Mohon tunggu...
Benny Wirawan
Benny Wirawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kedokteran dan blogger sosial-politik. Bisa Anda hubungi di https://www.instagram.com/bennywirawan/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hanya 7 Undang-undang Setahun, Bagaimana Kinerja DPR?

21 Agustus 2017   15:09 Diperbarui: 22 Agustus 2017   08:30 2771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa perubahan fundamental yang terjadi pada tubuh DPR pasca Pemilu 2014, terutama terkait distribusi kekuasaan. 

Pertama, pemerintahan Jokowi saat ini adalah pemerintahan minoritas. Saat menang Pilpres 2014, Jokowi menguasai kurang dari 50% kursi DPR. Partai-partai koalisi yang datang belakangan pun tidak konsisten mendukung agenda-agenda pemerintah. Kedua, atmosfer politik Indonesia saat ini jauh lebih partisan. 

Pendukung dan oposisi pemerintah melancarkan perang retorika pada berbagai media, baik media massa hingga media sosial. Yang ketiga, syahwat politik masyarakat Indonesia, termasuk para elit politisi, tersita oleh berbagai kontroversi. Peran para elit politik yang sering kali memanas-manasi kontroversi pun tidak membantu meredam suasana. Akibatnya, pembahasan isu-isu strategis terkesampingkan oleh pembahasan kontroversi yang terus menerus.

DPR Harus Mawas Diri

Apapun sebabnya, DPR tidak bisa lepas tanggung jawab dari lambatnya kinerja ini. DPR harus mampu mawas diri, mengakui kekurangan, dan berusaha memperbaiki diri. Walaupun berperan sebagai kader partai, sejak terpilih sebagai anggota DPR mereka harus menunjukkan tanggung jawab pada rakyat. Jangan mengutamakan syahwat politik dengan terus menerus membahas isu kontroversial tanpa kerja nyata.

Nyatanya, DPR saat ini masih tidak mampu introspeksi diri. Bukannya mempercepat pembahasan Prolegnas 2017 yang tersisa, DPR kini membenturkan diri dengan KPK dengan isu hak angket, mengundang kontroversi baru. Belum selesai satu kontroversi, DPR juga menuntut memasukkan pembangunangedung baru.

DPR terus berusaha menambah fasilitas dan privilege yang tidak sebanding dengan kinerjanya. Dengan tidak sadar diri, DPR juga terus mengkritik kinerja-kinerja lembaga lain yang saat ini lebih diepercaya rakyat seperti pemerintah dan KPK.

Jika terus begini, apa DPR masih layak disebut wakil rakyat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun