"Tentu saja harus! Saat itu aku sudah ber-istri. Istri yang kunikahi tanpa cinta, hanya karena kehormatan dan hubungan baik keluarga. Tetapi tetap saja, aku memiliki kewajiban padanya. Apa kata dunia jika aku mencampakannya demi wanita lain? Aku akan dikucilkan dunia, dicap pria hidung belang tak bertanggung jawab. Anak-ku pun akan menderita. Dunia dan norma memaksaku mengakhiri hubungan dengan Laila."
Banyak orang lain menghadapi pilihan yang kau pilih. Mereka memilih kekasih, memilih cinta. Mereka dicerca dunia, dicap pendosa dan pezina. Keluarga mereka terserak, anak-anak mereka terjebak pertikaian. Tetapi mereka menghadapi semuanya bersama sang tercinta. Kau bisa memilih seperti itu. Tapi tidak. Kau memilih nama baikmu. Tak ada yang memaksa mu untuk memilih seperti itu. Semua dari dirimu sendiri, manusia, jawab Maut.
Ia ingin membalas, membela dirinya. Tak mungkin ia hidup menderita karena pilihan-pilihan itu, bukan?
Lagi, pemandangan itu menghilang sebelum sempat ia berkata-kata. Taman indah dan Laila digantikan ranjang, infus, dan Maut di sisi kasurnya. Ia kembali ke bangsal.
"Mengertikah kau, manusia?" tanya Maut lagi, lembut.
Kini Adam yang terdiam. Ia mengingat-ingat semua keputusan, pilihan dalam hidupnya. Semuanya itu telah membawanya pada detik ini: terbaring sekarat dengan nafas tersengal.
"Itu semua pilihanku," jawab Adam akhirnya. "Pilihan-pilihan yang aku sesali."
"Benar. Kau menyesal. Pilihan-pilihan itu tidak membawa kebahagiaan bagimu, mereka membawa sengsara. Kau tak sadar akan alasan-alasanmu memilih. Kau menelan nilai-nilai yang diberikan padamu, ajaran-ajaran sekelilingmu, tanpa bertanya. Ketika nilai-nilai itu membawamu pada sengsara kau menolak bertanggung jawab, kau menolak menerima bahwa sengsara yang kau alami akibat pilihanmu sendiri. Kau buat semuanya itu salah orang lain, salah semesta. Seolah kau tak bisa memilih."
"Tapi bukankah itu nilai-nilai Tuhan? Cintai orang tuamu, jangan berzina. Itulah yang Tuhan inginkan dariku. Bolehkah aku memilih dengan melanggar kehendak-Nya?
"Atau... aku yang salah mengerti kehendak-Nya? Mungkinkah Ia mengizinkanku untuk bebas, terlepas dari norma-norma dan ilmu sorga dunia ini?" tanya Adam.
Maut hanya tersenyum.