memiliki sikap seperti itu. Bagi saya, yang juga penggemar lagunya, Oma Irama adalah tokoh penting di bidang musik. Bidangnya itu. Jadi kalau dibidang lain beliau kurang menguasai sangatlah manusiawi.
Selanjutnya, dalam diskusi tersebut juga seolah berkutat kepada hal bahwa Bang Haji hanya menyampaikan identitas calon serta mengkaitkannya dengan kewajiban yang harus dilakukan umat Islam dalam memilih pemimpin, yaitu pemimpin yang islami, bukan pemimpin kafir. Sesuatu yang wajar disampaikan seorang dai di rumah ibadahnya kepada komunitas yang homogen. Maksud saya, ribut-ribut ceramah Bang Haji tentunya tidak hanya karena penggalan kriteria pemimpin sesuai Al Quran. Ada penggalan lain yang menurut saya cukup provokatif dan tendensius ketika Bang Haji mengupas soal Ahok.
“Karena yang namanya Jokowi ini hanya batu loncatan saja. Oke dia menyelesaikan beberapa periode sebagai gubernur, tapi setelah beliau siapa yang jadi Gubernur? Ahok? Kalau sudah Ahok yang seorang nonpribumi menjadi Gubernur di Jakarta Ibu Kota Indonesia, maka martabat bangsa tergadaikan citra binasa tercabik-cabik. Kalau sudah seorang Kristen memimpin Ibu Kota Jakarta, negara yang mayoritas Muslim ini maka umat Islam menanggung aib besar di mata dunia internasional, Inalillahi.”
Bang Haji juga sempat menyinggung tentang 'Chinanisasi' di Singapura. Sehingga dari ceramah Bang Haji, bagi saya, ada semacam 'Chinnese Christian' phobi di benak Bang Haji.
Phobia tersebut yang, saya kira, sesungguhnya riil ada di benak sebagian masyarakat dan tercetuskan lewat sosok Bang Haji. Pembicara dari LUIS (kalo tidak salah) menganalogikan hal tersebut dengan Pilkada Bali yang kandidatnya tidak ada dari muslim, serta Pilpres Amerika yang ‘Islam phobia’ dengan munculnya Obama. Mirip memang.
Sehingga bagi saya, ceramah Bang Haji yang SARA tersebut sesungguhnya adalah sesuatu yang wajar. Tentang bahasa yang dipakai Bang Haji dalam menggiring opini jemaah memang cukup provokatif dan tendensius. Itu merupakah pilihan Bang Haji dan cetusan hati Bang Haji dan menunjukkan siapa sesungguhnya Bang Haji. What you say that’s what you are. Dengan itu sesungguhnya Bang Haji ingin menegaskan keberpihakannya dan pemikirannya yang tak bisa ditawar dalam hal kepemimpinan.
Ketika ceramah itu kemudian direkam dan menyebar serta mencuat menjadi isu politik dan dimanfaatkan dengan lumayan baik oleh tim Jokowi, itu tentu saja resiko dari keberpihakan Bang Haji. Jadi kalau dalam ceramah agama yang menyinggung kegiatan politik pilkada kemudian dipolitisir oleh tim lain, itu juga sesuatu yang wajar. Terlebih pembicara tersebut adalah ‘Sang Raja Dangdut Haji Oma Irama’. Dalam bahasa Ridwan Saidi, strateginya tim Jokowi adalah model film Bollywood, mencitrakan sosok yang dizalimi, yang layak dikasihani dan menguras air mata. Sehingga keputusan Panwaslu yang membebaskan Bang Haji justru dianggap memberi dampak positif bagi tim Jokowi. Salahkah itu? Ya enggak. Justru kalau tim Jokowi tidak memanfaatkan ceramah Bang Haji tersebut menjadi sangat bodoh. Terlebih lagi dalam ceramah tersebut Bang Haji juga memerintahkan kepada jemaah untuk menyebarkan apa yang beliau sampaikan. Tetapi ketika ceramah tersebut menjadi nasional, sehingga boleh dikata program penyebaran tersebut sukses, malah ada ancaman akan menuntut pihak yang menyebarkan video itu.
Tokoh LUIS juga menuduh balik ke SARA an pihak lain dengan menyinggung dihentikannya acaranya Bang Haji di stasiun TV yang dimiliki etnis Tionghoa. Yah itu resiko keberpihakan Bang Haji. Bagaimana mungkin orang China dan Kristen, yang memiliki sikap politik berseberangan akan mensupport Bang Haji yang jelas dengan terang benderang ceramah berbau ‘Chinnese Christian Phobia’ kayak begitu. Kalau kemudian kaum China dan Kristen baik di Indonesia dan di Luar Negeri memberikan reaksi yang sama saya kira juga wajar.
Maksud saya adalah keberpihakan Bang Haji adalah wajar tetapi respon dari masyarakat juga wajar. Apakah itu SARA? Ya. Tetapi menurut saya SARA yang belum masuk ke ranah pidana. Kalau kemudian misalkan perusahaan TV atau rokok milik China Kristen membatalkan kontrak tour Soneta dengan pertimbangan SARA saya kira juga wajar. Resiko sikap politik Bang Haji. Bukankah sebuah sikap politik juga berpotensi memberi dampak, respon atau juga reaksi tidak hanya secara politik tetapi juga secara sosial ekonomi dan budaya masyarakat?
Memang ada akrobat politik yang lebay di sana, menurut saya. Tim Jokowi menyatakan telah memaafkan Bang Haji sementara Bang Haji merasa tidak ada yang salah. Sinetron banget. Kemudian juga Ahok menyatakan berhenti judi karena lagunya Bang Haji. Sentimentil banget. Tapi itulah politik.
Dan pada ujungnya, sesungguhnya yang menjadi masalah adalah apakah sikap primordial atau SARA tersebut dapat laku dijual kepada masyarakat pemilih dalam Pilkada DKI? Bukankah kalau Ahok tidak mencalonkan sebagai Cawagub, ribut-ribut seperti ini tidak akan ada? Apakah kata-kata Bang Haji sebagai Dai yang menyatakan memilih pemimpin kafir (Ahok) akan mendapat azab dari Allah SWT akan manjur dan mempengaruhi sikap pemilih? Atau sebaliknya, pemilih justru mengabaikan peringatan Bang Haji? Apakah Bang Haji dengan ceramahnya akan menjadi pahlawan atau pecundang dalam Pilakada DKI? Beberapa pengamat dengan argumentasinya masing-masing menyampaikan analisanya. Wajar. Pengamat ya memanfaatkan momen seperti ini untuk jualan omongan.
Dari talk show semalam kita belajar banyak bahwa di antara kita memang masih terdapat benih-benih prasangka berdasar SARA. Tetapi juga kita menjadi tahu bahwa membahas hal tersebut sesungguhnya bukan hal yang tabu dan saru dan dapat berjalan dengan cukup baik. Semoga SARA yang ada diantara kita dapat dikelola dengan baik sehingga dengan perbedaan yang ada menjadi satu kekuatan dalam kebhinekaan.
Merdeka!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H