Mohon tunggu...
Ben Subchan
Ben Subchan Mohon Tunggu... Penulis - Waktu dapat merubah apa saja, termasuk diri kita

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Angka-angka pada Covid-19 dan "Social Trust"

8 Mei 2020   05:56 Diperbarui: 10 Mei 2020   04:05 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petugas medis. (sumber: Kompas/Heru Sri Kumoro)

Artinya setiap orang ada tingkatan  kepemimpinan dan pemimpin itu berdiri secara benar. Ada kearifan dalam setiap tahapan kepemimpinan, dan tindakannya harus sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku. Jika tidak, maka akan muncul persoalan krisis kepercayaan (untrust).

Jadi tidak heran di setiap daerah di sumatera Barat pemimpinnya juga memiliki gelar adat, yang dimaksudkan sebagai simbol bahwa mereka telah mampu melewati tahapan proses kepemimpinan di tingkat suku/ adatnya masing-masing. Mereka sendiri adalah simbol dari social trust sebagai investasi untuk melebarkan kemampuan kepemimpinannya di tingkat daerah.

Kembali ke penanganan masalah "angka" kasus Covid 19 tadi, yang sangat dibutuhkan adalah kepercayaan (social trust) tadi.  Social trust adalah modal yang menjadi perekat. 

Jika tidak ada itu, maka kebijakan akan mudah diintervensi dan diprovokasi, sesama masyarakat juga akan sulit untuk saling mengerti. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan berjalan efektif.

Disamping adanya bantuan lainnya untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terdampak, maka sebaiknya juga diikutsertakan para tokoh masyarakat/panutan daerah lokal melalui pendekatan penanganan sesuai dengan kearifan wilayah masing-masing yang dimulai dari tingkat desa.

Pendekatan sosio kultural seperti itu juga menjadi penentu ditengah pandemi ini, bukan hanya pendekatan aturan saja. 

Contoh di Kabupaten Agam Sumatera Barat, disamping penanganan oleh gugus tugas kabupaten, pendekatan penanganan Covid 19 diarahkan juga oleh Bupati Agam dilakukan berbasis nagari (desa). 

Ninik mamak sebagai kepala kaum/suku memiliki peran untuk mengendalikan anak kemenakannya menjaga PSBB, mereka yang di rantau dihimbau oleh ninik mamak agar tetap bertahan tidak pulang kampung terlebih dahulu.

Beberapa nagari memfungsikan rumah gadang sebagai tempat karantina bagi anak kemenakan yang diduga terkena covid 19 dan selama 14 hari kebutuhan mereka dibantu oleh kaum/sukunya, unsur parik paga (pemuda) melaksanakan pemantauan keluar masuknya masyarakat dari dan ke nagari. 

Social trust akan memudahkan terlaksananya kebijakan, karena akan menciptakan kesadaran bersama (collective conciousness). "Angka" Covid 19 ini tidak akan bisa dikendalikan jika tidak dilawan secara bersama. Saatnya semua bekerja secara paripurna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun