BANDUNG - REVIEW HOTEL
Malaka Hotel konon merupakan salah satu hotel favorit traveler saat ke Bandung. Bukan hanya lantaran budget hotel, tapi juga letaknya yang strategis di tengah kota. Ditambah lagi desain interior yang minimalis modern.
Saya sendiri memilih hotel ini untuk menginap karena punya kaitan sejarah kota Bandung. Jadi, lahan hotel ini dulunya adalah bekas pabrik dan toko roti terbesar di Bandung pada masa Hindia Belanda bernama Valkenet.
Sebelum gedung tersebut diratakan dan dibangun ulang menjadi sebuah hotel, gedung ini merupakan saksi sejarah berkembangnya roti di Kota Bandung.
Perusahaan Valkenet sendiri dibangun tahun 1920-an di atas sebuah lahan di Jalan Pasir Kaliki oleh J. A. Valkenet. Valkenet merupakan pabrik roti yang paling modern di Hindia Belanda, bahkan roti yang ada di Maison Bogerijen (sekarang Braga Permai) dipasok dari sini.
Pada 1930-an, pabrik Valkenet dipindahkan ke rumah keluarga Biezelveld di Halimoenlaan (Jalan Halimun). Rumah keluarga Biezelveld ini dibangun sekitar akhir tahun 1910-an dengan gaya arsitektur Art Deco Geometric.
Pada awal 1960-an, setelah Valkenet tak lagi menggunakan bangunan di Jalan Halimun, gedung tersebut digunakan sebagai kantor instansi pemerintah hingga tahun 1970-an. Lalu, bangunan itu berulang kali ganti fungsi  hingga tahun 2011-an menjadi bangunan terbengkalai.
Bangunan pabrik di belakangnya diratakan pada 2013-an, menyusul  bangunan utamanya. Dan, kemudian berdirilah Malaka hotel. Dari dua gedung hotel ini, salah satu gedung memakai desain atap bangunan lama. Nama Valkenet sempat dipakai cafe hotel ini, tapi kemudian diubah dengan alasan tak jelas. Valkenet malah dijadikan nama area kuliner kaki lima di dekat Malaka Hotel.
Ulasan
Daya jual hotel ini, lantaran kamarnya memiliki balkon. Saya senang ketika dapat kamar 204 karena balkon kamarnya menghadap ke jalan seperti yang saya harapkan. Â Kamar ini kalo kita buka tirai jendelanya, bakal keren untuk popotoan. Apalagi saat sore atau lagi ada semburat cahaya matahari dari celah pepohonan.
Tapi saya ternyata nggak  bisa menempati kamar itu, karena keran showernya jebol. Jadinya saya pindah ke 206. Dan menyebalkannya, balkonnya menghadap tembok. Pupus sudah membuat beberapa foto yang sudah dirancang jauh-jauh hari.
Untuk desain kamarnya sih saya lebih suka 206. Ya udah, mungkin memang belum jodoh dapat balkon cantik.
Review lengkapnya bisa lihat di channel YouTube saya.
Secara keseluruhan, saya kasih nilai oke karena  desain, kebersihan dan amenities. Tapi belum istimewa banget sih. Hotel ini tak saya  rekomendasi untuk keluarga, kecuali punya tujuan wisata di luar hotel. (ben)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H