28 Mei 2014 .
JAKARTA --  Sebutlah nama Cannes, sebuah kota pesisir di Selatan Prancis, tepatnya di provinsi Alpes Côte d'Azur, atau di French Riviera, maka semua orang yang telah berkeliling Eropa, akan bersepakat dengan keindahannya.
Tidak itu saja, seorang pramugara salah sebuah penerbangan terkenal di dunia, ketika mengetahui penulis hendak ke Cannes, via Nice langsung berucap, "Pasti uang kalian banyak ya. Karena hanya orang 'punya' yang berlibur di Cannes," katanya merujuk kota tujuan wisata sekaligus tuan rumah agenda tahunan Cannes Film Festival dan Cannes Lions International Advertising Festival itu.
Ya, Cannes memang tempatnya sejumlah toko barang mewah berada. Juga sejumlah restoran wahid serta hotel bintang 5 membuka usahanya. Belum lama ini, atau pada 2011 para petinggi negara G20 juga menjadikan kota eksotik itu, sebagai tempat pertemuan puncak mereka. Di kota yang resik dan sesak dengan bangunan bersejarah ini, sejarah masa lalu yang gemilang, makin membuatnya berwibawa sebagai kota tujuan pakansi.
Sangat dipercaya, bangsa Yunani kuno sejak abad ke-2 sebelum Masehi, sudah tinggal di kota ini, dan menjadikannya sebagai desa pemancingan. Sebelum akhirnya bangsa Roma menjadikan kota yang berlaut Mediterania ini, sebagai salah satu pijakan kakinya, sebelum menancapkan kekuasaannya di negeri seberang.
Sejak saat itu pula Cannes pelan dan pasti menjadi kota persinggahan yang meninggalkan bekas mendalam bagi siapa saja, yang pernah menginjakkan kakinya di sana, karena keelokannya.
Bahkan seiring berjalannya waktu, pada abad ke-18 keindahan kota itu, baik secara geografis maupun arsitektural, sempat membuat bangsa Spanyol dan Inggris hendak mengakuisisinya. Sebelum niat mereka tumbang berkat perlawanan bangsa Prancis. Singkat kata, kota ini meninggalkan jejak panjang historiografis yang membuat siapapun ingin memiliki atau sekedar menyinggahinya.
Oleh karenanya, sejumlah situs penting di kota ini, seperti pembangunan rel kereta api, sudah ada sejak abad ke-19, bahkan pembangunan jalan modern sudah ada di abad yang sama. Sehingga wajar, sampai sekarang, ketika kita berada di Boulevard Carnot, the rue d'Antibes, juga the Carlton Hotel di Promenade de la Croisette, nuansanya langsung melempar kita ke suasana masa lampau.
Saat ini, jika nasib membawa kita berlabuh di Cannes, ratusan pelancong dari Italia, Spanyol, Rusia, juga China bersliweran di sejumlah tempat di Cannes. Entah sekedar menapaki jalan berbatu di kota Cannes, atau sekedar bersiborok mata dengan mata nyalang mereka para penjudi ketika keluar dari sejumlah rumah judi. Kalau mata mereka nyalang, sebagaimana diceritkan seorang pemilik cafe di Juan Les Pins--sebuah kota kecil berjarak 15 menit dengan kereta dengan Cannes--berarti para penjudi itu kalah dalam jumlah tak berbilang. Demikian sebaliknya, kalau berbinar, pasti ada cerita kemenangan di sana.
Ya, tabiat para penjudi dari berbagai belahan dunia sudah dimaklumkan di sini. Menimbang rumah judi sudah disyahkan sejak lama. Untung saja citra sebagai kota judi, segera ditutup dengan potret positif gelaran Cannes Film Festival sebelum perang Dunia II meletus, tepatnya pada 20 September 1946, meski pada awal gelarannya masih bertempat di rumah judi Casino Municipal.
Bayangkan, apa yang terjadi jika sejumlah nama benderang datang berbarengan di kota kecil bernama Cannes? Maka yang terjadi kehebohan yang sulit reda. Bahkan hampir separuh peserta Marche du Films, atau Pasar Film yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gelaran Cannes Film Festival, berebut turun ke jalan, demi menyaksikan aksi para bintang Hollywood itu.
Tapi jangan salah. Ada atau tidak ada para selebritas Hollyeood itu, Cannes tetaplah Cannes. Yang keindahannya sangat mencolok terutama di sejumlah jalan utama. Seperti jalan Promenade de la Croisette, yang banyak dihiasi pohon palm yang menjulang tinggi di sepanjang kanan dan kiri jalan. Sementara di sisinya, laut di mediterania yang tenang, menawarkan pesona yang berbeda. Di sepanjang jalan La Croisette yang bersalaman dengan tepian pantai inilah, kala senja tiba, nuansanya tak ubahnya kartu pos yang banyak dijajakan di sejumlah toko kelontong, restoran juga butik yang banyak terdapat di sana.
Singkat kata, Cannes yang berjarak 24 km dari bandara Nice Côte d'Azur, bukan sekedar sebagai kota wisata kaum jet set belaka. Di sana berbagai aktifitas seni, politik, ekonomi, juga industri digulirkan dengan sama baiknya. Sebaik sebuah kota bersejarah dikelola dengan modern, tanpa menghilangkan ketradisionalannya.
Yang makin membuat menyenangkan Cannes, bukan semata ketika lampu merkuri mulai dinyalakan, dan hampir seisi kota seperti meluangkan waktunya di beranda cafe, dan restoran untuk merayakan malam yang jelma. Tapi juga akses dari dan menuju Cannes dapat dengan gampang dilakukan, hanya dengan berjalan kaki atau bersepeda. Jadi, kita penduduk kota dipaksa untuk sehat.
Kalau mau lebih bergaya, dari Cannes naiklah Yacht sebagaimana kaum jet set berpergian ke Monte Carlo Monaco, atau hingga ke St Tropez dan St Raphael, sebagai kota marina yang keindahannya 11-12 dengan Cannes. Syaratnya cuman satu, sediakan Euro secukupnya. Atau paling tidak, bersejawatlah dengan apik dengan para pemilik uang Euro itu. (benny benke)
tulisan ini pernah diunggah di laman  Suara MerdekaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H