[caption caption="Arsitektur rumah panggung di Gardenia Reosrt and Spa. (Foto: Benny)"][/caption]
Usai letih ngetrip plus nyetir pula, apalagi kalau bukan tempat rehat nan  nyaman yang paling diimpikan peserta Datsun Risers Expedition (DRE).  Hal itu ternyata dipikirkan pula oleh panitia, sehingga jatuhlah piilhan untuk menginapkan para risera DRE Etape 3 di Gardenia Resort and Spa, Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kalimantan Barat.
Letak Gardenia sesungguhnya tak jauh-jauh amat dari Bandara Supadio, tempat kami mendarat. Namun rupanya panitia dari Datsun, Kompas.com, dan Kompasiana punya hajat lain membuat kami berkeliling kota Pontianak terlebih dulu. Mungkin, mereka nggak pengen juga para risers langsung berleha-leha di kamar Gardenia yang ujung-ujungnya malah nggak minat lagi test drive mobil Datsun Go.
[caption caption="Parkir cantik kendaraan para risers. (Foto: Benny)"]
Setelah lima jam keliling kota Pontianak, akhirnya kami diarahkan memasuki Gardeni di sisi jalan yang tak terlalu ramai. Halaman luas berpasir di bagian depan, semula saya kira tempat parkirnya. Ternyata kami hanya melewati. Dari jendela mobil saya melihat taman bermain yang kosong karena memang bukan hari libur. Setelah melewati gang di sayap kanan, barulah kami berbelok ke tempat parkir.
Suasana asri dan nyaman langsung saya rasakan begitu melewati gapura masuk. Melihat jalan setapak yang terbuat dari kayu dan berdiri di atas tiang pancang dari tanah, saya baru menyadari bahwa resort ini meniru bentuk gaya perkampungan Melayu yang dipenuhi rumah panggung. Dan itu ternyata benar, lantaran semua bangunan berbentuk rumah panggung.
[caption caption="Keasrian sepanjang lorong jalan. (Foto: Benny)"]
Saya pernah bermimpi menempati rumah kayu bergaya country seperti di film-film cowboy. Dan rasanya itu cukup terwakili ketika masuk ke salah satu kamar di Gardenia. Meskipun tampaknya sederhana, tapi interior di dalamnya amat modern. Setidaknya, saya bisa nonton TV, ngecharge ponsel, mengatur AC, maupun mengaktifkan internet lewat layanan gratis wifi.
Ke kemar mandi, saya melihat pula penataan yang minimalis antara ruang wastafel, closet dan kamar mandi. Meskipun tirainya menurut saya kurang panjang sehingga membuat air shower menciprat ke sana-sini.
Kamar yang kami tempati sebenarnya untuk dua orang. Tapi panitia menempatkan tiga orang per kamar, mau tak mau salah seorang harus tidur di extra bed. Memang jadi sedikit berdesakkan. Apalagi bawaan kami terbilang banyak untuk empat hari, di samping gadget komplet yang harus di bawa.
Untuk Kompasianer seperti kami, kekurangan yang paling dirasakan adalah jumlah colokan yang terbatas dan harus mengendap-endap ke kolong meja. Untunglah sebagai antisapasi, kami bawa terminal sendiri. Tahu sendiri, kebutuhan seorang Kompasianer setiap kali di hotel minimal langsung ngecharge ponsel, batere kamera, laptop sambil bikin liputan, dan powerbank. Selain itu juga, jaringan wifi yang kadang kurang stabil membuat kami sedikit terganggu. Apalagi tidak semua jaringan provider nendang sinyalnya sehingga tidak bisa tethering.
[caption caption="Lumayan lega kamarnya meski ubntuk bertiga. (Foto: Benny)"]
Saat AC dimatikan dan kami membuka pintu serta jendela, udara di kamar terasa lebih segar. Menurut fakta yang saya pernah baca, bangunan yang terbuat dari kayu dikenal berkonsep green karena berkelanjutan, terbarukan dan ramah lingkungan. Struktur kayu mampu menyerap dan menyimpan CO2, bahkan dalam soal pengangkutan material pun, kayu merupakan satu-satunya material konstruksi yang rendah terhadap pelepasan karbon. Apabila sebuah rumah menggunakan 20 meter kubik kayu, berarti melakukan penghematan 16 ton karbon . Dalam konteks, 16 ton karbon adalah jumlah yang sama dengan karbon yang dihasilkan oleh pengemudi sepanjang 90.000 kilometer. Menggunakan kayu dalam konstruksi, apakah itu konstruksi keseluruhan atau hanya rangka saja, memiliki dampak positif terhadap perubahan iklim.
Pagi hari, saat pertama saya langsung merasakan hangatnya sinar matahari. Maklum, namanya juga di tanah khatulistiwa. Tetapi di saat menginap hari terakhir, pagi begitu mendung dan berkabut. Tapi justru membuat sekitar resort seperti berada di suasana daerah perbukitan Lembang.
[caption caption="Ruang lobi menjelang Imlek. (Foto: Benny)"]
[caption caption="Ruang lobi menjelang Imlek. (Foto: Benny)"]
Gardenia Resort and Spa menawarkan berbagai pilihan fasilitas olahraga dan rekreasi yang luar biasa seperti kolam renang (anak-anak), layanan pemijatan, kolam renang, dan banyak lagi. Sayangnya, karena kegiatan yang padat, saya tidak sempat menikmati fasilitas spa. Padahal saya suka sekali dipijat, terutama jika terasa letih.
Kalau lapar? Jangan khawatir. Para tamu bisa merasa dimanjakan dengan kenikmatan hidangan khas Barat dan Asia di Papyrus Restaurant. Bosan dengan makanan restoran? Tinggal ke luar Gardenia, kita bisa menemukan sejumlah tempat makan, termasuk kedai Tahu Sumedang lho.
Saya yakin akan memilih tempat ini lagi sebagai penginapan jika suatu hari harus ke Kalimantan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H