Langkah berikutnya adalah dengan menjual produk-produk yang sudah diperkenalkan. Bila masyarakat dapat menerima produk yang mereka tawarkan dan menggunakannya, maka langkah kedua ini dapat dikatakan berhasil. Namun langkah kedua ini akan sempurna ketika masyarakat mulai menggunakan produk asing itu secara berlebihan hingga produk itu harus menjadi kebutuhan hidup mereka.
Setelah berhasil membuat masyarakat bergantung pada produk mereka. Maka penjajahan modern akan dimulai. Dengan langkah ketiga yang kejam, perusahaan asing atau golongan asing akan menyiksa masyarakat dengan menjual mahal produk yang sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. Meraup keuntungan sebesar-besarnya dari masyarakat pribumi, menjajah kebutuhan hidup mereka tanpa ampun.
Sekarang saya ingin pembaca bertanya-tanya. Apakah kebutuhan hidup kita sudah didominasi oleh negara lain?
Oh tidak! Bukan negara yang mendominasi kebutuhan kita. Tapi beberapa perusahaan asing yang menjual produk-produk yang kita butuhkan. Coba perhatikan barang-barang di sekitar kita. Makanan yang kita makan. Pakaian. Sabun mandi yang kita pakai. Smartphone, komputer atau gadget apapun yang selalu kita gunakan. Darimanakah barang-barang itu berasal?
Sebagian besar dari kita pasti banyak menggunakan barang-barang yang tidak diproduksi di Indonesia. Walaupun diproduksi di Indonesia sekalipun, barang-barang tersebut memiliki merk yang menunjuk kepada perusahaan asing. Dan tentu saja, dengan menggunakan merk-merk asing, berarti kita harus membayar pada perusahaan asing tersebut.
Di era globalisasi ini, muncul sebuah penemuan hebat yang disebut internet. Berkat adanya internet, kita pun bisa menggunakannya untuk berbagai kebutuhan seperti yang kita gunakan sekarang ini. Sosial media seperti Facebook, Twitter, bahkan Google sekalipun merupakan milik perusahaan asing. Bila kita menggunakan koneksi internet kita yang tidak gratis itu untuk mengakses produk asing, bukankah perusahaan asing itu mendapatkan keuntungan dari kita secara langsung?
Ingat, Bandwidth yang digunakan untuk mengakses situs-situs itu tidak didapat secara gratis. Indonesia harus membelinya dari luar. Dengan adanya koneksi itu, diharapkan Indonesia dapat semakin maju, semakin berkembang dan rakyat dapat semakin sejahtera. Tapi koneksi yang berharga itu justru digunakan untuk sekali lagi menguntungkan perusahaan asing.
Lalu apa salahnya memberikan keuntungan pada perusahaan asing?
Tidak ada yang salah. Hanya saja Facebook, Twitter, Google dan Microsoft tidak perlu membayar pajak untuk Indonesia atas keuntungan yang sudah mereka dapatkan. Mereka bukan perusahaan milik Indonesia.
Bukankah kita ini rakyat yang merdeka? Bukankah kita tidak harus bekerja paksa demi menguntungkan negara lain?
Tapi sayangnya kebutuhan hidup kita sudah begitu terjajah. Kita sudah tiba pada titik dimana kita tidak bisa hidup tanpa produk-produk dari perusahaan asing. Tapi bukan berarti kita tidak dapat melawan para penjajah tersebut.